Review Days Gone: Kontras Keindahan dan Kematian!
The Horde – Sang Tantangan Utama

Muncul sejak teaser perdana dan terus menjadi salah satu daya tarik utama Days Gone, pertempuran melawan Horde memang terus diposisikan sebagai highlight. Kita berbicara soal sebuah pertarungan melawan gerombolan Freakers yang bergerak dengan satu hivemind, yang tidak hanya sekedar berkisar puluhah saja tetapi juga menyentuh hingga angka ratusan di beberapa lokasi. Selain menjadi bukti pencapaian teknis yang fantastis, pertarungan melawan Horde ini juga menjadi fokus dari konten beragam demo gameplay yang sempat disajikan Sony Bend di beberapa event besar selama satu tahun terakhir ini, seperti yang kami rasakan di E3 2018 yang lalu. Kami selalu menyebutnya sebagai pertarungan sulit yang terkadang, terasa mustahil untuk ditundukkan. Bagaimana dengan versi final ini?
Jawabannya berakhir tidak sesulit yang kami bayangkan. Bersama dengan fakta bahwa Deacon terus menguat, terutama lewat serangkaian Skills yang ia ambil dan upgrade via NERO Injector yang esensial, Horde bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Puluhan hingga ratusan Freakers bergerombol ini akan bisa Anda atasi dengan pendekatan strategis ataupun pertempuran lugas terbuka, bergantung pada gaya bermain Anda. Setidaknya, Days Gone memfasilitasi kedua hal tersebut.
Pendekatan strategis tentu saja akan menghadirkan pertempuran lebih minim resiko. Ada beberapa hal yang bisa Anda eksploitasi, namun dua hal yang paling utama adalah terrain pertarungan itu sendiri dan siklus siang dan malam. Sebagian besar Horde, terutama yang hadir dalam jumlah ratusan, biasanya berkumpul di sebuah area besar yang memuat beberapa objek yang akan “membantu” Anda mengikis jumlah mereka dengan cepat seperti drum merah hingga truk bahan bakar yang bisa Anda tembak untuk ekstra ledakan besar. Terrain yang diusung juga biasanya mengusung beberapa chokepoint yang bisa Anda gunakan untuk memasang perangkap, melemparkan peledak, atau sekedar menembak membabi buta di sana.


Siklus siang dan malam juga berpengaruh pada tingkah laku Freakers, terutama untuk Horde itu sendiri. Mengingat mereka adalah makhluk nocturnal, Horde biasanya akan tidur di siang hari dan menempati gua-gua gelap terdekat. Dengan kondisi mereka yang terkonsentrasi di satu tempat, Anda akan lebih mudah menyusun strategi dan memanfaatkan beragam chokepoint sebelum “membangunkan” mereka. Namun karena ia berfungsi tak ubahnya sarang, melawan Horde di siang hari berarti bersiap untuk bertempur dengan jumlah Freakers yang lebih besar, karena pada dasarnya mereka berkumpul di satu tempat. Anda bisa melawan mereka di malam hari, dimana para Horde ini bergerak. Jumlah mereka memang lebih kecil, namun hadir lebih kuat dan biasanya, muncul di tempat-tempat dimana Anda tidak akan bisa merencanakan strategi apapun. Bertarung di malam hari biasanya berujung pada satu solusi – bertarung secara lugas.
Seiring dengan menguatnya Deacon dan tentu saja, kesempatan menggunakan senjata yang lebih kuat, The Horde akan jadi sesuatu yang bisa Anda perangi tanpa strategi sama sekali. Yang perlu Anda lakukan hanyalah mempersiapkan diri dengan membawa senjata-senjata dengan peluru banyak seperti LMG atau Assault Rifle dan tentu saja, beragam bahan peledak yang dilempar seperti molotov dan pipe bomb. Dengan menggunakan kemampuan seperti Focus untuk melambatkan waktu, Anda bisa mengeksploitasi kecepatan lari Horde yang memang tidak sebanding dengan Anda. Berlari sedikit menjauh ketika Horde mendekat, mengaktifkan Focus, dan memuntahkan peluru sebanyak mungkin dalam periode singkat tersebut akan pelan tapi pasti, menghabisi mereka. Salah satu tips dari kami? Melemparkan peledak seperti Granat atau Pipe Bomb ke kaki Anda saat berlari dari Horde. Kecepatan lari Anda akan membuat Anda aman dari jangkauan ledakan tetapi efektif menghabisi Horde yang tanpa banyak berpikir, terus mengejar Anda dari belakang.


Satu mekanisme menarik lain dari Horde adalah absennya sistem regenerasi. Benar sekali, Anda bisa “menyicil” mereka jika Anda merasa terancam, apalagi saat melawan Horde dalam jumlah ratusan. Anda selalu bisa menghabisi sebanyak mungkin yang bisa Anda habisi dan kembali nanti untuk menuntaskan sisanya tanpa ada konsekuensi apapun. Konsep seperti ini membuat ancaman sebuah Horde terasa jauh lebih minimal. Apalagi Horde juga sepertinya punya “batas wilayah” untuk agro itu sendiri. Mereka tidak akan terus mengejar Anda hingga batas dunia, tetapi berhenti dan berbalik ketika ia mencapai titik tertentu. Dengan sistem seperti ini, ada celah untuk mengeksploitasinya.
Namun terlepas dari semua strategi cheese yang bisa Anda tempuh, sulit rasanya untuk tidak terpukau dengan apa yang berhasil dicapai Sony Bend dengan sistem Horde di Days Gone ini. Melihat ratusan Freakers berusaha memburu Anda, lengkap dengan pekik yang cukup untuk membuat bulu kuduk merinding bersama dengan musik yang kian memacu adrenalin, ada rasa cemas dan puas di saat yang sama ketika Anda pada akhirnya, berhasil membuat mereka semua jatuh satu per satu, selamanya.
Masih Perlu Banyak Belajar

Proses mengembangkan sebuah game open world besar dengan sebuah tim yang tidak bisa disebut “besar” tentu bukan pekerjaan yang mudah bagi Sony Bend. Ini adalah sebuah proses pembelajaran untuk studio yang satu ini, dan sejauh mata memandang, mereka memang bisa dibilang melakukan tugas yang baik. Days Gone tampil sebagai game open-world action dengan visualisasi memesona, pertempuran seru melawan Freakers dalam jumlah besar, lengkap dengan sistem progress yang unik. Namun sayangnya, game ini tidak sempurna. Ia masih menyimpan beberapa masalah yang memang pantas untuk dibicarakan.
Masalah pertama tentu saja berangkat dari sisi teknis. Walaupun framerate yang diusung di versi final ini berakhir jauh lebih baik dari apa yang kami jajal di demo E3 tahun lalu, ia masih menjadi sumber masalah di beberapa lokasi, terutama ketika Anda memasuki akhir cerita. Anda masih akan bertemu dengan game yang tiba-tiba melambat hingga jatuh pada framerate yang tidak nyaman saat berkendara, terutama di cuaca yang “menggila”. Menyedihkan tentu saja melihat bahwa terlepas betapa lancarnya game di beberapa arc cerita pertama, masalah ini justru terjadi di lokasi kedua yang seharusnya punya bentuk lebih kecil.

Masalah kedua datang dari beragam bug dan glitch yang masih Anda temukan, yang semoga saja akan diatasi via patch terbaru sebelum artikel review ini dirilis. Ada beberapa bug yang sempat kami temui, dari objek landmark yang tidak interaktif terlepas dari ikon yang muncul, ammo yang tidak bisa diambil dari mobil polisi dengan bagian bagasi yang sudah terbuka, hingga perlaku AI NPC lawan yang terkadang bisa berujung tenggelam atau “terlipat” ke dalam objek tertentu tanpa alasan yang jelas. Kami sempat bertemu dengan bug dimana motor kami berujung rusak, berasap, dan pelan, padahal durabilitas jelas memperlihatkan angka 100%. Ia tidak bisa diperbaiki menggunakan scraps sama sekali. Untungnya, bug ini bisa diatasi dengan langsung membawanya ke mekanik di camp terdekat dengan proses perbaikan yang dipicu dari sana. Salah satu keluhan lain juga datang dari “trigger” untuk progress dan misi itu sendiri. Sebagian besar karakter NPC tidak akan mau memicu misi selanjutnya sampai Anda harus keluar dari camp dan mengendari motor Anda sebentar, sebelum mereka menghubungi Anda kembali dan meminta Anda mengunjungi mereka. Terkadang, percakapan yang terpotong karena scene atau aksi Anda juga membuatnya kembali harus diulangi dari awal. Masalah teknis ini memang tidak terasa seberapa, namun harus diakui, mengacaukan rasa imersif yang seharusnya tidak terjadi untuk game rilis modern seperti saat ini.

Namun dari ketidaksempurnaan sistem paling menyebalkan yang kami temui dari Days Gone adalah Weapon Wheel yang seringkali tidak responsif pada apa yang Anda inginkan. Untuk Anda yang sering memainkan game action seperti Far Cry misalnya, Weapon Wheel seperti ini tentu saja bukan hal yang aneh. Dengannya Anda bisa memilih senjata atau perlengkapan yang Anda butuhkan secara cepat, dengan sistem perlambatan waktu pula untuk memastikan Anda tidak tergesa-gesa saat berhadapan dengan ancaman besar. Days Gone memang berhasil menyusun Weapon Wheel ini dengan rapi, dimana ia dibagi ke dalam kategori berbeda yang jika ditahan lebih jauh, juga memungkinkan Anda mengakses beragam varian senjata / item di dalamnya hingga melakukan proses crafting secara instan. Namun untuk sesi “Throwables”, ada rasa ingin benar-benar melempar Playstation 4 Anda ke layar televisi.
Mengapa? Karena seringkali sesi Throwables ini berujung tidak memberikan bomb dan bahan peledak yang sebenarnya sudah Anda pilih. Ada banyak situasi dimana Anda sudah jelas membuka sesi Throwables – memilih bomb Molotov – melemparnya ke Horde terdekat dan menemukan bahwa yang Anda lempar barusan adalah Pipe Bomb. Padahal Anda sudah jelas membuka Weapon Wheel dan mengarahkan arah kontroler Anda dengan tepat, jelas memilih Molotov sebelum menutupnya. Ada sesuatu yang aneh di sini dan membuat Weapon Wheel Days Gone, terutama untuk sesi Throwables terasa tidak responsif. Situasi seperti ini terkadang bisa berujung menentukan apakah Anda akan selamat atau tidak dari serangan Horde misalnya. Situasi yang terkadang ini membuat kami berteriak karena rasa frustasi. Untungnya, sesi Weapon Wheel yang lain seperti sidearms dan Traps tidak berbagi masalah yang sama.
Days Gone juga sayangnya tidak menerapkan sisi cerita yang adaptif terhadap aksi Anda. Anda yang sempat mencicipi The Witcher 3 sepertinya masih ingat bagaimana cara CD Projekt menangani aspek ini. Dimana mereka memikirkan matang beragam jenis gerak yang bisa ditempuh gamer dan memastikan setiap probabilitas langkah ini akan difasilitasi dari sisi cerita. Anda berakhir menyelesaikan sebuah misi secara tidak sengaja sebelum Anda bertemu dengan NPC yang menyediakan side-quest untuknya? Akan ada dialog khusus untuk menutupi celah tersebut, menghasilkan sebuah situasi yang natural, dimana Geralt akan langsung berbagi informasi bahwa ia sudah membunuh atau mendapatkan apapun yang sang NPC ingin cari. Sebuah pendekatan yang membuat The Witcher 3 memesona.
Sony Bend sepertinya masih belum banyak belajar soal hal yang satu ini. Di salah satu kondisi, kami sempat bertemu dengan Horde super besar, berisikan 500 Freakers di dalamnya, sama seperti yang Anda lihat di teaser perdana. Secara rasional, apalagi jika melihat scaling kemampuan Deacon di kala itu, Sony Bend mungkin mengira bahwa hampir mustahil gamer akan mampu membersihkan Horde super besar ini. Namun percaya atau tidak, kami berhasil melakukannya. Terus menghabiskan peluru yang kami miliki, lari, mengisi peluru di ammo pouch motor, membunuh sebanyak mungkin yang kami temui dan terus “menyicilnya” hingga bersih, hal ini bisa terjadi. Apa yang terjadi? Horde yang satu ini ternyata menjadi bagian cerita utama.


Yang kami temui adalah sebuah situasi absurd yang sangat disayangkan. Fakta bahwa kami sudah “membersihkan” Horde super besar ini ternyata sama sekali tidak diakui ketika ia ternyata berujung menjadi bagian dari cerita utama. Horde ini secara “magis” diperlihatkan lagi ketika Rikki ternyata memang akan memperkenalkan dan memperingkatkan Deacon soal Horde yang sama. Deacon sama sekali tidak memberi tahu Nikki bahwa ia sudah “membersihkannya” sebelum pertemuan ini terjadi, Rikki juga tidak bereaksi apapun, dan Horde yang seharusnya sudah rata ini tiba-tiba secara magis kembali untuk cut-scene yang ada. Lebih buruknya lagi? Anda mungkin mengira Days Gone menggunakan sistem Respawn untuk membawa ratusan Freakers ini kembali dan Anda harus bertarung sekali lagi dengan mereka. Namun setelah cut-scene berakhir dan Anda kembali ke tempat yang sama, Horde ini memang pada nyatanya sudah bersih. Ini mengacaukan rasa imersif dan menciptakan inkonsistensi.
Tidak hanya terjadi satu kali saja, ada satu misi utama lain yang kemudian akan membawa Anda ke Horde yang sama dan seperti halnya kasus pertama, juga sama sekali tidak “mengakui” bahwa Anda sudah membersihkannya jauh jauh hari. Jika memang Sony Bend, yang entah karena belum mahir atau berujung meremehkan kemampuan gamer bahwa mereka bisa membersihkan Horde besar ini di awal permainan, tidak ingin repot untuk memastikan probabilitas ini beradaptasi dengan cerita yang ada, mereka seharusnya mengambil langkah preventif yang lebih intensif. Misalnya? Dengan membuat Horde ini tidak bisa Anda temui sampai Rikki memperkenalkannya kepada Anda. Sony Bend bisa melimitasi area ini dengan menciptakan rintangan yang tidak bisa dilewati sampai cut-scene cerita tertentu. Atau mereka juga bisa membuang total sesi cerita yang satu ini, dengan tidak ada satupun karakter yang membicarakannya, dan membiarkan gamer sendiri menemukan Horde masif ini. Ada banyak cara yang lebih baik daripada apa yang dilakukan Sony Bend saat ini.
Salah satu inkonsistensi juga terjadi pada salah satu karakter yang terlihat begitu “absurd” untuk muncul sebagai karakter pendukung yang penting. Contohnya, Lisa. Karakter anak perempuan yang Anda selamatkan di salah satu misi ini punya inkonsistensi yang membingungkan terkait karakterisasinya. Di awal pertemuan dengan Deacon, ada kesan bahwa anak yang baru Anda selamatkan ini memang autistik, atau masuk ke dalam high-functiong autist. Ada yang berbeda dengan cara ia bereaksi pada Deacon yang membuat kami mengambil kesimpulan tersebut, yang juga diperkuat dengan reaksi Deacon yang tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi dan terbata-bata kepada Lisa. Namun karakter ini berubah secara instan. Ia terlihat seperti anak perempuan normal ketika dibawa ke dalam camp, yang kemudian tumbuh menjadi kisah sampingan tidak rasional yang sampai saat review ini ditulis tetap membuat kami bertanya-tanya, “Ada apa dengan Lisa?”. Karakternya begitu inkonsisten.


Keluhan lain juga mengemuka dari desain misi acak yang sayangnya, juga mengecewakan. Anda memang akan bertemu dengan misi-misi seperti menyelamatkan Survivor yang memang seringkali hadir dengan reward yang pantas. Namun beberapa misi acak lain berujung “membingungkan”. Apa pasal? Seringkali Anda akan bertemu dengan sebuah lingkaran biru dengan logo tanda tanya di dalam mini-map Anda, mengindikasikan bahwa ada hal menarik dan acak yang pantas untuk Anda periksa. Tetapi sebagian besar “event acak” ini berakhir dengan hasil mengecewakan. Anda akan sering bertemu dengan situasi dimana Anda bingung sebenarnya hal apa yang harus Anda periksa di tanda tanya tersebut. Di kasus lain ia berakhir sekedar memperlihatkan pertarungan antara dua faksi, Freakers ataupun manusia, dengan reward tidak sepadan. Salah satu skenario yang bisa terjadi juga adalah jebakan dari Marauders yang akan membawa Anda ke camp mereka, meluncuti senjata Anda, yang kemudian diikuti dengan scene membebaskan diri, mengambil senjata kembali, dan menghabisi setiap dari mereka. Sony Bend butuh lebih kreatif dan konsisten dengannya.
Maka dari beragam masalah di atas, terutama dari betapa tidak adaptifnya cerita dan dunia Days Gone pada aksi yang Anda lakukan di sepanjang proses eksplorasi, sepertinya tidak berlebihan untuk menyebut bahwa Sony Bend perlu lebih banyak lagi belajar. Serangkaian masalah teknis yang kami temui juga memperkuat kesan tersebut. Walaupun harus sekali lagi ditegaskan, kehadirannya tidak lantas membuat Days Gone jatuh kelas.