Review Call of Duty – Modern Warfare II (Campaign): Konflik Global yang Lebih Sunyi!
Keliling Dunia

Digadang sebagai salah satu seri Call of Duty dengan visual terbaik untuk reboot versi pertamanya, Infinity Ward sepertinya juga berhasil menawarkan pesona yang tak banyak berbeda dengan Call of Duty: Modern Warfare II ini. Hadir dengan detail yang memesona, ia tetap akan membawa Anda dalam perjalanan mengelilingi dunia atas nama menyelamatkan Amerika Serikat.
Variasi wilayah yang Anda kunjungi juga cukup beragam. Ada misi yang meminta Anda untuk “bersantai” di Amsterdam dengan detail yang representatif dengan dunia nyata, dimana Anda bisa melihat begitu banyak orang awam yang tak memahami genting dan berbahayanya operasi rahasia Anda, bersantai menikmati kota mereka. Ada pula situasi dimana Anda berujung harus menyebrangi tembok pembatas dari Mexico ke Amerika Serikat secara ilegal, menikmati kota kecil suburban Amerika dengan gelagat penduduk mereka yang tak segan mengancam siapapun yang berani melewati ruang privasi mereka. Tentu saja, wilayah-wilayah luas penuh rumput untuk aksi Sniper juga akan Anda temukan di sini.


Namun sayangnya, walaupun ini datang dari preferensi pribadi, Call of Duty: Modern Warfare II kembali dengan gaya cerita bergaya cut-scene berbasis CGI yang akan muncul di setiap pergantian misi yang ada. Walaupun hadir dengan kualitas CGI memesona baik dari urusan detail wajah dan animasi, kami termasuk gamer yang lebih merindukan gaya bercerita in-game dengan kacamata orang pertama ala-ala seri Call of Duty lama yang menurut kami, jauh lebih imersif dibandingkan dengan pendekatan seperti ini. Namun ini adalah preferensi dan untungnya, tidak akan mengubah apapun dari kenikmatan gameplay atau berat cerita yang ia usung.
Daya tarik lain yang bisa dinikmati oleh gamer Playstation 5 tentu saja imersi yang diusung dua teknologi utama DualSense – Adaptive Trigger dan Haptic Feedback. Haptic Feedback mungkin tidak terlalu dominan di game ini, namun sebagai game yang pondasinya ada pada aksi menggunakan senjata mesin dan melakukan aksi gonta-ganti selama misi, adalah keseruan Adaptive Trigger yang jadi nilai utama. Merasakan bagaimana setiap senjata menawarkan “perlawanan” trigger-nya sendiri membuat pengalaman campaign Call of Duty: Modern Warfare II ini kian memesona.

Sementara dari sisi audio, mengingat kami bukan pakar senjata api dengan pengetahuan yang mendalam, kami sendiri cukup menikmati suara tembakan unik yang dihasilkan setiap dari mereka sekaligus feedback jika ia berujung menghabisi musuh yang Anda temui atau sekadar mengoyak armor yang mereka gunakan. Sementara dari sisi OST, ia memenuhi apa yang dibutuhkan untuk mendukung atmosfer dan aksi yang tengah terjadi. Untuk urusan terakhir ini, tidak ada yang terasa istimewa.
Konflik Global yang Sunyi!

Berapa banyak dari Anda yang masih ingat dengan COD: Modern Warfare II original yang dilepas di tahun 2009 silam? Infinity Ward di kala itu mempresentasikan konflik global dalam skala penuh yang bombastis. Ada misi “NO Russian” yang brutal, perang skala besar menggunakan tank, aksi menggunakan gatling gun dan helikopter, serta serangan EMP yang membuat kota besar Amerika Serikat gelap gulita. Di kala itu, Call of Duty terasa seperti sebuah kisah militer fantasi ber-budget besar yang melebihi kegilaan cerita banyak film Hollywood sekalipun.
Dengan proses reboot yang dilakukan Infinity Ward di tahun 2019 kemarin, jelas Infinity Ward hadir dengan pendekatan yang berbeda. Konflik yang dihadapi pasukan khusus Task Force 141 di kala itu datang dalam skala yang lebih kecil dan tentu saja, realistis. Lantas, bagaimana dengan Call of Duty: Modern Warfare II reboot ini? Menyebutnya sebagai konflik global yang sunyi sepertinya mewakili jelas apa yang kami rasakan.
Bahwa alih-alih terasa seperti sebuah film perang racikan Michael Bay layaknya sang seri original, pendekatan Infinity Ward di Call of Duty: Modern Warfare II ini terasa seperti sesuatu yang Anda nikmati dari film militer fantastis – Sicario misalnya. Bahwa yang difokuskan adalah operasi-operasi khusus yang dilakukan untuk mencegah kehancuran Amerika Serikat, yang tentu saja harus dilakukan secara tertutup dan rahasia, apalagi jika ia dilakukan di negara dengan yuridiksi yang berbeda. Ia menghasilkan keseruan yang levelnya berbeda dari perang global terbuka nan bombastis layaknya sang seri original sekaligus meninggalkan sensasi realisme yang lebih kuat. Ini adalah soal menyusup, menyelesaikan misi sebaik dan serapi mungkin, dan kemudian pergi.


Namun tentu saja, tidak semua misi akan berujung seperti ini. Anda masih akan bertemu dengan misi-misi dimana ia jelas terinspirasi dari Call of Duty masa lampau, namun dengan penyesuaian tertentu. Dimana Anda tetap akan bertempur secara terbuka dari awal hingga akhir, dimana dua di antaranya bahkan akan meminta Anda mengendalikan pesawat dengan persenjataan berat dan juga mengendarai sembari berganti-ganti mobil. Namun terlepas dari sistem ini, skala konfliknya tetap terasa kecil dan tertutup dengan minim perasaan bombastis yang kami bicarakan sebelumnya. Untuk beberapa gamer yang menginginkan sensasi Modern Warfare lama, ini bisa jadi membosankan.

Apalagi, ia datang dengan satu masalah yang sama sekali tidak berkontribusi membantu situasi ini. Ada beberapa misi yang harus diakui terasa terlalu panjang. Misi pada saat Anda mengendalikan pesawat besar ini misalnya, hadir dalam dua sesi tanpa banyak variasi yang membuat Anda sekadar menembak membabi buta ke tanah atau siapapun target yang bergerak sembari menunggu arahan yang ada. Padahal misi akan bisa jauh lebih menarik jika Anda berperan sebagai pasukan darat yang Anda lindungi, namun memiliki kemampuan untuk memerintahkan si pesawat misalnya. Situasi ini membuat misi yang terasa lambat kian lambat. Hal yang sama juga terjadi di misi konvoi kendaraan yang juga terasa bertele-tele.