Review Marvel’s Iron Man VR: Perunggu untuk Si Manusia Besi!
Pacing

Masalah terbesar dari Marvel’s Iron Man VR adalah pacing cerita yang ia tawarkan. Bahwa alih-alih terasa seperti progress narasi yang natural, game ini justru meninggalkan kesan kuat bahwa Camouflaj sengaja memanjang-manjangkan cerita dan sekuens di antaranya hanya untuk mendapatkan predikat sebagai game VR yang “penuh”. Padahal jika ditelusuri lebih jauh, keputusan dan ambisi ini justru menghasilkan konsekuensi negatif yang mengecewakan, apalagi jika mereka terlihat tidak siap untuk memfasilitasi hal tersebut.
Salah satu konsekuensi terburuk adalah level. Jika di game VR dengan experience penuh seperti Blood & Truth atau Resident Evil 7, sensasi VR bisa ditoleransi karena setting yang senantiasa berubah, Marvel’s Iron Man VR justru terlihat tidak siap memfasilitasi hal ini. Hasilnya? Mereka berujung menggunakan level yang sama untuk mempresentasikan sisi cerita baru, tanpa ada perubahan signifikan pada desain atau objektif yang ada. Sebagai contoh? Kota Shanghai yang kita keluhkan di awal. Anda pertama kali mengunjunginya ketika ada clue soal kehadiran Ghost di Stark Tower. Anda ternyata harus mengunjunginya sekali lagi beberapa chapter setelahnya, dengan cerita yang berfokus pada villain yang lain. Setting tetap sama, tidak ada perubahan seperti cuaca atau siang / malam untuk menawarkan sesuatu yang lebih menyegarkan, dan tetap harus melewati waktu loading yang sama lamanya juga.


Masih belum cukup buruk? Selain harus berhadapan dengan fakta bahwa Anda harus selalu kembali ke hub – rumah Tony Stark sebelum berangkat lagi menuju misi selanjutnya, terlepas dari tidak adanya tambahan aktivitas fun yang bisa dimainkan, Camouflaj juga membuat beberapa misi yang didesain layaknya “misi tantangan” kini sebagai bagian dari misi cerita utama yang harus Anda lalui dan tidak bisa lewati begitu saja. Anda mungkin bisa menoleransi misi seperti ini jika ia berfungsi sebagai “tutorial” untuk persenjataan atau mekanik baru. Namun sama sekali tidak demikian. Misi yang meminta Anda untuk terbang melewati ikon tertentu atau menghancurkan 5 gelombang musuh ini didesain dari sisi cerita sebagai “Usaha Tony Stark melepas penat” yang terdengar seperti omong kosong. Kesan yang muncul justru adalah usaha Camouflaj untuk memperpanjang waktu gameplay cerita dengan cara semalas mungkin.
Kombinasi-kombinasi hal kecil seperti ini justru membuat pacing cerita Marvel’s Iron Man VR menjadi berantakan. Anda bisa melihat dan memahami bahwa ada begitu banyak konten yang sebenarnya bisa dipotong untuk meracik sebuah game VR berdurasi 3-4 jam permainan dengan konten super padat nan menggugah, alih-alih pengalaman super panjang dengan pengalaman tak seimbang seperti yang ia tawarkan saat ini. Dari panjangnya permainan yang ia “paksakan”, hanya ada 1 – 2 chapter saja yang membuat kami merasa bersemangat melewatinya.
Kesimpulan

Marvel’s Iron Man VR adalah salah satu game VR yang paling kami antisipasi, apalagi setelah impresi positif yang kami dapatkan dari sesi gaming singkat di ajang TGS tahun lalu dan juga sesi demo singkat yang tersedia di Playstation Store saat ini. Namun siapa yang menyangka bahwa konten “sisa” dari pengalaman penuh cerita yang ada ternyata justru membuka banyak sisi bercela yang berujung mengurangi keasyikan bermain. Kami mengapresiasi beberapa hal, seperti aksi gameplay sebagai Iron Man yang representatif dengan apa yang Anda harapkan dan memang menyenangkan, hingga kualitas VA si Tony Stark sendiri. Namun hampir semua aspek yang lain justru membuat Camouflaj antara terkesan “setengah hati” atau justru kehabisan waktu untuk meracik game VR Iron Man yang memesona. Seolah mereka begitu memaksakan hendak memanjangkan waktu gameplay sebaik yang mereka bisa dengan cara “semalas” mungkin.
Di lubuk hati yang terdalam, kami percaya bahwa Marvel’s Iron Man VR sebenarnya bisa menjadi game VR yang memesona jika mereka memadatkannya menjadi game 3-4 jam alih-alih seperti yang terjadi saat ini. Camouflaj sebenarnya sudah berada di tempat yang tepat, hanya saja butuh lebih banyak pertimbangan soal apa yang menjadikan sebuah game VR mampu menawarkan sensasi imersif yang seharusnya. Terus menunggu dalam waktu loading super panjang di setiap sesi, apalagi dengan keharusan untuk kembali ke hub yang notabene tidak banyak mendapatkan upgrade aktivitas ekstra, mulai terasa konyol dan menjengkelkan. Cukup untuk membuat kami selalu menghela napas dan menutup mata setiap kali layar loading itu muncul, apalagi ketika kami tewas dan mengulang dari titik checkpoint terakhir.
Dengan semua kekurangan ini, sepertinya sulit untuk merekomendasikan Marvel’s Iron Man VR di kondisi seperti ini. Ia memang menawarkan sensasi terbang dan aksi selayaknya seorang Iron Man lewat skema kontrol PS Move yang fantastis, hanya saja, ia tercederai oleh hampir semua elemen yang lain. Pada akhirnya, ia gagal menawarkan sensasi superhero yang Anda inginkan dari sisi cerita, imersivitas, momen menggugah, hingga elemen lain seperti halnya musik. Game ini hanya pantas mendapatkan medali perunggu.
Kelebihan

- Kualitas VA dan karakter Tony Stark yang terasa familiar
- Varian fitur kustomisasi
- Sensasi terbang dan menembak ala Iron Man yang tepat sasaran, terutama Unibeam
- Beberapa musuh tidak bisa ditundukkan dengan hanya menembak membabi buta
- Sesi gameplay horror yang lumayan efektif
Kekurangan

- Waktu loading panjang, banyak, dan menjengkelkan
- Beberapa sisi presentasi terasa “setengah hati”
- Musik tidak menggugah
- Waktu gameplay terasa dipaksa panjang
- Pacing cerita berantakan
- Satu area yang sama digunakan beberapa kali di misi cerita berbeda
- Tidak ada sensasi progress untuk aksi kustomisasi senjata
Cocok untuk: gamer yang sekadar ingin menjadi Iron Man, sudah terbiasa dengan sensasi VR
Tidak cocok untuk gamer: yang baru hendak masuk VR untuk pertama kalinya, menginginkan sensasi cerita sepadan Iron Man MCU