Review Bayonetta 3: Tak Cukup Satu Tante!
Viola

Memperkenalkan sebuah karakter baru di sebuah franchise yang sudah punya sejarah panjang bukanlah sesuatu yang mudah. Hal inilah yang berusaha dilakukan Platinum Games dengan Viola yang bahkan sudah menampakkan diri sejak awal-awal cerita Bayonetta 3 disajikan. Jelas bahwa ia hendak diposisikan sebagai karakter yang penting di seri ini dan mungkin, seri-seri selanjutnya.
Apakah berhasil? Sayangnya, di mata kami tidak. Viola boleh jadi salah satu penambahan konten yang justru membuat pengalaman Bayonetta 3 semakin buruk alih-alih kian menarik. Ada dua masalah besar terkait karakter bersenjatakan pedang dan dibantu oleh iblis besar bernama Chesire yang satu ini. Pertama, adalah kepribadiannya dalam cerita.
Alih-alih diposisikan sebagai karakter pendukung yang dingin, serius, atau menawarkan solusi dari setiap masalah yang harus dihadapkan Bayonetta, Viola justru diposisikan sebagai karakter lelucon yang dengan terpaksa berusaha memancing tawa Anda. Anda bisa melihat bagaimana ia harus berlari mencari air pada saat pantatnya kebakaran atau bagaimana ia tidak sengaja jatuh ke lokasi yang tidak pantas, atau bagaimana interaksinya dengan Chesire datang dengan begitu banyak aksi penuh keteledoran di sana-sini. Sebagai karakter baru yang hendak memegang peran penting dalam cerita, ini bukan kepribadian yang Anda inginkan. Ia gagal terlihat lucu, ia gagal memancing tawa Anda, ia gagal terasa simpatik, ia gagal terasa seperti karakter yang Anda inginkan muncul penting di game seperti Bayonetta. Karena pada akhirnya, karakter seperti Luka misalnya, sudah mengisi posisi yang sama.


Kedua? Dari sisi gameplay, ia juga terlihat tak sebanding dengan Bayonetta dan karenanya, semakin mudah memicu rasa frustrasi tersendiri. Salah satu pokok permasalahannya ada mekanik picu Witch Time miliknya. Bahwa alih-alih menggunakan aksi evade ala Bayonetta, Viola melakukannya menggunakan aksi Parry – dimana Anda harus menekan tombol Block di momen yang tepat. Sistem seperti ini fantastis jika Anda bertarung dengan 1 musuh seukuran dengan Anda. Namun bayangkan jika Anda dihadapkan pada setidaknya satu di antara dua situasi ini: Anda bertarung melawan banyak musuh sekaligus yang menyerang dari segala arah atau Anda bertarung melawan musuh-musuh besar dengan sistem kamera yang bahkan tak mampu memfasilitasi informasi apa yang sebenarnya tengah terjadi.
Ketimpangan dengan Bayonetta juga terjadi dari perbedaan signifikan soal varian senjata dan monster yang tersedia untuk digunakan. Ketika Bayonetta dipersenjatai dengan begitu banyak solusi, Viola “terjebak” hanya pada satu jenis senjata dan satu monster saja, dari awal hingga akhir permainan. Ini membuat Anda tak punya kesempatan untuk mengadaptasikan gaya gameplay Anda, apalagi ketika Anda bertemu dengan lebih banyak varian-varian musuh seiring dengan progress cerita. Ini membuat gameplay Viola juga terasa stagnan. Kesulitan menggunakan karakter ini benar-benar diwakili dengan fakta bahwa kami lebih banyak menghabiskan item penyembuh hingga 5-6x lipat dibandingkan saat menggunakan Bayonetta.

Tidak simpatik, tak punya kepribadian menarik, tidak terasa signifikan dalam keseluruhan cerita, sistem parry yang mudah membuat frustrasi, dan tak didukung dengan varian senjata atau iblis benar-benar membuat pengalaman bermain Viola berujung jadi bencana untuk kami pribadi.
Kesimpulan

Adalah sebuah kegembiraan tersendiri melihat game yang sudah ditunggu dan dikembangkan selama bertahun-tahun ini akhirnya tersedia dan bisa dicicipi dengan mata dan kepala sendiri. Bahwa pada akhirnya si Tante kembali! Kembali dalam bentuk cerita yang lebih gila, cut-scene penuh kehancuran, gaya, dan sensualitas, lengkap dengan mekanik gameplay baru, dan musik fantastis yang siap menemani di setiap chapter yang ada. Ia tetap hadir sebagai game action yang akan membuat adrenalin Anda terpacu kencang dari menit pertama.
Namun sayangnya, harus diakui bahwa Bayonetta 3 tidak lah sebaik atau sesempurna seri Bayonetta sebelumnya. Ada begitu banyak masalah yang mencederai pengalaman bermain kami, dari kehadiran Viola yang mengecewakan, sistem kamera yang tidak selalu optimal, kualitas visualisasi yang harus menelan pil pahit kelemahan performa Nintendo Switch, hingga sesi platformer yang sama tidak seru bersama dengan struktur misi berulang yang bisa mudah terasa membosankan. Kami juga sayangnya tidak suka dengan bagaimana konklusi cerita multiverse ini berakhir, yang membuat kami sedikit khawatir soal masa depan franchise ini jika ia memang dipastikan berlanjut ke seri selanjutnya.
Tetapi di luar semua kelemahan tersebut, Bayonetta 3 masih punya daya tarik yang tetap kuat sebagai game aksi racikan Platinum Games dengan identitasnya yang ikonik selama ini. Hanya saja harus diakui, lebih banyak Bayonetta tidak menjamin kualitas yang lebih tinggi.
Kelebihan

Identitas ikonik Bayonetta yang berhasil dipertahankan
VA baru Bayonetta melakukan tugasnya dengan baik
Musik fantastis yang membangun atmosfer
Cita rasa game action yang masih seru dan ketat
Varian sesi aksi berbasis Kaiju yang terasa epik
Varian senjata yang bisa digunakan Bayonetta
Kekurangan

Viola membuat frustrasi
Konklusi cerita mengkhawatirkan
Sistem kamera tak bisa diandalkan
Kualitas presentasi tercederai performa Switch
Struktur misi yang terasa berulang
Cocok untuk gamer: pencinta tante Bayonetta, senang dengan format gameplay action Platinum Games
Tidak cocok untuk gamer: yang tidak suka dengan gaya game action Platinum, yang menginginkan game dengan visual yang memanjakan mata