Menjajal Final Fantasy XVI: Kini Dewasa, Penuh Gairah!
Presentasi yang Luar Biasa!

Dengan hanya menonton trailer yang sudah disajikan oleh Square Enix selama ini untuk Final Fantasy XVI sepertinya sudah memberikan jaminan untuk dua hal: pertama – ia bisa jadi menjadi salah satu game Final Fantasy dengan visual terbaik yang pernah ada di pasaran, apalagi denganpendekatan sinematik yang ia usung. Kedua? Identitas tersebut bahkan tak sulit naik kelas, bahwa ia bisa saja menjadi salah satu game Playstation 5 dengan grafis terbaik hingga saat ini. Mencicipi game ini dan melihatnya secara langsung memberikan jawaban yang jelas bahwa kedua hal ini berpotensi benar. Yang lebih mengagumkannya lagi? Visual bukan satu-satunya hal yang ia jual.
Rasa jatuh hati kami pada kualitas visual Final Fantasy XVI sepertinya datang dari menit pertama kami memainkannya, yang kemudian teramplifikasi ketika kami mulai terjun mencicipi skenario pertarungan Eikon versus Eikon yang tidak hanya terasa epik dengan ragam efek partikel dan destruktif yang gila saja, tetapi juga datang dengan detail-detail kecil. Sebagai contoh? Ketika Anda tengah berperan sebagai Ifrit misalnya, hanya sekadar bergerak mendekati pohon terdekat saja sudah cukup untuk membuatnya hangus terbakar secara instan, mengingatkan Anda pada adegan serupa dengan Atomic Godzilla versi Hollywood beberapa waktu lalu. Presentasi visual pada beragam setting yang Anda temui, dari kota hingga hideout milik Cid juga diisi dengan ragam efek tata cahaya yang dramatis. Sementara untuk urusan berantem? Sepertinya tidak perlu lagi menyangkal bahwa Clive siap memamerkan keahlian bertarungnya yang juga dipengaruhi oleh kekuatan Eikon mana yang ia pilih, dimana transisi juga bergerak sangat halus.
Namun pada akhirnya, pendekatan super sinematik Final Fantasy XVI lah yang menjual game ini kepada kami dari sisi presentasi yang ada. Bahwa ia datang dengan sudut pandang kamera, dengan sekues bertarung dan QTE yang sepertinya tidak sulit untuk dibandingkan dengan game-game Hideo Kojima sekalipun. Pertarungan antara Eikon terasa begitu destruktif dan masif, sementara pertarungan personal Clive melawan monster-monster lebih kecil tak kalah indahnya. Semuanya disempurnakan dengan desain kostum wajah dan karakter yang sepertinya tidak sulit untuk berujung memorable, apalagi mengingat setiap kerajaan akan datang dengan budaya dan ideologi mereka sendiri-sendiri.
Masih tak cukup? Pujian pun mengarah pada semua kualitas audio yang ia tawarkan. Mencicipi keseluruhan sesi media preview ini dengan menggunakan VA bahasa Inggris, kami dengan bahagia melaporkan bahwa kualitasnya berada di atas rata-rata atau mungkin setara dengan indahnya kualitas VA Final Fantasy VII Remake. Dengan cita rasa aksen british yang kental, ia terlihat cocok untuk atmosfer fantasi medieval yang memang kuat di Final Fantasy XVI. Ditambah dengan dukungan bahasa-bahasa kotor yang mengalir dengan natural, apalagi didukung dengan kualitas VA spesifik milik Cid yang begitu berat dan memanjakan telinga, kami sepertinya sudah memilih bahasa Inggris sebagai bahasa utama kami memainkan Final Fantasy XVI nantinya.
Kualitas audio yang fantastis tersebut juga menyeruak sejak menit pertama, berkat talenta seorang Masayoshi Soken yang memang tidak menahan diri untuk memastikan telinga Anda juga merasakan apa yang tengah Anda lihat di depan mata. Mendengar bagaimana choir berteriak membahana ketika dua Eikon raksasa saling bertukar pukulan di tengah lingkungan yang hancur berantakan hanya salah satu bagian dimana telinga Anda termanjakan dan bulu kuduk Anda ikut merinding. Hal kecil seperti Victory Fanfare yang kini dinyanyikan alih-alih sekadar choir saja sudah cukup untuk membuat kami berujung jatuh cinta dan sama sekali tak punya keluhan soal musik Final Fantasy XVI di 4 jam pertama tersebut.
Melihat dan menikmati game ini dengan mata kami sendiri secara langsung memang menawarkan sesuatu yang bahkan lebih istimewa dibandingkan sekadar menikmatinya di trailer saja. Ini tidak hanya akan jadi salah satu game Final Fantasy atau game Playstation 5 terindah saja, tetapi yang akan membuat telinga Anda termanjakan baik dari sisi kualitas musik ataupun VA Inggris yang ia bawa.
Olahraga Tangan

Sesi 4 jam permainan awal kami berujung berisikan dua buah skenario berbeda dengan dua timeline Clive yang juga berada di usia yang berbeda. Di usia belasan tahun yang masih muda, Anda hanya bisa mengakses dan menggunakan kemampuan Phoenix saja, yang notabene memang membuatnya terasa terbatas. Walaupun aksi menghindar, terus menyerang, sembari mengaktifkan skill yang cocok di pohon skill saat Anda naik level tetap seru, namun selalu ada situasi dimana Anda harus menunggu dan memerhatikan waktu cooldown skill Phoenix, yang di titik ini, memang jadi yang satu-satunya Anda miliki.
Keseruan terbaik sistem bertarung Final Fantasy XVI memang harus diakui datang ketika Clive sendiri sudah bisa mengakses beragam kekuatan Eikon yang bisa Anda gonta-ganti secara instan saat bertarung. Mengingat setiap kekuatan ini punya efek khasnya masing-masing, dimana Phoenix memungkinkan Anda melakukan teleport singkat ke arah musuh, Garuda dengan kemampuan menarik musuh, dan Titan yang bisa menangkis serangan musuh ala parry, Anda juga diberikan sebuah kesempatan untuk memanfaatkan ragam fitur ini dengan sebaik mungkin. Setiap kekuatan Eikon ini juga akan dipersenjatai dengan setidaknya dua skill lainnya yang pada akhirnya, memang ditujukan untuk menghadirkan damage yang besar.
Memainkan 4 jam awal Final Fantasy XVI sepertinya membuat kami bisa menyederhanakan skenario pertarungan game in ke dalam dua bagian besar: melawan mob atau pertarungan 1 vs 1. Pertarungan melawan mob biasanya menuntut Anda untuk lebih banyak bergerak, menyerang secara aktif, dan berusaha menghabisi sebanyak mungkin musuh yang biasanya cukup tercederai berat hanya dari skill-skill Eikon saja. Sementara untuk pertarungan 1vs1, Anda akan menanganinya seperti game-game action seharusnya. Ini berarti setiap pertarungan 1vs1, baik dalam bentuk musuh humanoid atau monster raksasa, biasanya menuntut Anda untuk mawas soal animasi gerak musuh, melakukan parry atau evade di timing untuk ekstra keuntungan, dan memastikan diri untuk mengeksekusi skill di timing yang tepat. Pertarungan ini sendiri tidak akan berujung semudah yang Anda bayangkan, namun untungnya, punya window parry yang cukup lebar untuk dieksekusi.
Untuk pertarungan terakhir ini, Anda akan perlahan memahami bahwa kunci kemenangan memang tidak terletak pada usaha untuk menghabisi bar HP musuh secara barbar begitu saja. Kunci terbaik setidaknya di sesi permainan kami adalah menghabisi bar Stagger mereka yang akan membuat si musuh jatuh dalam kondisi stun dan siap menerima damage lebih besar. Memastikan bahwa Anda punya skill yang aktif pada saat situasi ini terjadi akan menjadi kunci untuk menyelesaikan pertarungan lebih cepat. Salah satu strategi yang kami pilih? Menggunakan kekuatan Eikon milik Phoenix dan Garuda untuk menghabis bar Stagger musuh-musuh ini, dan memastikan kami setidaknya selalu memiliki skill aktif milik Titan yang punya damage masif pada saat kondisi stagger musuh terpicu. Dengan efek getar Haptic Feedback dan Adaptive Trigger yang ada, mengeksekusi setiap skill ini selalu terasa memuaskan.

Masih belum cukup? Walaupun sebagian besar NPC yang jadi companion Anda akan bergerak secara otomatis tanpa perlu Anda kendalikan, Anda tetap akan ditemani oleh satu companion lain, yang harus secara aktif Anda perintahkan. Benar sekali, kita bicara soal Torgal. Dengan menggunakan tombol d-pad yang ada, Anda bisa menyuruh Torgal untuk melakukan satu di antara tiga aksi yang ada: menyerang, melakukan healing dalam jumlah kecil, atau melambungkan musuh ke udara. Permasalahannya? Perintah untuk Torgal ini (jika Anda tidak menggunakan aksesoris) harus Anda eksekusi setiap kali Anda membutuhkannya. Ini berarti Anda akan bertemu dengan situasi dimana tangan Anda yang sudah sibuk menyerang, menggunakan skill Eikon, membolak-balik kekuatan Eikon, melihat waktu cooldown mereka, juga harus mengingat bahwa Anda bisa memerintah Torgal secara manual! Kurang sibuk apa.
Berita baiknya? Dengan sistem healing yang mereka usung, Final Fantasy XVI ini akan tetap terasa menantang dan seimbang di saat yang sama. Dengan menggunakan tombol d-pad yang memang bisa digunakan untuk menyematkan penggunaan item secara instan, healing akan terjadi secara instan. Ini berarti Clive tidak akan datang dengan animasi duduk dan menenggak potion-potion ini yang tentu saja di situasi seperti seri Souls misalnya, harus dijadikan sebagai bahan perbandingan. Sebagai kompensasi dari sistem ini? Anda tidak akan bisa membawa item penyembuh sebanyak yang Anda inginkan. Anda hanya bisa membawa setidaknya 5 buah di dalam stock saja. Berita baiknya? Jika Anda menemukan ekstra potion saat eksplorasi dan kantong Anda penuh, Clive akan otomatis menggunakannya untuk menyembuhkan diri dan memastikan stock Anda tetap maksimal.
Maka sisa dari perjalanan Anda, dari sekadar bergerak dari misi utama ke misi utama lainnya adalah dengan berusaha menyelesaikan ragam misi sampingan yang ada. Di sesi permainan kami, sebagian besar misi sampingan tersebut bersumber dari beragam NPC unik yang hidup di hideaway milik Cid. Berita baiknya? Seperti game-game modern pada umumnya, dengan hanya mengakses peta lokal yang ada, Anda bisa langsung memeriksa kira-kira NPC mana yang tengah punya misi sampingan dengan keterangan jelas soal apa yang ia minta. Reward akan berujung exp points dan beragam material yang bisa Anda arahkan untuk melakuan aksi upgrade senjata dan ragam aksesoris Anda.
Kualitas misi sampingan yang ditawarkan di 4 jam pemainan kami sendiri terhitung beragam. Ada yang datang super panjang, kompleks, dengan beberapa boss untuk ditundukkan di dalamnya. Namun tidak bisa dipungkiri, ada pula yang sangat sederhana, dimana Anda harus mengantar sup panas ke tiga pelanggan yang ternyata duduk berdekatan misalnya. Misi sampingan akan memberikan konteks lebih baik untuk karakter dan cerita, namun dipastikan tidak akan mempengaruhi sisi cerita. Berita baiknya lagi? Final Fantasy XVI juga punya fitur bernama “Active Time Lore” untuk membantu gamer memahami apa yang terjadi di cerita dan karakter, dinamikanya, dan apa saja yang berubah jika Anda berujung pelupa.