Review Shadow of War: Ternodai End-Game Sampah!
Visualisasi yang Tak Seberapa Istimewa
Di awal rilisnya, Shadow of Mordor memang terhitung cukup istimewa dari sisi presentasi visual di kala itu. Ada dua alasan utama: pertama karena ia jadi game modern pertama yang memotret pesona Mordor (semesta Lord of the Rings) dengan menggunakan performa platform generasi terkini, dan juga penampakan modifikasi perdana untuk versi Lithtech Engine yang digunakan oleh Monolith. Kesan pertama yang dihasilkan dari dua kombinasi hal ini membuat Shadow of Mordor di kala itu, terasa istimewa. Mengingat visualisasinya tak lebih dari sekedar pembaharuan dan penyempurnaan di sana-sini, hal yang sama, sayangnya tidak terasa di Shadow of War.
Kami tidak menyebutnya sebagai game dengan visualisasi yang buruk. Ia tetap sebuah game yang akan membuat Anda jatuh cinta, terutama lewat desain lingkungan yang kini jauh lebih bervariasi dibandingkan Shadow of Mordor. Bahwa tidak lagi terjebak pada dunia kelam yang dipenuhi lumpur di beragam sudut dengan penampakan Orc yang buruk, Shadow of War kini membagi dunianya ke dalam beberapa varian yang masing-masing punya temanya sendiri. Dari berpetualang dan berperan di Minas Ithil – sebuah kota besar dengan peradaban yang fantastis, hingga daerah bersalju atau hutan lebat yang masing-masing darinya, juga “dipersenjatai” dengan markas besar para Orc yang bisa Anda rebut. Setidaknya dari untuk urusan variasi, Shadow of War memastikan Anda bisa berpetualang dalam skala yang lebih beragam dan besar.
Namun untuk urusan detail, ia memang tidak terlihat istimewa. Siklus siang malam dan juga cuaca yang dinamis untungnya dipertahankan, walaupun tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam permainan. Efek dramatis juga mengalir lewat tata cahaya di beberapa sudut arena permainan yang membuat Anda berakhir menikmati pengalaman yang lebih sinematik. Namun di luar itu, Shadow of War tidak akan berakhir menjadi game yang akan Anda nikmati hanya untuk sekedar kualitas visualisasi yang ada saja. Setidaknya, ia masih tetap jadi cara modern terbaik untuk terjun masuk ke dalam semesta Lord of the Rings yang Anda kenal, walaupun Anda tidak akan berkesempatan untuk menjelajahinya secara bebas mengingat arena permainan yang ada dibagi per region.
Satu yang pasti, presentasi yang ia tawarkan memang setia dengan apa yang Anda harapkan dari sebuah game yang menjadikan “Lord of the Rings” sebagai basis. Para Orc dan Uruk-hai yang Anda temui di sepanjang perjalanan, apalagi dengan sistem Nemesis yang membuat mereka acak, selalu hadir dengan presentasi visual yang unik untuk memperkuat karateristik kepribadian mereka. Bahwa memang, para Uruk-hai yang Anda temui ini, istimewa dan berbeda satu sama lain. Ada yang penuh bekas luka, ada yang mengenakan sebuah helm dengan api berkobar seperti musuh Megaman, hingga yang hadir dengan detail wajah yang manusiawi. Mereka hadir dengan baris percakapan berbeda yang memang cocok dengan situasi yang Anda hadapi dan tentu saja, cukup untuk memperkuat identitas mereka. Ada yang punya aksen keras, ada yang hadir dengan kecenderungan homoseksualitas yang memperlihatkan ketertarikan pada Anda, hingga yang sekedar tuna wicara. Orc dan Uruk-hai ini memang jadi daya tarik tersendiri untuk Shadow of War.
Anda yang senang menangkap beragam screenshot indah juga akan termanjakan dengan Photo Mode miliknya yang tepat sasaran. Dengan sudut dan gerak kamera yang tidak dibatasi, Anda bisa menciptakan beragam momen yang Anda inginkan dengan fitur yang ditawarkan. Kerennya lagi? Tidak seperti filter Photo Mode game lain pada umumnya, ada beragam efek keren yang bisa Anda aplikasikan di sini, yang salah satunya, bahkan membuatnya bisa berakhir menjadi buku mewarnai dengan detail yang pantas diacungi jempol.
Dunia lebih luas dan beragam, varian Orc dan Uruk-hai yang punya identitas lebih kuat, serta efek tata cahaya yang berhasil membuat beberapa sudut permainan menjadi lebih dramatis, presentasi dan daya tarik Shadow of War memang tidak didasarkan hanya pada sekedar detail tekstur dan sejenisnya. Ia lebih mengandalkan kepadatan dan kekuatan konten di dalamnya.
Gameplay Lebih Epik
Secara garis besar, pengalaman bermain yang Anda dapatkan di Shadow of War akan terasa mirip dengan apa yang temukan di Shadow of Mordor. Yang berbeda? Alih-alih hanya satu tempat saja, Anda kini akan singgah di beragam tempat berbeda yang masing-masing di dalamnya, tentu akan mengusung varian Orc / Uruk-hai berbeda dari ragam klan, yang masing-masing hadir dengan senjata, tunggangan, dan kelebihan-kelemahan mereka masing-masing. Untuk sistem pertarungan, ia tetap mempertahankan sistem ala Batman Arkham yang memungkinkan Anda menyerang dan melakukan counter-attack secara instan, jika memang dibutuhkan. Tentu saja, strategi ini tidak selamanya efektif. Ada jenis Orc, seperti yang menggunakan tameng misalnya, yang tidak akan bisa Anda serang secara frontal dan butuh melakukan vault untuk membuka pertahanan mereka. Atau yang tipe Berserker dengan dua senjata di tangan yang juga butuh strategi berbeda untuk ditundukkan.
Berita baiknya? Monolith tidak lantas jatuh pada omong kosong cerita untuk menghapus kekuatan Talion dari sebelumnya. Anda tetap akan berperan sebagai Talion yang sudah “matang” dari seri pertama yang tentu saja, mulai menguasai kemampuan yang ditawarkan oleh Celebrimbor. Sebagai gantinya? Monolith membuat kemampuan-kemampuan “super” ini menjadi lebih efektif lagi. Contohnya seperti kemampuan mobilitas lebih efektif berkat kemampuan double-jump milik Talion yang memungkinkannya untuk mencapai area lebih jauh, atau sekedar kemampuan melompat saat memanjat yang memungkinkannya untuk sampai di puncak dengan jauh lebih efektif. Dengan berbasiskan experience points sebagai reward dan sistem level, Anda juga akan mendapatkan skill points untuk dialokasikan di beragam kategori skill untuk membuat Talion semakin ditakuti oleh pasukan Sauron.
Lantas, dengan lebih banyak area baru yang ditawarkan, bagaimana sistem quest bekerja? Seperti halnya formula yang sepertinya sudah diterapkan oleh begitu banyak game open-world yang lain, Anda hanya perlu “mengerjakan” beragam icon yang Anda temukan di peta. Ada icon yang akan bergerak mendorong cerita utama, ada misi sampingan yang bisa Anda selesaikan dengan garis cerita solid dan reward super menggoda, dan ada beragam misi collectibles yang meminta Anda mencari dan menemukan beragam objek yang juga dibarengi dengan penghargaan yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Misi-misi ini sendiri bersifat lintas area. Ini berarti, terkadang ada misi sampingan yang baru bisa berlanjut setelah Anda membuka area baru selanjutnya. Sementara setiap darinya juga akan memuat tantangan tersendiri.
Selain berbagai kemampuan Talion yang lebih baik, salah satu fitur baru super keren yang membuat Shadow of War terasa semakin epik adalah kemampuannya untuk menunggangi Drake. Seperti makhluk lainnya, di awal, naga dengan napas api ini akan terus menyerang Anda secara membabi buta. Menyerang mereka dengan panah dan pedang (jika berhasil membuatnya mendarat) hingga jatuh ke status Broken akan memungkinkan Anda untuk menungganginya secara bebas. Drake tidak hanya memungkinkan Anda bergerak cepat dari satu area ke area selanjutnya, tetapi juga punya kemampuan napas api dan serangan proyektil masif yang tentu saja, dengan mudah, akan membuat para Uruk-hai dan Orc kalang kabut. Kerennya lagi? Jika Anda berhasil menyelesaikan salah satu side quest yang ada, Anda akan berkesempatan untuk memanggilnya, kapanpun dan dimanapun.
Namun tentu saja, pada akhirnya seperti halnya Shadow of Mordor, pengalaman Shadow of War juga akan difokuskan pada pertempuran Anda melawan para “Captain” Uruk-hai yang juga mengimplementasikan sistem Nemesis yang serupa di dalamnya. Bertarung menundukkan mereka atau sekedar menyerap mereka menjadi pasukan yang bisa Anda kendalikan (yang akan kita bahas nanti) memang jadi intisari pengalaman yang ada.
Kerennya lagi? Mereka berhasil menyempurnakan sistem yang sudah terhitung cukup baik di Shadow of Mordor, setidaknya di tingkat kesulitan normal. Para Captain ini punya kemampuan beradaptasi yang lebih cepat dan efektif terhadap jenis serangan Anda. Jadi, walaupun masing-masing mereka punya kelemahan yang bisa dieksploitasi, menggunakan strategi serangan yang sama terus-menerus akan membuatnya berakhir tidak efektif. Sebagai contoh? Jika Anda terus menyerang Captain dengan tameng misalnya, dengan melakukan vault dan menyerang mereka dari belakang. Jika hanya gerakan ini saja yang Anda lakukan, si Captain akan belajar, beradaptasi, dan mendorong Anda setiap kali Anda melakukan vault, memaksa Anda untuk mencari strategi yang lain. Fantastis!
Tetapi tentu, yang menjadi perubahan paling signifikan di Shadow of War adalah sistem permainan baru yang tentu saja, menjadi alasan Monolith untuk memilih judul game yang satu ini. Benar sekali, perang.