Review Sekiro – Shadows Die Twice: 死, 死, 死, 死!
Sengoku sebagai “Kanvas”

Dengan kemampuan From Software meracik dunia yang indah namun penuh misteri di Souls dan Bloodborne sebelumnya, kemampuannya untuk melakukan hal yang sama di Sekiro tentu tidak perlu lagi diragukan. Namun sedikit memancing rasa penasaran bagaimana mereka menangani budaya timur, khususnya Jepang yang notabene menjadi “rumah” dari From Software itu sendiri. Hasilnya tentu saja berujung mengagumkan. Lewat Sekiro, From Software kembali membuktikan taji mereka.
Dengan setting yang berada di “kutub sebaliknya”, From Software tentu memenuhi Sekiro dengan arsitektur yang megah. Kastil-Kastil Jepang yang besar dan meninggi, patung-patung Budha yang seolah dipahat penuh detail, hingga desain beragam landmark dramatis yang biasanya Anda temukan di film-film samurai masa lampau seperti arena pertarungan yang penuh mayat hingga jembatan kayu yang dihuni oleh musuh Anda, bisa Anda dapatkan di Sekiro ini. Semuanya tentu saja diperkuat dengan implementasi musik khas Jepang yang kini menjadi tema utama, yang di titik tertentu, tetap dengan choir yang siap untuk membuat bulu kuduk Anda merinding.


Namun yang ingin kami soroti dan puji adalah keputusan untuk menjadikan Sengoku “sekedar” sebagai setting belaka. From Software tidak lantas berupaya untuk menjadikannya sebagai game yang secara historis memang akurat. Sengoku sekedar “kanvas” untuk menyuntikkan kisah penuh elemen mistis, magis, dan monster-monster super keren di atasnya, seperti yang Anda kenal dari seri Souls. Semuanya dibalut dengan efek visual super keren dari sebuah game ninja yang seharusnya. Dari efek dan tata cahaya dramatis di beberapa titik, yang memang akan berubah sesuai dengan progress cerita yang ada, hingga efek cipratan darah berlebihan yang mengingatkan Anda pada film klasik ala Akira Kurosawa. Dengan denting pedang yang saling “menjawab” satu sama lain di sepanjang permainan, ini adalah level presentasi sebuah game ninja / samurai yang seharusnya. From Software melakukannya dengan baik.
Maka “kanvas” tersebut diisi dengan begitu banyak desain musuh dan monster super keren yang akan membuat Anda jatuh hati sejak pandangan pertama. Desain karakter juga demikian, dari Owl yang terlihat begitu mengancam dan elegan di saat yang sama, hingga sosok sang Sculptor – yang sepertinya menyimpan begitu banyak pertanyaan tanpa jawaban. Namun harus diakui, desain musuh yang akan Anda hadapi lah yang kian menyempurnakan Sekiro. Anda akan bertarung dengan prajurit biasa, dari yang memegang pedang hingga yang menggunakan senapan api terbatas dengan mesiu. Namun di sisi lain, seiring dengan perjalanan, Anda akan bertemu dengan begitu banyak musuh non-manusia yang memesona. Ada Headless – monster tanpa kepala yang menolak mati, Giant White Snake – yang seperti namanya adalah seekor ular putih raksasa yang siap memangsa Anda, Samurai berkuda dengan tombak yang bisa dijadikan rantai untuk menyerang, kelabang yang menolak mati, hingga Biksu yang terus berdoa namun di sisi lain punya kemampuan bela diri untuk membuat Anda menyerah.


Apresiasi ekstra juga meluncur dari impelmentasi dual-voice yang langsung disertakan From Software sejak awal rilis. Walaupun kami sendiri merasa bahwa tidak ada lagi cara yang lebih tepat untuk menikmatinya selain menggunakan bahasa Jepang untuk VA, namun selalu menarik untuk memiliki opsi yang berbeda. VA untuk bahasa Jepang-nya sendiri cukup memuaskan, setidaknya diposisikan dalam kualitas yang seharusnya. Sayangnya, kami tidak bisa menilai soal VA versi barat mengingat kami sama sekali tidak tertarik untuk menggantinya.
Maka dari sisi presentasi, Sekiro: Shadows Die Twice bisa dibilang memenuhi apa yang bisa Anda antisipasi dari sebuah game samurai / ninja dengan tema feudal yang kental. Kami sendiri sangat bergembira menemukan bahwa era Sengoku yang ia usung tidak lebih dari sebuah “kanvas” untuk memuat begitu banyak musuh, monster, dan makhluk mitikal yang tidak hanya siap untuk memanjakan mata Anda, tetapi juga menghabisi Anda ketika Anda lengah.
死

Sekiro: Shadows Die Twice berbagi DNA Souls, dan karenanya, bukanlah game yang bisa Anda taklukkan begitu saja. Mengingat ia juga hadir tanpa mode multiplayer sama sekali, Anda yang di seri Souls dan Bloodborne seringkali berujung memanggil teman co-op untuk mengalahkan boss karena terjebak untuk waktu yang sangat lama, tidak akan lagi bisa melakukan aksi tersebut. Sekiro: Shadows Die Twice kini menjadi sebuah game yang berperan layaknya sebuah dinding raksasa untuk gamer yang penasaran dengan cerita yang ia usung. Bahwa dinding raksasa ini secara rasional bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilampaui, namun butuh kerja keras, komitmen, dan tentu saja, kecerdasan ekstra untuk melihat dan membaca pola. Oleh karena itu , From Software “memudahkan” perjalanan Anda dengan menyuntikkan satu fitur unik – kesempatan untuk mati setidaknya dua kali.
Mengikuti judul yang ia tawarkan dan jalan cerita utama yang ada, “kematian dua kali” adalah fitur utama yang terus didengungkan oleh Sekiro. Bahwa kematian Anda saat bertarung tidak lantas berarti game over dan harus mengulang kembali dari Idol terakhir yang Anda sentuh (Bonfire jika di Dark Souls). Anda masih punya kesempatan untuk menguras sisa darah musuh hingga bahkan, mendapatkan keuntungan strategis dari kematian tersebut. Namun di sisi lain, ia cukup seimbang untuk tidak lantas membuatnya menjadi “solusi” semua masalah. Desain yang di mata kami, cerdas.
Sistem hidup kembali ini dibatasi oleh banyak hal untuk proses balancing. Anda akan diperkuat dengan dua jenis Revive: yang dikumpulkan dengan beristirahat di Idol atau yang pelan tapi pasti, diisi dengan musuh yang Anda bunuh. Digambarkan lewat ikon di atas bar HP, Anda tidak akan bisa menggunakan keduanya secara beruntun dan hanya akan berakhir mengkonsumsi salah satunya jika tewas. Satu-satunya cara Anda bisa menggunakannya beruntun adalah ketika Revive ini keduanya penuh dan Anda berhasil menghabisi seseorang dengan gerakan pemungkas – Deathblow di pertarungan yang sama.


Sebagai contoh? Anda melawan sebuah boss dengan 3 phase misalnya. Anda tewas di Phase 1 dan menggunakan kemampuan Revive Anda (yang berarti sekarang tinggal 1). Jika Anda berhasil mengalahkan Phase 1 dan menghabisi sang boss dengan “Deathblow”, kemampuan Revive akan otomatis kembali dan Anda bisa mati kembali di Phase 2 ataupun 3. Namun jika ikon Revive Anda tidak menyala keduanya (hanya 1 saja yang penuh), maka Anda hanya bisa hidup satu kali saja setelah mati. Contoh kedua? Bayangkan sebuah situasi dimana Anda bertarung dengan mini-boss yang kebetulan, juga punya satu ekstra musuh biasa yang menemaninya. Anda mulai pertarungan dengan dua ikon Revive yang menyala. Jika Anda berujung tewas di pertarungan ini dan bangkit, Anda otomatis menggunakan 1 ikon Revive Anda. Namun Anda tidak akan bisa lagi menggunakan kemampuan Revive (1 ikon yang masih menyala) hingga Anda membunuh dan mengeksekusi Deathblow ke musuh biasa yang menemani mini-boss tersebut. Intinya? Anda tidak akan bisa tewas dan bangkit beruntun di Sekiro.
Proses balancing kedua juga terjadi dari reaksi musuh yang ada. Jika Anda tewas di tangan musuh biasa, AI mereka biasanya akan masuk ke fase damai, menganggap Anda tewas, dan bergerak menjauhi mayat Anda. Hal ini membuat mereka kembali ke situasi yang sangat lengah. Jika Anda hidup kembali, banyak situasi akan memungkinkan Anda untuk melakukan stealth kill dari belakang dan kemudian berusaha membereskan mereka dengan cara yang lain. Konsep “mati dua kali” Sekiro ini memang memberikan ruang untuk itu. Namun, strategi ini tidak selalu berhasil. Pertarungan melawan boss dan mini-boss tidak akan memungkinkan Anda untuk mengakses strategi yang sama. Musuh yang lebih tangguh biasanya akan secara konsisten memerhatikan mayat Anda dan langsung menyerang begitu Anda hidup. Mereka tidak pernah kembali ke status lengah, hingga sistem “mati dua kali” Sekiro di kondisi seperti ini, berperan tidak ubahnya sebuah layar Continue instan. Tentu saja, Anda hanya akan bangkit dengan setengah bar HP saat melakukannya dan butuh kembali memikirkan langkah Anda.
Maka seperti seri Souls yang lain, ada konsekuensi yang harus Anda tuai untuk setiap kematian yang Anda alami. Apa yang diimplementasikan Sekiro mungkin terasa lebih “bersahabat” untuk gamer Souls yang lain dan mungkin terasa lebih “menghukum” untuk yang lainnya. Mengapa menghukum? Karena tidak seperti Souls atau Bloodborne dimana Anda bisa mengambil kembali resource tersebut setelah mati dengan satu kali kesempatan, Sekiro membuang hal tersebut jauh-jauh. Ini berarti, Anda akan kehilangan resource tersebut secara permanen. Namun di sisi lain bersahabat karena konsep RPG di Sekiro tidak lagi difokuskan pada kesempatan memperkuat status karakter, tetapi lebih kepada skill. Sementara untuk progress kemampuan serang karakter, pertumbuhan HP dan sejenisnya, kini dialokasikan di mekanik berbeda. Sesuatu yang akan kita bahas nanti.


Jadi apa hukumannya? Setengah SEN (mata uang in-game) dan EXP yang sudah Anda kumpulkan akan hilang secara permanen. Tidak ada cara untuk mendapatkannya kembali. Namun tentu saja, sistem tidak lantas berujung tidak adil. From Software menawarkan solusi untuk memastikan bahwa ia tetap balance. Pertama? Mereka menyediakan begitu banyak merchant di beberapa lokasi yang menjual “tas uang” dengan harga 10% lebih mahal dari total SEN yang bisa Anda tawarkan, namun memastikan ia tidak akan hilang saat Anda tewas. Jadi, ada konsep “menabung”. Kedua? Untuk EXP Points yang jika penuh akan memberikan Anda ekstra 1 Skill Points, pengurangan tidak akan mengurangi angka total Skill Points yang sudah Anda dapatkan. Jadi, jika Anda sudah mengumpulkan 3 Skill Points dengan bar yang bergerak menuju 4 Skill Points, pengurangan EXP karena kematian hanya akan sampai bar 3 Skill Points ini kosong melompong. Ia tidak akan menguranginya sampai 2 Skill Points. Jadi ada jarak “aman” di sini.
Sekiro juga hadir dengan item bernama “Homeward Idol” yang akan secara instan membawa Anda ke dua tempat Idols – Kuil dimana Anda bisa memperkuat senjata baru dari tangan buatan Anda atau dimana terakhir Anda menyentuh Idol yang ada. Bisa menggunakannya tanpa ada batas dan selalu tersedia, bahkan di gentingnya petarungan sekalipun (selama Anda tidak diserang dalam proses channeling), Anda selalu terbuka pada opsi bermain lebih aman untuk mengamankan SEN dan EXP yang sudah Anda kumpulkan.
Di sisi lain, walaupun tidak berhubungan dengan pertumbuhan status karakter Anda, From Software juga berhasil memosisikan SEN dan EXP sebagai bagian penunjang gameplay yang super penting. Membuat setiap proses kematian Anda dan hilangnya setengah dari total yang sudah Anda perjuangkan setengah mati adalah sesuatu yang pantas disayangkan. SEN adalah mata uang yang bisa digunakan untuk berbelanja. Hampir semua hal yang bisa memperkuat Anda atau membantu proses eksplorasi Anda butuh SEN. SEN memungkinkan Anda membeli Spirit Emblems – resource yang dibutuhkan untuk mengeksekusi serangan Prostethic Arms dan juga terkadang, skill serangan spesifik. SEN juga dibutuhkan untuk proses upgrade Prostethic Arms di Sculptor yang ternyata tidak sekedar butuh material, tetapi juga ribuan SEN untuk dilakukan, apalagi ketika Anda berada di level akhir. Dengan beragam merchant yang juga tersebar di beberapa lokasi, dimana beberapa di antaranya bahkan menjual skill aktif yang bisa Anda gunakan. Dengan semua hal yang bisa Anda dapatkan ini, termasuk beberapa di antaranya merupakan Prostethic Arms baru itu sendiri, SEN adalah resource yang tidak bisa Anda pandang dengan sebelah mata.


Sementara untuk EXP, walaupun tidak berkontribusi langsung untuk memperkuat status Anda, ia menjadi resource bagi Anda untuk membuka skill yang ada. Sekiro: Shadows Die Twice menawarkan sistem pohon skill yang sepertinya sudah terhitung standar untuk gamer penikmat RPG. Yang menarik? Ia tidak hanya berisikan skill aktif saja, tetapi juga pasif di dalamnya. Dengan demikian, konsep “memperkuat” sang Shinobi tidak lagi sekedar soal akses serangan aktif yang bisa ia lakukan saja, tetapi juga dari beragam perk yang aktif secara permanen. Salah satu skill pasif tersebut misalnya, memungkinkan Anda untuk mendapatkan porsi HP Anda kembali setelah melakukan Deathblow, membuat drop item dan SEN menjadi lebih banyak, hingga yang sekedar memperbanyak jumlah Spirit Emblems yang bisa Anda bawa saat eksplorasi. Ditambah dengan skill aktif yang tentu saja membuka lebih banyak opsi soal metode menundukkan musuh yang Anda temui, Anda tentu tidak ingin kehilangan EXP-EXP ini.
Maka dengan kombinasi SEN dan EXP yang hilang seperti ini, Anda baru saja kehilangan resource yang esensial setiap kali Anda tidak berhati-hati menempuh perjalanan Anda. Tetapi pelan tapi pasti Anda akan mulai mengembangkan strategi tertentu untuk mengakalinya. Berbelanja dengan SEN saat hendak melawan mini-boss atau boss yang tentu berpotensi membuat Anda mati berkali-kali jadi sebuah kebijakan yang cerdas di luar sekedar membeli kantung uang untuk ekstra pengaman. Sementara untuk EXP, tergantung pada jumlah yang sudah terkumpul dalam bar, Anda bisa melakukan grinding terlebih dahulu hingga setidaknya Anda mendapatkan Skill Points baru dengan bar kosong sebelum menempuh pertarungan sulit. From Software menyediakan ruang untuk solusi “sederhana” seperti ini.
Namun hilangnya setengah EXP dan SEN secara permanen bukanlah satu-satunya konsekuensi yang harus harus Anda pikul untuk kematian dan kebangkitan yang Anda lakukan. Sekiro memperkenalkan sebuah mekanisme baru bernama – Dragonrot. Bercerita bagaimana Anda sebenarnya menyerap sari hidup orang-orang yang sempat bersinggungan dengan Anda setiap kali proses kebangkitan kembali dilakukan, pelan tapi pasti, Anda akan memunculkan wabah Dragonrot yang menyeramkan. Semakin sering Anda tewas dan bangkit, semakin banyak NPC yang terjangkit dengannya, yang biasanya diperlihatkan dengan efek batuk dan kalimat percakapan yang mengindikasikan bahwa mereka tengah sakit. Dari Sculptor hingga sekedar NPC yang memberikan Anda side-quest bisa terjangkit Dragonrot.
Efeknya? Tidak seberapa “berbahaya”. Satu yang pasti, ia tidak akan berakhir dengan kematian NPC atau mempengaruhi ending sama sekali. Dragonrot yang direpresentasikan oleh item bernama “Rot Essence” yang melekat pada karakter-karakter pendukung ini akan menghasilkan dua efek berbeda: menghalangi side-quest untuk diteruskan atau diselesaikan dan mengecilkan kesempatan untuk sebuah efek bernama “Unseen Aid”. Semakin banyak Dragonrot yang menyerang NPC dan bertahan di sana, semakin rendah pula probabilitas Anda untuk mendapatkan efek “Unseen Aid” yang biasanya terpicu acak ketika Anda baru hidup kembali di Idol terdekat. Unseen Aid akan membuat kematian Anda selanjutnya, kapanpun dan dimanapun itu, tidak akan diikuti dengan hilang permanennya setengah EXP dan SEN seperti biasanya.


Untungnya, Dragonrot bukanlah penyakit yang susah disembuhkan. Dengan sebuah item yang cukup mudah ditemukan di dunia Sekiro atau dibeli dengan harga terjangkau di beragam merchant yang ada, Anda bisa menyembuhkan semua karakter yang terjangkiti secara instan. Terlepas dari konsep Dragonrot yang terhitung unik, jauh di lubuk hati kami yang terdalam, kami sebenarnya berharap bahwa efek yang ia hasilkan jauh lebih katastropik dari apa yang ditawarkan oleh From Software saat ini. Sekedar mempengaruhi probabilitas “Unseen Aid” yang tidak begitu terasa signifikan, Dragonrot gagal menciptakan perasaan mendesak yang tentu saja siap untuk membuat Sekiro terasa lebih intens. Seandainya saja NPC-NPC ini bisa tewas karena penyakit ini, yang berujung mematikan fungsi yang mereka bawa seperti Sculptor ataupun Merchant atau sekedar mempengaruhi ending, maka bisa dijamin bahwa semua gamer akan jauh lebih hati-hati menggunakan kemampuan bangkit kembali mereka.
Sekiro: Shadows Die Twice memang menghadirkan mekanik unik dengan sistem mati dan bangkit kembali secara instan ini. Proses balancing cukup baik yang dilakukan From Software untuk memastikan ia tidak lantas jadi “jawaban mumpuni” untuk tantangan yang dihadapi player juga pantas diacungi jempol. Jika saja sistem Dragonrot yang ia usung hadir dengan sistem konsekuensi yang lebih signifikan, ia akan tampil semakin memesona.