Review Marvel’s Spider-Man 2: Dua Lebih Baik!
Apresiasi pada Kemanusiaan
Sebuah cerita superhero adalah sebuah cerita soal kekuatan fantasi yang tidak bisa kita lakukan di dunia nyata, dimana daya tarik terbesarnya ada pada imajinasi untuk menundukkan puluhan musuh tanpa kesulitan dan menyelamatkan dunia. Walaupun demikian, tidak sedikit cerita superhero di luar sana yang lewat kemampuan super-nya justru berujung memberikan lebih banyak ruang bagi sang “sisi manusia” untuk keluar dan bercahaya, yang membuat keseluruhan pengalaman menjadi lebih emosional dan berarti. Berita baiknya? Hal tersebutlah yang berhasil dilakukan dan didorong oleh Marvel’s Spider-Man 2.
Bahwa ini memang cerita soal dua manusia laba-laba yang berusaha melindungi kota New York yang mereka cintai, namun untungnya, ia tidak terjebak hanya pada hal itu saja. Sejak awal kita sudah disambut dengan kesulitan kedua karakter utama kita – Peter Parker dan Miles Morales untuk menjalani kehidupan ganda mereka yang tanpa pamrih, dimana untuk menyelamatkan kota, mereka harus membuat kehidupan pribadi mereka, dari sekadar pendidikan hingga stabilitas keuangan sebagai resiko yang harus dikorbankan. Alih-alih sekadar lalu, Anda bisa melihat bagaimana hal seperti ini mempengaruhi Peter dan Miles lewat skema gameplay interaktif yang juga dijadikan sebagai media cerita. Anda bisa melihat betapa kumuh dan kotornya rumah Aunt May yang ditempati Peter hanya karena keterbatasan waktu untuk mengurusi di sela-sela kehidupan superhero-nya atau bagaimana Miles harus terus berhadapan dengan rasa sedih sekaligus amarah balas dendam membara karena kejadian di seri sebelumnya. Semuanya disajikan dengan sangat baik.
Rasa apresiasi terhadap kemanusiaan itu juga mengakar pada satu hal yang sering juga dilupakan oleh penyedia cerita superhero, bahkan di film layar lebar sekalipun. Bahwa yang menjadikan seorang superhero sebagai superhero adalah kata “Hero”-nya alias Pahlawan. Dan untuk menyandang status sebagai seorang “Pahlawan”, ia harus datang dari orang-orang yang melihatnya sebagai demikian, yang biasanya datang dari orang-orang yang sempat ia selamatkan. Maka di Marvel’s Spider-Man 2 itu sendiri, aspek ini juga terus menjadi hal yang ditonjolkan. Bahwa fokus kedua manusia laba-laba ini tidak selalu berkutat pada aksi membasmi kejahatan, tetapi juga memastikan bahwa yang menjadi korban kejahatan tersebut tidak jatuh ke dalam situasi yang lebih buruk. Scene-scene penyelamatan penduduk yang tengah berada di situasi kritis adalah bagian yang paling kami sukai dari Marvel’s Spider-Man 2, yang mendorong identitas game superhero seharusnya, alih-alih hanya bercerita soal kemampuan super vs orang jahat yang terkadang terasa lupa esensi.
Ruang kemanusiaan itu kemudian diperlebar dengan beberapa misi sampingan yang bisa diakses oleh Miles dan Peter dengan ekstra cerita, bukan hanya sekadar misi-misi kecil sampingan untuk reward. Dengan ikon khusus yang berbeda, cerita-cerita ini memang memberikan ruang bagi “karakter sampingan” Marvel’s Spider-Man 2 untuk bersinar, baik dari karakter pendukung atau kota-nya sendiri. Sebagai contoh? Salah satu misi akan meminta Anda untuk mencari kembali alat musik antik yang punya sejarah panjang dengan sang kota, yang kemudian akan membawa Anda pada ruang pameran penuh potongan cerita dan sejarah di dalamnya.
Misi terfavorit kami? Ketika Anda berkesempatan untuk menyelami cerita sang karakter pendukung Miles sekaligus target romansanya – Hailey yang diposisikan sebagai karakter tunarungu. Benar sekali, alih-alih sekadar karakter sampingna, Hailey mendapatkan porsi ceritanya yang berujung menggugah. Untuk mewakili keterbatasannya, selama periode bermain Hailey, Anda benar-benar tidak disuguhkan suara sama sekali seperti bagaimana Hailey harus berhadapan dengan dunia selama ini. Untuk bisa berkomunikasi dengan orang lain, ia harus memerhatikan ekspresi wajah mereka yang di-matanya berubah menjadi sejenis emoticon. Berkesempatan untuk menikmati dunia dari kacamata Hailey yang juga tidak pernah terperangkap pada fakta ia adalah seorang tuna rungu berujung menginspirasi. Cerita lainnya juga datang dari seorang gelandangan bernama Howard dan merpati-merpati kesayangannya yang berhasil membuat kami berlinang air mata di akhir. Anda harus menikmatinya sendiri.
Fakta bahwa Marvel’s Spider-Man 2 memberikan ruang besar bagi nilai-nilai dan topik kemanusiaan untuk bersinar di tengah fakta bahwa ia adalah sebuah game superhero menjadi sebuah pendekatan kontras yang berujung membuat sang pengalaman menarik dan menggugah di saat yang sama. Tenang saja, Anda yang senang mampir dan sekadar menghampiri para NPC yang tengah berjalan-jalan masih akan menemukan kesempatan untuk berinteraksi dari mereka, dari sekadar menuai pujian hingga berfoto bersama.
“Aku Sayang Kamu”
Di titik ini, kami pribadi percaya bahwa hampir sebagian besar gamer Indonesia, apalagi yang dengan sukarela membeli game single-player yang berfokus pada sisi cerita seperti halnya Marvel’s Spider-Man 2 sebenarnya sudah punya pengetahuan cukup mendasar soal bahasa Inggris untuk setidaknya memahami apa yang terjadi. Bahwa kemampuan bahasa Inggris ini pun sudah cukup untuk menguasai beragam menu yang ada, memahami apa yang bisa Anda lakukan dan tidak, dan memanfaatkan kemampuan kedua Spider-Man dengan sebaik dan seefektif mungkin. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada rasa bahagia tidak tergambarkan ketika Marvel’s Spider-Man 2 memastikan bahwa ia akan datang dengan subtitle Indonesia!
Ini memang bukan game first-party Sony pertama yang melakukannya, mengingat RETURNAL dari Housemarque sudah melakukannya lebih dahulu via rilis versi PC yang sudah tersedia. Walaupun demikian, tetap saja ada rasa bahagia dan bangga bahwa pasar video game Indonesia sudah dianggap cukup penting untuk menyertakan subtitle bahasa Indonesia di dalamnya, yang tentu saja akan membuka ruang juga bagi lebih banyak gamer Indonesia untuk menikmatinya secara optimal. Pertanyaannya tentu saja, apakah subtitle ini hadir dengan kualitas yang baik atau tidak. Pertanyaan yang dengan bahagia untuk kami jawab dengan “Iya”, bahwa subtitle ini datang dengan kualitas cukup memesona.
Dengan semua bahasa resmi dan slang yang melebur ke dalam bahasa Indonesia yang kita kenal, proses subtitle seperti ini di mata orang Indonesia memang bukanlah proses yang dihitung mudah. Terlalu resmi? Maka keseluruhan pengalaman akan terasa super kaku dan sulit dinikmati, yang biasanya diikuti dengan pertanyaan dan kecurigaan soal tim penerjemahnya itu sendiri. Terlalu santai? Ada begitu banyak bahasa slang yang mungkin saja tidak dipahami oleh gamer Indonesia yang lain. Diksi terlalu terbatas? Maka seperti menemukan subtitle racikan terjemahan komputer yang tentu saja tidak bisa dinikmati. Kualitas translasi Marvel’s Spider-Man 2 di mata kami, datang di atas rata-rata.
Apresiasi ekstra karena alih-alih menerjemahkannya secara mentah, jelas bahwa tim penerjemah yang ditunjuk oleh Insomniac Games dan Sony hadir dengan ekstra kerja keras untuk memahami konteks pembicaraan yang tengah berlangsung dan kemudian memilih padanan kata yang tetap baku namun terasa cocok di kalimat yang ia terjemahkan. Hasilnya adalah kualitas subtitle yang terasa natural, tidak terasa canggung ataupun memalukan. Kerennya lagi? Tidak hanya sekadar pembicaraan sambil lalu dan cut-scene saja yang diterjemahkan, tetapi juga pertukaran teks dalam perangkat mobile yang juga mengalami proses yang sama, membuatnya bahkan lebih pantas diapresiasi lagi.
Walaupun demikian, bukan berarti ia datang dengan sempurna. Berdasarkan preferensi kami pribadi, kami akan lebih memilih untuk tidak menerjemahkan jenis-jenis serangan spesial yang bisa dilakukan Miles atau Peter yang justru terdengar aneh. Sebagai contoh? Serangan Miles kini menjadi “Hajar Sengat” dan “Terjang Sengat” yang memang harus diakui, membuat efek kerennya sedikit memudar karena keputusan tersebut. Kami juga masih menemukan setidaknya satu deskripsi misi sampingan yang terjemahannya terlalu “dipaksakan” hingga sulit dimengerti. Namun di luar hal tersebut, ini menjadi sebuah langkah pertama dari Sony dan Insomniac Games yang pantas untuk diapresiasi dan didorong ke lebih banyak game first-party di masa depan nantinya.