Review Digimon Survive: Seru Iya, Bosan Juga Iya!

Reading time:
August 15, 2022

Presentasi Sederhana

Digimon Survive jagatplay 104
Digimon Survive lebih cocok didefinisikan sebagai game visual novel daripada strategi.

Sebelum kita terjun lebih jauh, atas nama untuk mengatur ekspektasi yang ada, Digimon Survive pada akarnya adalah sebuah game visual novel. Ini bukan game yang diposisikan sebagai RPG ala Cyber Sleuth ataupun action dan fighting. Maka seperti game visual novel pada umumnya, presentasi visual yang ditawarkan memang terhitung sederhana. Anda akan lebih banyak bertemu dengan gambar statis daripada sesuatu yang bergerak tentu saja. Sesuatu yang mungkin akan mempengaruhi ketertarikan Anda pada Digimon Survive.

Maka sebagian besar pengalaman Anda akan berujung melihat model dua dimensi  karakter dengan kotak dialog panjang di layar. Sang karakter mungkin akan berganti pose atau wajah untuk mengekspresikan sedikit emosi di layar, namun tidak akan dalam bentuk yang luwes. Untuk menggambarkan event penting yang tengah terjadi, Anda mungkin akan mendapatkan potongan artwork sebagai visualisasi di tengah dialog jika dibutuhkan. Untungnya, presentasi membosankan seperti ini cukup terbantu oleh desain para karakter utama (manusia) yang akan Anda perankan, yang untungnya, “sangat Digimon sekali”. Tipikal remaja dengan pakaian berwarna cerah yang jelas memosisikan mereka berbeda dengan karakter NPC yang lain? Favorit kami, tentu saja Saki.

Digimon Survive jagatplay 10
Saki is the best!
Digimon Survive jagatplay 148
Saat bertarung pun, presentasi para Digimon terlihat bak boneka kertas dengan animasi terbatas.

Sayangnya, keterbatasan animasi yang terbatas ini juga terjadi pada saat Anda memainkan sisi strategi, yang tersebar di beberapa titik cerita. Setiap Digimon yang Anda bawa ke pertarungan hadir dengan visualisasi yang sedikit chibi alih-alih mewakili bentuk dan ukuran mereka yang seharusnya. Mereka juga biasanya hanya dipersenjatai dengan satu atau dua jenis skill yang biasanya akan datang dengan animasi terbatas, bak boneka dari kertas alih-alih sesuatu yang sinematik seperti di versi anime-nya. Dengan pergerakan ala game strategi yang juga terbatas dan bahkan terkadang terasa lambat, tidak ada yang istimewa memang di sisi presentasi visual Digimon Survive ini.

Digimon Survive jagatplay 66
Game ini butuh lebih banyak musik yang membangun hype.

Lantas, bagaimana dengan sisi audio? Di luar voice acting yang lumayan solid, OST yang ditawarkan juga tidak bisa dibilang memorable. Anda tidak akan berujung memasukkan lagu-lagu latar belakang yang ia tawarkan ke dalam library Anda. Bahkan di luar tone misteri yang dibantu oleh kehadiran musik-musik ini, Digimon Survive harus diakui “kekurangan” musik-musik yang memicu hype. Padahal ada rasa rindu kuat bahwa mereka bisa mengulang sensasi yang serupa seperti pada saat kita di masa lalu melihat bagaimana Agumon akhirnya berubah menjadi Wargreymon, terutama dari sisi musik hype yang ada.

Membosankan dan Seru di Saat Yang Sama

Digimon Survive jagatplay 18
Pacing yang buruk, terutama di awal, benar-benar membuat game ini terasa bertele-tele.

Pilihan judul yang kami pilih untuk review Digimon Survive kali ini memang terdengar sedikit membingungkan. Bagaimana mungkin sebuah game membuat Anda bosan tetapi di sisi yang lain, bisa terasa seru di saat yang sama? Bukankah kedua sensasi ini saling berlawanan dan karenanya, harusnya saling menganulir satu sama lain? Percaya atau tidak, hal inilah yang kami rasakan di sepanang oermainan Digimon Survive ini.

Rasa bosan tentu lahir dari beberapa alasan .Pertama dan yang paling kuat, fakta bahwa ini adalah sebuah visual novel yang bisa idbilang, punya pace cerita yang lambat. Visual novel berarti membuat Anda harus membaca banyak teks dan dialog secara berurutan, yang di satu chapter misalnya jika Anda ingin membaca dengan pelan dan hati-hati setiap kalimat yang ada, tidak akan sulit membuat Anda menghabiskan waktu dari 40 menit – 1 jam hanya untuk melakukannya. Pacing membuat situasi yang sudah membosankan ini kian membosankan. Bayangkan saja, butuh setidaknya 3 buah chapter hanya untuk mengumpulkan semua “anak Digimon” ini dan melanjutkan plot cerita utama. Padahal Anda dan saya yang sudah menonton animeDigimon tahu jelas kemana cerita ini bergerak dan mengarah. Butuh usaha untuk meringkasnya lebih baik lagi.

Digimon Survive jagatplay 59
Sudah siap dengan dialog 40 menit – 1 jam jika Anda ingin membaca semuanya dengan saksama.
Digimon Survive jagatplay 65
Melewati latar belakang statis yang serupa berulang-ulang kali? Tidak cocok untuk kesehatan mental.

Alasan kedua datang dari mekanik visual novel-nya itu sendiri. Tidak cukup untuk terus menikmati dialog panjang dari satu scene ke scene yang lain, ada beberapa sesi game yang menuntut Anda untuk berperan lebih aktif. Ini berarti Anda harus menggunakan tombol secara aktif untuk bergerak ke lokasi-lokasiyang diracik dalam bentuk daftar, menemukan karakter di sana, berusaha mengobrol dan memberikan respon, melihat hasilnya, sebelum Anda bisa mendorong cerita utama untuk bergerak. Berita buruknya? Situasi ini tidak hanya sekali atau dua kali. Terkadang ada situasi dimana Anda harus secara manual memiilh lokasi di peta, mencari semua teman Anda, berbicara dengan setiap dari mereka, yang akan terjadi lagi di chapter-chapter selanjutnya. Mengapa tidak meringkasnya menjadi sebuah cut-scene panjang saja alih-alih meminta Anda untuk aktif berinteraksi? Apalagi terkadang interaksi ini berujung tidak sepenting dan seesensial itu untuk cerita utama yang Anda dapatkan selanjutnya.

Lebih parahnya lagi? Kesederhanaan sisi presentasi yang memperlihatkan model karakter dua dimensi yang terbatas dengan proses transisi kamera yang cepat ketika dialog antar karakter terjadi, membuat segala sesuatunya jadi semakin hambar. Sulit untuk membuat kelopak mata tetap terbuka ketika yang Anda dapatkan di layar hanyalah karakter-karakter berdiri diam yang bahkan jarang terlihat berdialog bersama dalam satu layar yang sama. Hal ini berbeda dengan pendekatan visual novel yang kami cintai seperti 13 Sentinels: Aegis Rim misalnya yang tetap memperlihatkan pergerakan karakter, sedikit animasi, dan lebih banyak kejutan dan cerita yang terjadi di latar belakang pada saat semua ini terjadi.

Di Digimon Survive? Layar yang jadi latar belakang pun didominasi gambar statis. Lebih parahnya lagi? Ketika pacing cerita lambatnya meminta Anda untuk bermanuver melewat gambar statis ini berkali-kali. Sebagai contoh? Ketika cerita berlangsung di sebuah terowongan air. Anda berperan sebagai Takuma yang terkena ilusi harus membangunkan teman-teman Anda dari ilusi yang sama. Bagaimana game ini menanganinya? Anda berperan jadi Takuma yang sadar, bertemu dengan latar belakang gorong-gorong, menekan pilihan arah gerak, bertemu dengan teman A, dialog sebentar, teman A kabur, Anda harus memilih posisi gerak lagi di gorong-gorong, bertemu kembali dengan Teman A yang kini ditemani Digimon-nya, dialog, dan kemudian bertarung. Lalu terjadi lagi dialog dengan teman A yang baru saja sadar, yang menyarankan kita menyelamatkan teman B. Melewati layar gorong-gorong yang sama lagi, melewati setidaknya dua artwork gorong-gorong berbeda, bertemu dengan teman B, dan kemudian mengulang lagi proses yang sama. Untungnya? Ini hanya terjadi sampai teman C saja, alih-alih diulang hingga SEMUA teman Anda sadar.

Digimon Survive jagatplay 153
Porsi bertarung untungnya meningkat di beberapa chapter terakhir.

Semua proses ini juga diperburuk dengan fakta bahwa porsi visual novel Digimon Survive memang jauh lebih dominan daripada porsi strategi-nya yang nanti akan kita bicarakan. Bahkan Anda akan bertemu dengan beberapa chapter dimana satu-satunya pertarungan yang Anda lewati hanyalah ada di penutup chapter saja. Ini berarti di sepanjang chapter, yang Anda temui adalah dialog, dialog, dialog, dan dialog, yang kemudian ditutup pertarungan berdurasi sekitar 10-15 menit saja. Berita melegakannya? Untungnya porsi pertarungan ini jauh melimpah setidaknya di dua chapter terakhir.

Jika membaca semua hal di atas, maka Anda akan mengira bahwa Digimon Survive adalah game yang super membosankan. Kami termasuk yang datang dengan impresi tersebut, setidaknya di 3 chapter pertama yang super lambat dan bertele-tele. Namun segala sesuatunya berubah ketika kami memutuskan untuk bergerak lebih jauh dan maju, menikmati cerita yang ada. Karena di luar mekanik membosankan dan pendekatan visual novel yang ia usung, ada sesuatu yang seru dari sisi plot yang ia usung.

Digimon Survive, percaya atau tidak, adalah seri Digimon dengan tema paling “gelap” yang pernah kami temui sejauh ini. Bandai Namco tidak main-main menyematkan nama “Survive” di game ini karena kisahnya bukanlah sekadar soal sekumpulan remaja yang berhasil bertemu dengan monster-monster imut sembari bertarung melawan monster jahat. Cerita nya mulai bergerak menyentuh soal tema-tema lebih gelap seperti soal rasa ketidakpercayaan diri para remaja, soal beratnya tanggung jawab, soal mimpi dan harapan, dan yang terakhir – soal kematian. Benar sekali, tidak banyak plot armor hadir di sini. Mengingat Digimon pada dasarnya adalah monster yang buas, Anda akan berhadapan dengan beberapa kematian permanen di sini, ketika teman-teman Anda kini berujung menjadi santapan di dunia lain.

Digimon Survive jagatplay 119
Digimon Survive menjadi seri pertama yang memberikan highlight pada kata “Monster”-nya. Ia datang dengan tema yang gelap.
Digimon Survive jagatplay 102
Sebuah seri yang berhasil membuat kami ingin memeluk dan melindungi Lopmon? Itu yang berhasil dicapai Digimon Survive.

Pelan tapi pasti, Anda juga mulai memberikan apresiasi tersendiri pada cara karakter-karakter utama ini ditulis. Walaupun bisa dibilang sedikit jatuh pada trope banyak kisah pertemanan remaja, dimana Anda akan bertemu dengan karakter yang selalu berusaha memimpin, yang selalu ragu, atau yang selalu marah dimanapun dan kapanpun, karakter-karakter ini tetap punya kedalaman tertentu. Fakta bahwa hal ini juga berpengaruh pada interaksi mereka pada setiap Digimon yang menemani mereka juga akan menumbuhkan simpati dan empati tersendiri. Percaya atau tidak, game ini berhasil membuat kami merasa kasihan pada Lopmon yang notebene lemah karena perlakuan si “majikan” yang begitu buruk. Ketika yang lain mempercayakan hidup mereka pada Digimon mereka masing-masing, Lopmon justru diperlakukan bak sampah yang terus tidak diakui keberadaannya. Ada titik dimana kami hendak meludahi layar televisi kami karena ulah si “majikan” ini.

Sebagai visual novel, Digimon Survive juga sebenarnya tidak buruk.. Beragam pilihan dari opsi reaksi yang Anda ambil ternyata berpengaruh pada keseluruhan pengalaman bermain Anda. Untuk opsi-opsi reaksi dalam konteks cerita dan bukan hal personal, Anda bisa memancing tiga jenis hasil karma: Moral, Harmony, dan Wrathful yang akan terus terakumulasi di sepanjang  permainan. Bergabung pada nilai manan yang dominan, ia akan berpengaruh pada jalur evolusi Digimon Anda sesuai dengan cerita. Jika Anda lebih banyak memilih Wrathful, Agumon Anda tidak akan berubah menjadi Greymon melainkan Tuskmon misalnya. Karma ini juga akan menentukan kira-kira Digimon tipe seperti apa yang akan bisa Anda rekrut dengan lebih mudah nanti, mekanik yang akan kami bicarakan nanti.

Digimon Survive jagatplay 114
Kedekatan dengan karakter akan diwakili dengan Affinity, yang di New Game + bahkan bisa membuka cabang cerita baru.

Percakapan personal Anda dengan beberapa karakter, yang terkadang memang menuntut sistem prioritas Anda di titik cerita tertentu, juga akan mempengaruhi resource lain bernama Affinity. Bisa diperiksa di halaman status, Affinity akan melambangkan kedekatan Anda dengan sang karakter – yang di medan pertempuran, akan mempengaruhi frekuensi kedua Digimon Anda saling membantu. Sementara di sisi cerita? Ia tentu akan mempengaruhi cerita seperti apa yang Anda dapatkan, setidaknya di pertarungan terakhir nanti. Bahkan di New Game +, jumlah Affinity Anda terhadap karakter tertentu bisa membuka cabang cerita baru yang lebih mendalam jika Anda menginginkan, menawarkan replaybility lebih tinggi.

Maka Digimon Survive hadir sebagai paradoks yang unik. Bagaimana mungkin sebuah game yang seru bisa membosankan di saat yang sama? Bagaimana mungkin sebuah game yang membosankan bisa seru di saat yang sama? Percaya atau tidak, Anda akan merasakannya di sini.

Pages: 1 2 3
Load Comments

JP on Facebook


PC Games

June 21, 2025 - 0

Review Clair Obscur Expedition 33: RPG Turn-Based nan Indah, Seru, & Memilukan

Clair Obscur: Expedition 33 menjadi bukti akan pentingnya passion dan…
June 19, 2025 - 0

Review Monster Hunter Wilds: Keindahan Maksimal di Tengah Derasnya Adrenalin

Monster Hunter Wilds berhasil gabungkan beragam elemen terbaik dari seri…
November 29, 2024 - 0

Palworld Dan Terraria Crossover Event Akan Hadir Pada 2025

Palworld dan Terraria umumkan event crossover yang akan digelar pada…
October 29, 2024 - 0

Review Call of Duty – Black Ops 6 (SP): Ternyata Keren!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh mode campaign / single-player Call…

PlayStation

June 21, 2025 - 0

Review Clair Obscur Expedition 33: RPG Turn-Based nan Indah, Seru, & Memilukan

Clair Obscur: Expedition 33 menjadi bukti akan pentingnya passion dan…
June 19, 2025 - 0

Review Monster Hunter Wilds: Keindahan Maksimal di Tengah Derasnya Adrenalin

Monster Hunter Wilds berhasil gabungkan beragam elemen terbaik dari seri…
December 7, 2024 - 0

Preview Infinity Nikki: Game Indah Di Mana Baju Adalah Pedangmu

Kesan pertama kami setelah memainkan Infinity Nikki selama beberapa jam;…
November 15, 2024 - 0

Review LEGO Horizon Adventures: Kurang Kreatif!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh LEGO Horizon Adventures ini? Mengapa…

Nintendo

June 30, 2025 - 0

Review Nintendo Switch 2: Upgrade Terbaik Untuk Console Terlaris Nintendo

Nintendo Switch 2 merupakan upgrade positif yang telah lama ditunggu…
July 28, 2023 - 0

Review Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Tak Sesempurna yang Dibicarakan!

Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang tak sesempurna yang dibicarakan…
May 19, 2023 - 0

Preview Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Kian Menggila dengan Logika!

Apa yang ditawarkan oleh Legend of Zelda: Tears of the…
November 2, 2022 - 0

Review Bayonetta 3: Tak Cukup Satu Tante!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Bayonetta 3? Mengapa kami menyebutnya…