Review Like a Dragon – Infinite Wealth: Tinju dan Air Mata Sang Naga!
Hawaii dan Relevansi

Tidak lagi terjebak di Jepang, khususnya Yokohama seperti di seri sebelumnya, Like a Dragon: Infinite Wealth akhirnya membawa Anda terbang ke Amerika Serikat. Untungnya tidak langsung ke sang daratan utama dan kota-kota besarnya yang tentu saja lebih kompleks dari urusan desain kota, jalanan, hingga sosial budaya, Ryu Ga Gotoku bermain sedikit lebih “aman” dengan memilihi Hawaii. Ini juga jadi sebuah pilihan yang rasional karena tampaknya sudah jadi pengetahuan umum bahwa Hawaii merupakan salah satu destinasi terfavorit warga Jepang, dengan tidak sedikit dari mereka juga tinggal dan menetap di sana.
Hawaii, khususnya Honolulu yang dijadikan Like a Dragon: Infinite Wealth sebagai basis ini hadir dengan kualitas yang pantas untuk diacungi jempol. Pertama, ia berhasil terasa berbeda dengan kota-kota Jepang dari Like a Dragon selama ini. Ada pantai besar nan indah yang selalu ramai dengan matahari terbenam yang indah di sana, wanita-wanita berbikini yang hilir mudik menikmati pemandangannya atau kolam renang resort terdekat, dan tentu saja arsitektur bangunan dengan nama-nama yang akan terdengar asing. Kedua? Sudah pasti masalah sosial budaya. Anda akan berjumpa juga dengan NPC yang jelas obesitas yang tak pernah Anda temui di Jepang sebelumnya, lebih banyak orang dari ras dan kultur berbeda saling berinteraksi satu sama lain, kehadiran klub striptis yang sayangnya tak hadir eksplsiit,dan beragam misi sampingan dengan pondasi cerita atau tema yang memang unik di kultur mereka, seperti misalnya masalah membantu seorang anak menjual limun. Anda bahkan bisa menyapa orang-orang asing di jalan atas nama keramahan semata.


Dari sisi teknis, Anda juga bisa merasakan gaya visual khas Like a Dragon yang kembali menjalankan tugasnya dengan baik, terutama untuk model karakter. Detail ekspresi wajah karakter yang berhasil diproyeksikan di setiap cut-scene yang ada membantu membangun atmosfer yang seharusnya. Anda bisa memahami bahwa mereka tengah marah, terkejut, sedih, atau sekadar bergembira lewat gerak otot wajah yang sesuai dan tak berlebihan. Like a Dragon: Infinite Wealth juga tetap menyuntikkan konten video live-action untuk sisi “nakal”-nya yang kini diposisikan bak mini-game Tinder, dimana Anda harus mengirimkan pesan via perangkat pintar Anda ke target sasaran, mengajak mereka bertemu, dan berharap mereka ingin bertemu. Masih hadir dengan gaya bicara dan pakaian sensual, satu yang mengejutkan adalah bagaimana konten ini sekarang “go international”. Tidak lagi hanya cewek Jepang saja, ada cewek asal Tiongkok dan barat untuk Anda kejar di sini.
Namun yang paling kami hargai dari Like a Dragon: Infinite Wealth adalah bagaimana ia berhasil membangun relevansi dan darinya cita rasa yang begitu otentik. Relevansi? Ya karena ada begitu banyak hal yang ia angkat memang bersinggungan langsung dengan apa yang sempat atau bahkan tengah kita rasakan saat ini. Di awal permainan saja, ia memberikan sedikit referensi ke masalah pandemi COVID-19 yang ternyata juga mereka rasakan. Sementara di sisi cerita utama, ia berhasil melebur konsep populer seperti Vtubers dan Influencers di internet yang bisa saja menyimpan begitu banyak rahasia gelap di belakang mereka. Kami juga mengapresiasi hal sekecil masalah “konversi uang” yang membuat petualangan ini menjadi terasa lebih realistis. Total uang yang Anda kumpulkan di Hawaii misalnya akan otomatis di-konversi ke Yen begitu Anda kembali ke Jepang dan sebaliknya. Tenang saja, konversinya dipemudah, dimana USD 1 = 100 Yen di sini.


Tidak hanya masalah relevansi saja, tetapi juga kemampuan Like a Dragon: Infinite Wealth untuk menciptakan atmosfer yang terasa begitu otentik. Cita rasa tersebut dari keputusan untuk tetap mempertahankan “status” Hawaii sebagai bagian dari Amerika Serikat dan karenanya, berbahasa Inggris. Petualangan Ichiban yang notabene tidak bisa berbahasa Inggris untungnya tidak langsung dipaksakan dengan cerita atau situasi dimana tiba-tiba semua orang Hawaii tiba-tiba bisa berbahasa Jepang. Anda akan bertemu dengan situasi dimana Ichiban tidak bisa mengerti apa yang dibicarakan oleh NPC dan sebaliknya, dan berusaha untuk saling memahami lewat ekspresi atau kata-kata yang terbatas. Melihat bagaimana cerita bergerak dengan warga Hawaii berbicara Inggris dan Ichiban dengan para gang-nya tetap berbahasa Jepang kian membuat perjalanan menemukan Akane ini kian imersif.

Maka dengan kombinasi ini, tidak ada lagi puja-puji lebih tinggi kami arahkan kepada para VA yang menjalankan tugasnya dengan baik. Jika ada satu keluhan untuk masalah VA ini, maka akan kami arahkan hanya pada satu karakter saja – Bryce yang diposisikan sebagai karakter bi-lingual dari Hawaii di cerita ini. Namun fakta bahwa ia fasih berbahasa Jepang dan berujung berbahasa Inggris sedikit terbatas dengan akses agak sedikit menghancurkan identitas tersebut karena Anda paham jelas bahwa besar kemungkinan VA Bryce adalah orang Jepang. Kami sendiri tidak sudi mengganti keseluruhan VA ini menjadi bahasa Inggris untuk menjaga pengalaman lebih otentik, sekaligus menghindari suara Kiryu dari YongYea yang tetap tidak “sreg” di telinga kami. Sementara dari sisi musik? Musik pengiring dan barisan lagu karaoke yang bisa Anda nikmati menjadi testimoni perhatian cukup besar yang dilimpahkan Ryu Ga Gotoku di sini, apalagi kini dengan opsi player musik jika Anda butuhkan.
Ichiban dan Kiryu

Setelah apa yang ditawarkan di seri sebelumnya, sepertinya jelas bahwa setidaknya di awal eksistensinya, Ichiban Kasuga memang hendak diposisikan sebagai karakter pengganti Kazuma Kiryu yang ceritanya, seharusnya selesai di seri keenam. Namun ternyata Ryu Ga Gotoku tidak se-ekstrim itu untuk “mengistirahatkan” Kiryu begitu saja. Konfirmasi kehadirannya di Like a Dragon: Infinite Wealth sebagai karakter pendukung Ichiban tentu saja memicu kekhawatiran tersendiri. Pertama, ia perlu diperlakukan dengan “hormat” mengingat sumbangsih yang sudah ia berikan di tujuh seri utama Yakuza sebelumnya. Kedua? Ryu Ga Gotoku punya tanggung jawab super besar bahwa kehadiran dua karakter ini tidak lantas “melahap” satu sama lain, membuat salah satunya terasa insignifikan atau lebih parahnya lagi, hanya hadir sebagai “cameo” penjual game saja. Berita baiknya? Kekhawatiran ini tidak terjadi.
Satu hal yang pantas diapresiasi dari Ryu Ga Gotoku (RGG) di Like a Dragon: Infinite Wealth ini adalah keberhasilan mereka untuk memosisikan Ichiban Kasuga dan Kazuma Kiryu sebagai dual-protagonis yang seimbang, tanpa ada yang dirasa lebih penting dan signifikan dari yang lain. Fakta bahwa mereka mampu melakukan hal tersebut dengan Ichiban yang notabene hanya menjadi “bintang” di satu seri VS Kiryu yang sudah menjadi ikon adalah sebuah pencapaian tersendiri. Kekuatan dan kemampuan ini datang dari dua hal: cerita dan karakter.
Bahwa setidaknya dari sisi karakter, Ichiban dan Kiryu berhasil tampil sebagai dua protagonis dengan kepribadian yang jelas berbeda, membuat mereka mampu berdiri tegap sebagai karakter masing-masing. Ichiban bukanlah klon Kiryu dalam versi lebih muda dan Kiryu bukanlah klon Ichiban dalam versi tua, keduanya adalah dua orang yang sempat makan asam garam dunia kejahatan bawah tanah Jepang, namun keluar dengan dua sikap dan perspektif yang berbeda. Ichiban “lahir kembali” sebagai karakter yang riang dan penuh rasa optimisme, mudah percaya, dan hangat. Sementara Kiryu tetap karakter anti omong-kosong dengan ucapan keren nan dingin yang siap untuk membuat bulu kuduk Anda merinding sebelum tinju-nya mulai bergerak. Keduanya hadir dan terasa berbeda.
Menariknya lagi, di sepanjang cerita Like a Dragon: Infinite Wealth, karakter keduanya juga ikut berkembang. Benar sekali, RGG menemukan celah untuk membuat karakter seorang Kazuma Kiryu yang sudah malang melintang selama tujuh seri, ruang untuk menumbuhkan karakternya. Terlepas dari apakah ia akan merenggut nyawanya atau tidak di akhir, kanker yang ia idap justru menjadi sejenis katalis untuk menumbuhkan dan memperluas karakter-nya. Bahwa lewat memori yang sudah ia bangun selama perjalanannya sebagai Yakuza legendaris selama ini, Anda paham bahwa tidak semuanya bisa diterima oleh Kiryu dengan ikhlas. Ada begitu banyak hal yang ingin ia lakukan, ada begitu banyak hal yang berujung ia sesali karena tak ia tempuh, ada kelelahan yang jelas untuk bertarung sendiri, dan ada sebuah ideologi dan janji yang harus ia perjuangkan. Kiryu berhasil menua dan tumbuh secara karakter adalah pencapaian tersendiri untuk RGG.


Hal yang sama juga terjadi pada Ichiban yang juga diposisikan sebagai karakter protagonis yang tidak sempurna. Ia memang punya resolusi yang begitu kuat untuk melihat apapun yang ingin ia selesaikan berujung dikerjakan dengan penuh rasa optimisme. Namun perlahan tapi pasti, di seri ini, Anda akan menemukan begitu banyak celah yang membuatnya begitu manusiawi. Bahwa kebaikan, kemurahan hati, dan rasa percayanya kepada orang lain adalah sesuatu yang begitu dekat dengan kata naif. Usahanya untuk menembus beragam hal yang sudah ia lewatkan karena masanya mendekam di penjara juga terkadang membuatnya terasa dan terlihat bak anak-anak dalam tubuh pria dewasa yang kian menua. Namun terkadang, di tengah dunia yang kejam, ini mungkin sebuah sikap langka yang memang dibutuhkan.
Sementara dari sisi cerita, cara mereka menangani sistem dual-protagonis ini juga sama kerennya. Baik Ichiban ataupun Kiryu kini akan “mengepalai” tim tersediri di dua lokasi berbeda untuk memecahkan satu misteri dari plot yang sama. Perlahan tapi pasti, tabir misteri yang terbuka di satu sisi akan memberikan kejelasan untuk yang lainnya dan sebaliknya, membuat petualangan terpisah kedua ini terasa penting. Asyiknya lagi, untuk memastikan Anda tidak berujung “membenci” salah satunya, Anda juga akan berbagi resource uang dan juga equipment yang sudah didapatkan. Sehingga membuat proses transisi dari sisi cerita selalu mudah. Walaupun fakta bahwa ada tantangan unik di masing-masing karakter yang tetap berujung merepotkan.
Gembira,senang, dan puas adalah sensasi yang kami dapatkan ketika melihat bagaimana Ichiban dan Kiryu bisa bergerak bahu-membahu di Like a Dragon: Infinite Wealth ini. Tidak ada perannya terasa lebih kecil dan insignifikan, yang di posisi cerita franchise yang sudah berjalan begitu jauh dan panjang, adalah pencapaian yang pantas dirayakan.