Review Digimon Survive: Seru Iya, Bosan Juga Iya!
Strategi yang Dangkal

Menjadi bagian interaktif yang sayangnya tidak bisa dibilang sebagai “daya tarik utama”, Digimon Survive juga menyuntikkan sisi strategi di dalamnya sebagai metode untuk menyelesaikan ragam konflik di dalam cerita. Mekaniknya sendiri akan terasa familiar untuk Anda yang sempat mencicipi genre serupa, dimana gerak Anda akan dilimitasi dalam jumlah kotak tertentu dengan serangan spesial yang nantinya akan menuntut resource spesifik. Tentu saja ada sedikit twist mengingat ini adalah sebuah Digimon.
Di luar cerita utama yang mengharuskan untuk bertarung, Digimon Survive juga selalu menyediakan opsi “Free Battle” di setiap titik cerita untuk Anda yang ingin sekadar menikmatinya. Free Battle akan jadi tempat grinding terbaik mengingat ia akan menawarkan EXP dan items sebagai reward. Uniknya lagi? Hanya di Free Battle saja, Anda juga bisa melakukan proses perekrutan Digimon yang mungkin menarik hati Anda. Lewat opsi bernama Talk yang tersedia untuk Digimon dengan companion manusia, Anda akan diberi tiga pertanyaan standar oleh masing-masing Digimon yang menawarkan 4 opsi jawaban. Jika Anda berhasil mengumpulkan setidaknya 3 dari 6 poin dari jawaban terbaik untuk setiap pertanyaan, Anda akan punya opsi untuk mengajaknya bergabung ke tim Anda. Tapi ingat, ini bukanlah sesuatu yang pasti. Tetap akan persentase keberhasilan yang juga terpengaruh oleh sistem Karma yang kami bicarakan sebelumnya.


Ada perbedaan tentu saja antara Digimon yang melekat pada karakter utama Anda dan Digimon yang berhasil Anda rekrut. Yang paling esensial adalah sistem Evolution yang ada. Digimon dari karakter Anda akan bisa berubah dari versi lemah ke versi lebih kuat saat bertarung atau sebaliknya, dengan resource bernama SP harus dikorbankan berkala untuk mempertahankan bentuk yang lebih kuat. Sementara untuk Digimon yang Anda rekrut, proses evolusi dilakukan dengan mengaktifkan item di luar pertarungan dan efeknya akan terjadi secara permanen. Ini berarti Anda tidak akan bisa lagi menurunkannya ke bentuk lebih lemah jika Anda sudah mengubahnya kebentuk lebih kuat. Lantas, mengapa terkadang Anda ingin membuatnya ke bentuk lebih lemah? Karena barisan skill yang berbeda. Ada Digimon yang punya skill healing di bentuk awal dan efektif di sana, namun skill tersebut akan hilang ketika ia melakukan Evolusi. Adaptasi pada situasi terkadang membuat Anda lebih butuh bentuk awalnya daripada bentuk akhirnya.
Tentu saja akan ada opsi untuk memperkuat Digimon Anda di luar sisi evolusi sendiri. Akan ada beragam equipment yang bisa Anda pasangkan ke Digimon favorit Anda dengan limitasi dua slot yang akan membuatnya lebih mumpuni. Anda juga biasanya dibanjiri item bernama “Training” yang berlaku bak makanan, yang jika diberikan ke Digimon tertentu, akan langsung mendorong peningkatan beragam status bergantung item tersebut. Opsi Talk untuk merekrut Digimon yang kami bicarakan sebelumnya? Anda juga bisa memicu aksi Talk antara “majikan” dan si Digimon utama untuk menghasilkan buff super kuat yang membuat merek a lebih efektif menjadi mesin pembunuh untuk beberapa turn.


Sayangnya dari sisi mekanik dasar yang ada, Digimon Survive datang sebagai game strategi yang tak istimewa. Pada akhirnya ia selalu soal membawa Digimon terfavorit dan terkuat Anda ke pertempuran, melakukan evolusi di awal jika dibutuhkan, bergerak pelan karena limitasi gerak khas game strategi, dan kemudian berusaha memosisikan Digimon Anda berada di samping atau belakang Digimon lawan untuk menjamin damage lebih besar. Hadirkan satu Digimon untuk healing untuk jaga-jaga dan voila! Ini adalah pengalaman sisi strategi Digimon Survive Anda dari awal hingga akhir permainan. Tak banyak yang bisa dibicarakan di luar kelemahan seperti difficulty spike yang sempat terjadi dan tak rasional di salah satu titik cerita. Untungnya? Game ini selalu menawarkan pilihan tingkat kesulitan tanpa penalti apapun untuk Anda yang panik atau tidak sempat melakukan grinding di Free Battle.
Berita lebih baiknya lagi? Untuk Anda yang mulai tidak menikmati sisi yang satu ini dan hanya ingin bergerak ke sisi cerita selanjutnya, Digimon Survive juga hadir dengan opsi “Auto-Battle” dengan beberapa opsi berbeda yang bisa Anda manfaatkan. Sejauh kami menggunakannya, AI yang diusung cukup cerdas untuk memosisikan diri dan menundukkan musuh seefektif mungkin. Namun tetap ada kelemahan. Pertama, ia akan melakukan Evolusi namun tidak cukup pintar untuk turun ke versi lebih lemah atas nama menggunakan skill healing misalnya. Kedua? Entah karena alasan apa, kelas Digimon – Angemon / Angewomon memiliki AI yang membuatnya lebih sering menjauh dari medan pertempuran dan terus melakukan buff diri sendiri alih-alih ikut bergabung dengan Digimon lain yang tengah sibuk bertarung.
Kesimpulan

Digimon Survive adalah sebuah game yang “membingungkan” bagi kami, terutama dari sensasi yang ia tawarkan. Di satu sisi, ini adalah sebuah game visual novel yang membosankan. Sisi presentasi yang terbatas, pacing yang lambat membuat cerita terasa bertele-tele, mekanik yang mengharuskan Anda untuk berbicara dengan satu per satu karakter sebelum mendorong cerita utama, serta sisi strategi yang standar berujung mengecewakan. Namun di sisi lain, ia juga datang dengan daya tarik kuat yang membuatnya tetap seru dan mengundang rasa penasaran, terutama dari sisi cerita. Tema cerita yang benar-benar gelap, mekanik interaksi antar karakter yang mampu membuat pertempuran bahkan cerita bercabang, hingga karakterisasi yang tak sulit membuat Anda membangun rasa empati dan simpati tersendiri membuatnya bersinar. Ini adalah sebuah game penuh paradoks.
Maka alih-alih berbicara soal kelemahan yang sudah kami jabarkan di atas, memainkan Digimon Survive justru membuat kami berangan-angan soal situasi di timeline alternatif dimana proses ekskekusinya mengarah ke jalur yang lain. Bagaimana jika kisah diceritakan dalma bentuk ala 13 Sentinels: Aegis Rim misalnya yang datang dengan karakter dua dimensi dan latar belakang cerita dinamis, membuat dialog terasa lebih hidup. Bagaimana jika kisah gelap yang sama tetap dibawa dengan gaya Cyber Sleuth di masa lalu? Akankah membuat game ini terasa lebih baik? Jawaban kami saat ini adalah IYA. Ini akan jadi game yang jauh lebih bersinar sebagai visual novel sekalipun, jika ia disajikan dengan gaya yang berbeda dari apa yang ia tawarkan sekarang.
Lantas, apakah Digimon Survive pantas untuk dilirik? Pertanyaan tersebut akan kami kembalikan kepada Anda. Jika Anda seorang penggemar Digimon yang mencintai sisi cerita dan karakternya? Tentu saja iya, mengingat ini akan jadi salah satu seri terkelam yang pernah Anda cicipi. Namun jika Anda datang karena ingin menikmati mekanik gameplay strategi yang ia usung? Anda akan berujung kecewa karena pada dasarnya, Digimon Survive adalah sebuah game visual novel. Pertanyaannya adalah apa yang Anda inginkan dari game ini?
Kelebihan

Karakterisasi menarik dan dalam, tak sulit memicu rasa simpati, empati, bahkan antipati
Tema yang gelap
Saki
Opsi Digimon yang bisa Anda rekrut atau perkuat
Sistem Auto-Battle yang bisa diandalkan
Replayability di New Game +
Kekurangan

Pacing cerita bisa membuat plot terasa bertele-tele
Mekanik dimana Anda harus mencari karakter dan berbicara satu per satu
Sisi strategi terasa dangkal
Presentasi statis, terutama latar belakang lokasi, membuatnya mudah terasa monoton
Kurang musik hype
Difficulty-spike absurd di beberapa pertarungan cerita utama
Cocok untuk gamer: yang benar-benar mencintai Digimon, yang tak berkeberatan dengan deretan dialog panjang di visual novel
Tidak cocok untuk gamer: yang menginginkan game strategi solid, yang mudah merasa bosan