Review For Honor: Di Persimpangan Jalan!
Perang Kesatria atau Tawuran?

Jika menilik informasi mekanik gameplay yang kami lepas di atas, maka bayangan Anda mungkin akan langsung mengarah pada konsep sebuah perang kesatria 1 vs 1 penuh kehormatan. Bahwa terlepas dari atmosfer perang yang intens dengan banyak prajurit kelas rendahan yang meregang nyawa untuk mencapai objektif, sensasi ini lah yang akan Anda dapatkan di mode multiplayer. Sayangnya, tidak demikian. Karena pada akhirnya, For Honor bisa menawarkan dua hal untuk Anda – sebuah perang kesatria dengan cita rasa historis atau sensasi tawuran penuh kekacauan yang membuang semua mekanik tersebut jauh ke ujung jendela.
Benar sekali, semuanya mengakar pada mode pertempuran seperti apa yang Anda dapatkan di mode multiplayer itu sendiri. Ada mode duel yang akan membawa Anda pada sensasi pertarungan lebih personal yang membuat daya tarik For Honor yang kami bicarakan di atas, mengemuka kuat. Bertarung 1 lawan 1 melawan user lain di seluruh dunia memang terasa seru dan menegangkan, apalagi jika Anda bertemu dengan beragam strategi unik yang mereka unjuk. Di sinilah Anda harus menggunakan semua pengetahuan yang Anda miliki terkait For Honor, termasuk soal timing, strategi, hingga moveset karakter yang sudah Anda kuasai. Berbanding terbalik dengan jumlah pemain dalam satu peta, For Honor justru terasa maksimal di pertarungan seperti ini.


Karena jika pertarungan sudah berjalan lebih ramai, seperti format 4 vs 4 di Dominion, misalnya, ia mulai terasa seperti tawuran. Anda akan sangat jarang bertemu dengan situasi dimana Anda akan bertarung bak kesatria melawan user yang lain. Yang akan terjadi adalah satu di antara dua kondisi berikut ini: antara Anda dan teman Anda yang akan mengeroyok satu lawan hingga tewas, atau Anda yang akan dikeroyok oleh lawan dan teman-temannya hingga tewas. Tidak ada etika, tidak ada nilai kesatria, semuanya datang dengan nafsu barbaric untuk menang. Hasilnya? Anda bisa melupakan semua hal yang Anda ingat dan sukai dari For Honor dan menikmatinya seperti sebuah game Musou ala Dynasty Warriors, namun dalam format lebih lambat ala seri Souls. Mengeroyok, atau dikeroyok, tak lebih.
Apakah mode kedua ini akan berakhir jadi mode favorit Anda? Itu akan sangat bergantung pada preferensi masing-masing. Karena pada akhirnya, dengan keramaian user dan mode berbasis objektif yang ia tawarkan, Dominion memang mempresentasikan atmosfer perang dalam skala besar yang lebih intensif. Sementara sensasi perang lebih personal seperti Duel misalnya, terasa sepi dan hanya berfokus pada aksi Anda berdua atau berempat dengan user yang lain. Anda yang memilih, Anda yang memutuskan.

Bersama dengan mode permainan ini, Ubisoft juga menyematkan sebuah meta game kecil di baliknya, dimana ketiga faksi akan berperang satu sama lain untuk memperebutkan wilayah kekuasaan, yang bisa Anda bantu dengan mengirimkan pasukan dalam bentuk icon setiap kali menempuh / menyelesaikan satu mode permainan. Ketika metagame ini berakhir, Anda yang terlibat di dalamnya akan mendapatkan penghargaan berupa mata uang in-game yang kemudian bisa Anda belanjakan untuk membuka karakter baru atau sekedar equipment untuk mereka.
Di Persimpangan

Terlepas dari mekanik gameplay yang unik, sulit rasanya untuk tak melihat For Honor sebagai sebuah game berbasis multiplayer yang saat ini berada di persimpangan. Persimpangan? Benar sekali, antara kesuksesan atau kematian yang kini sepenuhnya berada di tangan Ubisoft. Sebagai sebuah game multiplayer, ia menawarkan permainan yang cukup menegangkan dengan level penguasaan yang cukup kompleks. Namun sebagai game multiplayer? Ubisoft harus diakui, menyuntikkan banyak kebijakan super bodoh di game yang satu ini.
Pertama, adalah tidak adanya server dedicated dan keputusan untuk menjadikan mode multiplayernya dalam format P2P (peer to peer). Ini artinya, alih-alih server disediakan oleh Ubisoft sendiri, salah satu user dalam room lah yang akan berperan sebagai server setiap kali Anda menemukan sebuah game, terlepas apapun mode-nya. Benar sekali, pengalaman bermain Anda akan sangat bergantung pada seberapa konsistennya koneksi internet sang user yang menjadi server tersebut. Jika user tersebut berada di luar negeri dan Anda di Indonesia punya koneksi buruk ke luar? Ping besar. Jika user tersebut tiba-tiba bermasalah dengan koneksi internetnya? Maka Anda akan bertemu dengan latency parah dan terkadang bahkan, terputus dan ditendang dari ruangan. Masalahnya, hal tersebut cukup sering terjadi. Bahkan proses mencari room untuk permainan pun tak konsisten. Terkadang bisa berakhir cepat, namun seringkali berakhir lama.


Persimpangan kedua adalah masalah microtransaction. Sebagai sebuah game berbayar, mengusung konsep microtransaction untuk sebuah game berbasis multiplayer masih bisa ditoleransi selama ia memenuhi dua syarat: pertama, item tersebut bisa didapatkan tanpa harus mengeluarkan uang nyata, dan kedua, ia tidak mempengaruhi permainan sama sekali / kosmetik. Overwatch melakukan hal tersebut dan mengeksekusinya dengan fantastis. Di For Honor? Microtransaction ini berpotensi menjadikan game yang sudah mahal ini, menjadi sebuah game Pay to Win. Mengapa? Karena sistem equipment di game ini, juga berpengaruh pada status karakter yang mengenakannya.
Benar sekali, equipment yang Anda sematkan untuk tiap karakter akan mempengaruhi status, buff, dan efek serangan mereka dan bukan sekedar kosmetik. Untuk mendapatkan item-item ini, Anda bisa menggunakan mata uang bernama “Steel” yang bisa Anda dapatkan dari tiap pertarungan atau sekedar membuka kotak loot dengan isi yang acak. Berita buruknya? Anda bisa membeli sejumlah Steel dalam jumlah banyak dengan menggunakan uang nyata. Hal ini tentu saja, berpotensi untuk memungkinkan gamer dengan duit ekstra untuk membeli lebih banyak peti, memperbesar kesempatan mereka membuka item-item langka dengan stat bagus, dan voila! membangun karakter yang over-powered secara instan tanpa perlu melakukan grinding sama sekali. Yang Anda temukan di pertempuran kemudian adalah sekedar karakter user “kaya” yang tampil fantastis karena item-item langka yang mereka miliki, dan bukan sekedar skill. Apa yang dipikirkan Ubisoft? Kami pun tak habis pikir.


Masalah yang lain? Bahwa mendapatkan item-item ini dengan cara yang sehat dan normal tanpa menggunakan uang nyata juga bukan proses yang mudah dan terasa seperti grinding. Item-item ini ditawarkan dengan harga cukup tinggi, sementara pendapatan “Steel” Anda di performa terbaik untuk setiap pertempuran dan hadiah dari metagame Anda tak bisa dibilang seberapa. Maka ia berakhir menjadi sebuah mekanisme yang terasa tak adil, padahal game ini bisa dibilang, sudah ditawarkan di harga game AAA. Apa yang dipikirkan Ubisoft? Kami sendiri tak paham saat ini.

For Honor saat ini berada di persimpangan. Komitmen Ubisoft untuk membuatnya jadi sebuah game multiplayer dengan usia yang panjang benar-benar diuji. Karena jika mereka tak ingin menghadirkan perubahan yang signifikan, terutama dari sistem server dan microtransactions yang ada, bukan tak mungkin gamer akan meninggalkan game ini dalam waktu singkat. Sekedar menghadirkan tambahan karakter hero tambahan di masa depan bukanlah solusi yang mumpuni. Ini bukan Rainbow Six: Siege.






												





