15 Momen Final Fantasy Paling Mengejutkan!
-
Sexy Yuna (Final Fantasy X-2)

Anda yang sering membaca tulisan di JagatPlay tentu sudah mengetahui, bahwa kami termasuk salah satu gamer yang tak terlalu suka dengan eksistensi Final Fantasy X-2 hanya karena satu alasan – ia berpotensi merusak akhir cerita Final Fantasy X yang emosional dan sudah sempurna di mata kami. Namun transformasi yang begitu signifikan dari konsep Final Fantasy X yang selama ini kita kenal jugalah yang membuat seri X-2 ini tampil mengejutkan. Dari seorang summoner dengan pakaian super sopan dan ramah kepada siapapun yang menyapanya, Yuna bertransformasi menjadi seorang entertainer dengan dual senjata dan juga pakaian yang memperlihatkan belahan dada yang jelas. Kita seperti bertemu dengan seorang Yuna yang benar-benar berbeda.
-
Destroy the World (Final Fantasy VI)
[gfycat data_id=”InsistentDescriptiveHalibut”]
Oh, kita semua tahu “klise” yang seolah tak pernah terhindarkan ketika berbicara soal film Hollywood atau video game terkait konsep kekuatan jahat yang ingin menghancurkan dunia. Bahwa akan ada di satu titik, para karakter utama akan berhasil menghentikan rencana jahat tersebut di detik-detik ia akan tereksekusi. Dan hasilnya? Rencana tersebut berakhir, dunia kembali tenang, dan kehidupan normal pun berlanjut begitu saja. Namun tidak dengan Final Fantasy VI yang juga menjadi alasan mengapa seri yang satu ini memang berakhir lain daripada yang lain. Terlepas dari semua hal yang dilakukan oleh para karakter utama yang ada, si tokoh antagonis – Kefka yang tak punya motif lain selain mencintai kehancuran dan kekosongan, justru berakhir berhasil menghancurkan dunia. Retak dan dunia pun bertekuk lutut pada tawa jahatnya yang membahana. Meninggalkan umat manusia dengan sebuah luka besar yang akan butuh waktu untuk disembuhkan.
-
Personality Mix (Final Fantasy VII)

Dari semua karakter protagonis di Final Fantasy, Cloud Strife memang bisa dibilang sebagai yang paling rentan dan kompleks di saat yang sama. Mereka yang tak familiar mungkin lebih mengenalnya dari Advent Children, dimana ia memperlihatkan kepribadian yang dingin dan loyal di saat yang sama. Namun di seri originalnya, Cloud punya kondisi psikologis yang buruk. Seberapa buruk? Seburuk ia harus hidup dengan memori orang lain. Benar sekali, klaim bahwa ia adalah seorang Soldier 1st Class dengan semua ingatan soalnya ternyata mengakar pada memori sang teman – Zack Fair dan bukan hidup yang dijalani oleh Cloud itu sendiri. Ketika kabut memori tersebut akhirnya bersih dan Cloud memahami siapa dirinya sebenarnya, terutama dengan bantuan Tifa, ia baru bisa dibilang “sembuh”. Tapi pernahkah Anda membayangkan betapa menyedihkannya hidup seorang tokoh utama yang bahkan tak mengenal dirinya sendiri? Itulah Cloud di Final Fantasy VII.
-
Bad Ending (Final Fantasy X)

Kami tak malu untuk mengakui bahwa air mata yang jatuh ketika berhadapan dengan ending Final Fantasy X. Karena tak seperti seri Final Fantasy sebelumnya yang memuat kisah romantis yang terkesan “anak kecil”, Final Fantasy X berhasil menjadikannya fokus dan motor pendorong cerita yang lumayan intensif. Tak ada lagi kata menahan diri ketika Tidus dan Yuna akhirnya bercumbu mesar dengan diiringi dengan lagu Suteki Da Ne yang menyentuh hati. Adalah sebuah tragedi, karena perhatian fokus tak lagi sekedar memastikan Spira selamat, tetapi juga memastikan Yuna yang harus berkorban nyawa untuk mencapai tujuan suci tersebut menemukan alternatif cara yang lain. Namun siapa yang menyangka, ketika solusi tersebut sudah ditemukan dan Yuna selamat sembari memastikan Spira bertahan, justru Tidus lah yang harus pergi selamanya. Menutup sebuah perjalanan panjang dengan kisah cinta penuh tragedi tentu saja mengagetkan, apalagi melihat betapa “manisnya” ending seri-seri Final Fantasy sebelumnya. Ending “buruk” ini begitu mengejutkan dan berkesan di saat yang sama, apalagi ketika Yuna tak bisa lagi menahan air matanya. Sayangnya, entah karena alasan apa, Square merasa punya kewajiban untuk “memperbaikinya” di X-2.