10 Game Paling Mengecewakan di 2021!

2021 adalah tahun yang cukup memanjakan dan unik bagi para gamer, apalagi dengan begitu franchise raksasa yang akhirnya menelurkan seri-seri teranyar mereka. Developer mulai memanfaatkan kemampuan konsol generasi terkini dengan optimal, dan developer indie secara konsisten mengeksplor konsep gameplay yang terhitung menyegarkan. Walaupun demikian, tidak sedikit pula yang justru hadir membawa lebih banyak kekecewaan daripada rasa puas. Game-game yang berujung tidak mampu memenuhi apa yang mereka janjikan sejak awal.
Semakin besar harapan, semakin pula besar kekecewaan yang bisa timbul, konsep ini mungkin paling tepat untuk menjelaskan salah satu kata yang kian sering diucapkan di industri game saat ini, Over-Hype. Dengan trailer dan screenshot yang dikemas sedemikian rupa, apalagi klaim dan janji para developer yang terus bergaung selama beberapa bulan sebelum rilis, tidak mengherankan jika gamer mulai membangun ekspektasi tertentu terhadap game yang mereka incar.
Namun sayangnya, kita sering lupa bahwa industri game tetaplah sebuah bisnis. Hype yang sudah terbangun manis, berujung pada angka pre-order yang manis. Namun sayangnya, tidak seperti dongeng dengan akhir cerita indah, gamer justru mendapatkan sesuatu yang bertolak belakang dari apa yang mereka harapkan. Kekecewaan menjadi respon yang tepat.
Tapi ingat, MENGECEWAKAN BUKAN BERARTI BURUK. Hampir sebagian besar game yang dimasukkan ke dalam list ini adalah game-game yang masih bisa dinikmati, bahkan menawarkan kekuatan visual, gameplay, dan terkadang – cerita yang solid. Mengecewakan di sini hanya mengakar pada ketidakmampuan game-game ini untuk hadir dalam kualitas yang sepadan dengan hype yang sudah terbangun selama ini. Game-game yang sudah membuat banyak gamer berharap dan bermimpi, namun berakhir melemparkan semua energi positif ke tanah dan menginjak-nginjaknya tanpa ampun.
-
Deathloop

Sekali lagi, mengecewakan bukan berarti game yang kami masukkan ke dalam daftar ini berujung buruk dari sisi kualitas. Di luar begitu banyak puja-puji terkait Deathloop, dimana ia bahkan sempat menyabet begitu banyak nominasi di The Game Awards 2021, kami justru masuk dalam kategori gamer yang kecewa dengannya. Salah satu tamparan terbesar datang dari konsep penyelesaian misi yang ternyata tidak “seterbuka” yang kami bayangkan. Target yang harus Anda habisi akan selalu berada di posisi yang sama di waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Di luar masalah AI yang juga menginvasi minggu pertama rilis, kami berujung lebih menyukai konsep yang ditawarkan di Dishonored daripada apa yang diusung Arkane di game ini. Sejujurnya, kami bahkan masih tak mengerti mengapa banyak media game lain berujung memuja-muji game ini.
-
Atelier Ryza 2

Apa yang Anda harapkan dari sebuah seri sekuel game JRPG? Jika berangkat dari pakem banyak franchise raksasa lainnya, sekuel berarti datang dengan dua kepastian: kelanjutan cerita si karakter utama dan tentu saja konflik utama yang semakin jelas. Namun sayangnya, kepuasan tersebut tidak ditawarkan oleh Atelier Ryza 2. Alih-alih seperti sebuah seri sekuel yang seharusnya, seri kedua ini justru terasa seperti sebuah petualangan spin-off atau sekadar cerita tambahan yang tidak akan sulit untuk ditawarkan sebagai expansion pack saja. Tidak ada kejelasan sebenarnya soal konflik utama apa yang hendak ditawarkan Atelier Ryza bahkan di seri kedua ini, yang justru berujung dipenuhi dengan banyak aktivitas repetitif. Ryza juga tak terasa mengalami progress yang signifikan sebagai seorang karakter, baik dari sisi kecerdasan ataupun emosional.
-
Battlefield 2042

Anda diperkuat dengan salah satu engine terbaik yang ada di industri game, baik dari sisi optimalisasi atuapun visual. Anda diminta untuk mengerjakan sebuah game FPS yang sudah punya pakem definitifnya sendiri dan hanya butuh tambahan fitur kecil di sana-sini. Anda sudah mendapatkan hype yang dibutuhkan untuk proses marketing sejak teaser perdana. Lalu, apa yang Anda hasilkan? Sebuah game multiplayer kompetitif yang menghasilkan lebih banyak tanda tanya besar daripada kepuasan. Di awal, banjir bug dan glitch. Semakin dalam Anda menyelam, Anda mendasari bahwa ia datang dengan banyak cacat desain, seperti konsep cross-play tanpa mengimplementasikann aim-assist yang bisa dipertanggungjawabkan untuk versi konsol misalnya. Ada niat jelas dari DICE untuk memperbaikinya memang dari update ke update, namun sulit rasanya untuk tidak mengkhawatirkan arah tumbuh Battlefield sebagai franchise di masa depan.
-
Call of Duty: Vanguard

Anda pernah merasa tengah menikmati sebuah game yang seolah lahir dari tangan komputer,datang tanpa banyak cinta dan perhatian dalam proses mengembangkannya? Hal inilah yang kami rasakan selama menikmati COD: Vanguard, baik dari mode campaign ataupun multiplayer. Campaign datang dengan cerita dan presentasi memble yang kami yakin, tak akan lagi Anda ingat dalam beberapa bulan ke depan. Sementara mode multiplayer? Terlalu biasa hingga tak cukup banyak hal istimewa untuk dibicarakan. Sebegitu standar dan biasanya COD: Vanguard, hingga Anda akan sangat sulit mengesampingkan sensasi bahwa seri ini benar-benar hadir sebagai “pengisi” tahun dan konten untuk COD: Warzone saja, setidaknya hingga Infinity Ward kembali menangani seri tahun 2022 mendatang.