Review The Callisto Protocol: Permulaan yang Menjanjikan!
Super Indah

Pada saat review ini ditulis, masalah teknis yang mengitari The Callisto Protocol versi PC memang tidak bisa diabaikan begitu saja, dengan optimalisasi buruk dan stuttering menjadi dua masalah yang terus dibicarakan. Namun sebagai gamer yang mencicipinya di versi Playstation 5, kami bisa menyebut bahwa pengalaman yang ditawarkan terhitung cukup “aman”. Tidak ada stuttering separah versi PC, dengan framerate 30fps yang cukup konsisten dari awal hingga akhir permainan. Kesan kami untuk urusan presentasi ini tentu saja didasarkan pada pengalaman Playstation 5 kami.
Tidak perlu waktu lama sebelum Anda menghargai sisi presentasi visual yang ditawarkan oleh The Callisto Protocol ini. Sejak awal cerita dibuka dengan sinematografi yang solid dan dramatisasi yang oke, Anda juga akan menikmati model karakter yang penuh detail, lengkap dengan ekspresi wajah yang semestinya ketika dialog penuh emosi disalurkan di beberapa titik. Desain level yang ditawarkan ketika Anda menjelajahi Callisto juga hadir dengan tidak hanya penuh detail saja, tetapi juga beragam terrain berbeda. Anda akan menjelajahi terowongan penuh metal berkarat, ruang yang sudah terisi oleh elemen organik misterius di beberapa sudut, hingga lapangan luas penuh salju berisikan monster-monster membeku yang siap mengejutkan Anda. Ada apresiasi ekstra di sana.


Namun ada satu hal yang menurut kami gagal dilakukan The Callisto Protocol, yakni membuat atmosfer tersebut sebagai pondasi untuk menghadirkan rasa takut yang efektif. Kami menemukan sensasi “survival” di game ini, namun sama sekali tak menemukan kata “horror” dari awal hingga akhir permainan. Fakta bahwa kami yang penakut tak berkeberatan untuk menikmati game ini hingga pukul 2-3 pagi dengan kondisi lampu kamar yang padam seolah jadi testimoni tidak langsung bahwa aspek tersebut gagal ditawarkan Striking Distance untuk game yang satu ini.
Apa yang salah? Jika berkaca pada keberhasilan Dead Space untuk menawarkan kengerian hanya dari atmosfer saja di masa lalu, The Callisto Protocol terlalu mengandalkan jump-scare dengan suara keras nan mengejutkan yang sayangnya, tidak efektif dan mudah terprediksi. Ia juga gagal memaksimalkan efek suara-suara kecil untuk “mengelabui” atau membuat gamer menerka-nerka apakah akan ada musuh yang mengintai dalam jarak dekat atau tidak. Ia juga kurang memanfaatkan efek visual seperti kabut misalnya untuk “membungkus” musuh-musuh yang mungkin bergerak pelan di permukaan tanah atau menggunakan bayangan yang gelap untuk menyamarkan posisi mereka. The Callisto Protocol selalu menyajikan kepada Anda posisi musuh yang biasanya eksplisit dan dalam jarak pandang, dengan clue suara yang jelas, hingga Anda selalu bisa mempersiapkan diri. Rasa takut tersebut juga tergerus karena mekanik gameplay-nya yang akan kami bicarakan lebih lanjut nanti.


Satu hal yang cukup menarik dari The Callisto Protocol juga adalah desain level yang terhitung cukup linear dibandingkan Dead Space yang memberikan ruang cukup terbuka untuk Anda jelajahi. Di game ini, Anda akan bergerak dari satu area ke area baru sesuai dengan cerita yang disajikan. Biasanya akan ada cabang jalan di beberapa titik dimana jalan “sampingan” yang Anda tempuh akan menawarkan resource ekstra untuk dikumpulkan atau bahkan ruang rahasia dengan konten menarik di dalamnya. Namun Anda tidak akan bertemu dengan situasi dimana Anda menemukan sebuah kuci ruang misalnya, yang membutuhkan Anda melakukan backtrack panjang ke area sebelumnya hanya untuk membukanya. Area sampingan yang bisa Anda eksplorasi biasanya dekat dengan jalan cerita utama atau biasanya, akan ditutup mengarah ke sana untuk kenyamanan Anda.

Sementara dari sisi audio, The Callisto Protocol menjalankan tugasnya dengan baik. Walaupun ia tidak banyak dipenuhi suara kecil sebagai sumber terror yang efektif pada saat eksplorasi, hampir semua aspek sisi audio yang lain menjalankan tugasnya dengan baik, dari voice acting setiap karakter yang dihadirkan hingga kepuasan mendengar serangan melee atau senjata api yang Anda gunakan mengenai musuh yang ada. Sementara untuk OST, tidak ada yang istimewa. Karena sepertinya halnya game survival horror yang seharusnya, Anda akan lebih banyak ditemani dengan kesunyian atas nama intensitas alih-alih musik pengiring selama Anda bergerak dan berjuang untuk bertahan hidup.
Tukang Pukul

Maka seperti game survival horror yang seharusnya, Jacob juga akan dipersenjatai di The Callisto Protocol atas nama agresivitas dan kebutuhan untuk bertahan hidup. Namun tidak seperti kebanyakan game survival horror, terutama Dead Space yang notabene berbagi DNA yang serupa dengannya, dimana senjata api adalah fokus utama, The Callisto Protocol justru menjadikan serangan melee sebagai andalan. Jika digunakan dengan timing yang tepat, ia akan menghabisi musuh dengan sama efektifnya, bisa dikombinasikan dengan serangan senjata api, dan tentu saja membantu Anda berhemat. Inilah yang menjadi identitas unik The Callisto Protocol.
Lantas, bagaimana sistem ini bekerja? Seperti yang bisa diprediksi, hampir 90% dari jenis musuh yang Anda hadapi di The Callisto Protocol, terlepas dari ukuran dan varian, akan berusaha untuk menghabisi Anda dengan serangan melee. Beruntungnya, game ini juga datang dengan sistem evade paling sederhana dan mudah di muka bumi. Bahwa tidak seperti game action kebanyakan dimana Anda harus melakukan roll dengan tombol spesifik secara manual atau mengeksekusi aksi hindar di timing tepat, The Callisto Protocol hanya meminta Anda untuk menahan analog kiri atau kanan saja. Benar sekali, Anda hanya perlu menahannya. Selama Anda menahan analog kiri atau kanan, yang terkadang harus dilakukan bergantian jika musuh melakukan serangan kombinasi, Anda akan menghindari serangan melee mereka. Anda juga bisa menekan analog bawah untuk aksi guard, yang tentu saja akan memangkas jumlah damage yang Anda terima dengan signifikan.


Maka sisanya adalah bak aksi tunggu-menunggu. Selalu menjadi langkah yang bijak untuk membiarkan musuh menyerang Anda lebih dulu, yang biasanya bisa berujung menjadi serangan 1 – 4 kombo berturut-turut, memerhatikan animasi lelah mereka, dan baru memasukkan serangan melee Anda. Serangan ini akan menghasilkan damage yang jelas pada musuh, yang terkadang bahkan berujung pada mutilasi tangan ataupun kepala. Atas nama aksi minim resiko, ini akan jadi rutinitas yang Anda lakukan hampir di semua musuh, kecuali mini-boss yang hanya bisa ditundukkan dengan senjata api saja. Namun seiring dengan perjalanan, kompleksitas akan bertambah.
Ketika Anda sudah mendapatkan senjata api, setidaknya Hand Cannon, serangan melee ini kemudian bisa dikombinasikan dengan tembakan di akhir serangan kombinasi Anda. Tetap menggunakan setidaknya 1 peluru untuknya, aksi yang bisa dipicu ketika sebuah target berwarna biru muncul di pertengahan serangan kombinasi Anda ini akan menghasilkan damage yang lebih besar pada sang target musuh. Namun ada pula situasi yang membuat Anda harus melakukan aksi tembak pada serangan melee ini terlepas apakah ikon target ini muncul atau tidak, yakni saat animasi tentakel muncul dari tubuh atau kepala sang monster. Dengan batas waktu hanya sekian detik saja, jika Anda gagal menyuntikkan peluru ke tentakel ini, setiap musuh akan bertransformasi menjadi wujud yang lebih besar dan galak. Mereka akan hadir lebih tebal, lebih cepat, dan lebih mematikan, yang tentu saja akan membuat Anda semakin repot.


Sisa tugas Anda yang lain adalah memerhatikan kira-kira varian monster seperti apa yang Anda hadapi. Mengapa? Karena beberapa di antaranya memiliki satu atau dua kelemahan yang bisa dieksploitasi. Ada monster berkaki empat yang mampu berkamuflase dan menghilang, namun bisa dibunuh hanya dengan dua atau tiga serangan melee saja yang membuat aksi menghindar dan menyerang balik akan terasa lebih efektif untuk menghemat resource. Ada pula jenis monster tanpa mata namun sensitif suara yang sangat mudah untuk dihabisi dalam satu kali tusuk lewat sistem stealth yang juga dihadirkan. Musuh tipe yang satu ini juga uniknya “tuli” pada animasi finishing dari Jacob hingga mereka tak akan bereaksi aktif walaupun Anda baru saja menghabisi monster lain dalam jarak tak kurang dari 30 cm. Memahami kira-kira musuh apa yang Anda temui juga akan membantu membangun skala prioritas kira-kira mana saja yang perlu dihabisi lebih dulu. Anda misalnya, tidak akan ingin membiarkan monster kecil melata dengan peledak di perutnya, yang kebetulan mampu bergerak lebih cepat dibandingkan monster lain untuk mencapai Anda lebih dulu.
Berita baiknya? Jacob juga akan dibekali dengan kemampuan telekinesis yang memungkinkan Anda untuk menarik, mengangkat, dan melempar objek ataupun musuh saat dibutuhkan. Di beberapa titik pertarungan, ini akan jadi kunci utama Anda untuk melewati tantangan yang ada, dimana jalan terbaik adalah melemparkan musuh-musuh ini ke jurang atau ke beragam dinding dengan paku tajam hingga motor-motor berpisau tajam untuk menghabisi mereka secara instan. Ini berarti Anda tak perlu lagi dipusingkan dengan serangan melee bertubi-tubi yang melelahkan atau mengorbankan peluru untuk mereka. Salah satu kelemahan strategi ini? Selain harus menjaga resource Energy yang dibutuhkan untuk mengeksekusinya, tubuh monster yang hancur lebur tidak akan meninggalkan resource apapun. Karena salah satu cara untuk mendapatkan resource dari health, peluru, hingga Credits adalah dengan menginjak-ngijak mayat monster yang baru saja Anda tundukkan. Tidak ada mayat sama dengan tidak ada resource.


Resource yang Anda dapatkan di sepanjang perjalanan memang tidak semuanya akan bermanfaat secara langsung ke Anda. Anda akan menemukan beberapa “sampah” dimana satu-satunya fungsi yang ia miliki adalah untuk dijual sebagai ekstra Credits yang berperan sebagai mata uang di The Callisto Protocol. Menggunakan beragam station yang tersebar di sepanjang perjalanan, Anda bisa menggunakannya untuk dua hal – memperkuat senjata yang sudah Anda miliki dengan menggunakan sistem bak Skill Tree atau menciptakan senjata api yang baru selama Anda memiliki schematic yang dibutuhkan. Masing-masing darinya akan memperbesar kesempatan Anda untuk bertahan hidup. Kami sendiri berfokus untuk memperkuat baton melee kami hingga maksimal terlebih dahulu, yang walaupun butuh waktu, harus diakui membuat perjalanan kami lebih mudah.
Maka sisa dari hal yang butuh Anda lakukan adalah berhati-hati dan waspada, dimana prioritas utama adalah menghabisi musuh satu per satu alih-alih mengundang mereka sekaligus. Anda akan sering mati, namun Anda akan melihatnya sebagai proses trial & error untuk menjajal strategi yang berbeda di respawn selanjutnya. The Callisto Protocol juga akan menyediakan begitu animasi mati yang brutal untuk “menemani” Anda, yang harus diakui keren di awal, namun mulai menjengkelkan di akhir, apalagi jika animasi mati yang tak bisa dilewatkan ini datang dari sumber ancaman yang sama, berulang dan berulang.