Review Metaphor – ReFantazio: Pelik Politik Dunia Fantasi!
Gaya Elegan ATLUS

Dari sekadar pendekatan keren dan kemudian tumbuh jadi “identitas”, hampir mustahil rasanya untuk tidak mengantisipasi sebuah gaya presentasi keren dari ATLUS ketika bicara soal game JRPG andalannya. Apa yang berhasil mereka capai dengan Persona sepertinya sudah membuat kita termanjakan hingga di titik, ia menjadi sesuatu yang pantas untuk dibicarakan dan ditunggu. Berita baiknya? Metaphor: ReFantazio melakukan tugas dengan sangat baik.
Sebelum kita terjun ke dalam dan membicarakan dunia Metaphor: ReFantazio, ATLUS kembali menghadirkan desain user-interface yang pantas untuk dirayakan di game RPG fantasi yang satu ini. Mereka kembali membuktikan bahwa untuk urusan yang satu ini, ATLUS memang tidak punya saingan yang berada di level yang sama. Metaphor: ReFantazio hadir dengan desain user-interface dan menu fantastis yang siap untuk membuat mata Anda termanjakan dari segala lini, dari sekadar pilihan warna, pilihan font, animasi, artwork yang menemani, dan detail kecil lainnya. Kita bicara dari menu utama, layar kenaikan level, hingga sekadar pilihan artwork yang menemani pergantian hari Anda. Namun sayangnya, tidak kesemua QOL yang dibutuhkan untuk game RPG modern sudah terfasilitasi dengan baik di Metaphor: ReFantazio ini. Sebagai contoh? Pada saat review ini ditulis, Anda masih belum bisa melakukan soring item ataupun senjata berdasarkan kategori sehingga terkadang, cukup membingungkan ketika Anda ingin memeriksa apa yang bisa dilakukan senjata atau aksesoris yang baru Anda dapatkan. Beberapa sesi presentasi visual misalnya soal pergantian hari yang diisi dengan narasi yang itu-itu saja juga bisa menghasilkan sensasi repetitif, apalagi jika Anda ingin terjun secepatnya ke cerita selanjutnya.


Maka seperti kebiasaan pula, desain visual yang dihadirkan oleh Metaphor: ReFantazio juga berujung pantas dipuja-puji, baik dari dunia, karakter, ataupun monster bernama “Human” yang Anda hadapi nantinya. Benar sekali, monster utama di game ini mereka beri nama “Human” yang walaupun tak masuk akal saat Anda membacanya saat ini, akan terasa rasional ketika Anda terjun langsung. ATLUS dan Studio Zero berhasil memosisikan Euchronia sebagai dunia dengan sejarahnya sendiri, dengan ragam ras yang juga punya hubungan “unik” satu sama lain, yang tercermin di ragam desain karakter pendamping yang masing-masing punya cara pandang, keunikan fungsi, hingga kepribadian yang terpengaruh darimana mereka berasal.
Desain “monster” mungkin jadi yang paling menarik. Karena berbeda dengan seri Shin Megami Tensei atau Persona, Studio Zero dan ATLUS akhirnya “berpisah” dari monster-monster summon ikonik yang selama ini selalu mereka gunakan untuk membantu Anda bertarung. Anda kini berhadapan dengan varian “monster” pendamping baru bernama Archetypes yang hadir dengan pendekatan yang lebih dekat ke “armor hidup” alih-alih sesuatu yang biologis. Desain setiap archetype ini hadir memukau dengan representasi job yang juga jelas dari sisi desainnya itu sendiri. Mereka juga datang dengan serangan spesial bernama Synergy yang untungnya bisa Anda lewatkan jika Anda ingin pertarungan berjalan lebih cepat.
Untuk urusan fungsi, Metaphor: ReFantazio datang dengan konsep penyajian data yang mirip dengan apa yang Anda kenal dari Persona. Ini berarti Anda akan mendapatkan banyak banyak informasi visual, dari mini-map hingga fungsi terbaru Metaphor lainnya yang akan kita bicarakan nanti. Anda yang sudah mempelajari kekuatan dan kelebihan musuh Anda juga bisa mendapatkan langsung informasi tersebut dengan mengakses tombol tertentu. Jika ada satu hal yang kami keluhkan dari sisi yang satu ini? Efek visual untuk ragam efek debuff dan efek status agak sedikit terlalu “kecil” dan “kabur” sehingga cukup membingungkan. Untungnya situasi ini bisa sedikit “terobati” dengan ikon efek status yang tertempel di samping nama karakter, sehingga Anda bisa mendapatkan informasi tersebut dari sana.

Sementara untuk urusan musik? Anda tentu saja tidak bisa berharap bahwa ia akan datang dengan alunan musik jazz dan funky ala Persona. Ini adalah sebuah cerita fantasi dan seperti selayaknya cerita fantasi, ATLUS menyuntikkan begitu banyak lagu berbasis chanting yang akan menemani sisi eksplorasi dan pertarungan Anda. Pendekatan chanting-nya sendiri juga uniknya lebih dekat ke sesuatu yang ke-Timur-an, yang Anda temukan dari agama Buddha atau mungkin Shinto alih-alih sesuatu yang dari barat, membuatnya jadi alunan unik, keren, nyaman, dan tak terprediksi sebelumnya. Jujur, kami jatuh hati dengan musik yang mereka tawarkan di sini, dengan efektivitas yang tinggi untuk membantu membangun atmosfer cerita yang ada, ia menjadi clue kapan saatnya Anda mengantisipasi scene yang hype, emosional, ataupun penuh marah. Sementara untuk urusan voice acting? Menikmatinya sepenuhnya dengan bahasa Jepang dari awal hingga akhir, kami puas dengan apa yang kami dapatkan. Menariknya? Karakter-karakter ini tidak punya kepribadian yang melekat pada banyak trope anime, sehingga menambah kedalaman tertentu.
Dunia yang “Mengecewakan”

Sejak menit pertama Anda terjun masuk ke dalam Euchronia, Anda akan sangat paham bahwa Studio Zero dan ATLUS sebenarnya punya lore yang cukup solid untuk dunia fantasi yang satu ini. Jelas bahwa ia bekerja dengan cara yang berbeda dengan dunia yang kita kenal. Jelas bahwa ia diisi dengan begitu banyak ras fantasi dengan ciri-ciri fisik yang berbeda satu sama lain, lengkap dengan budaya dan cara pandang mereka sendiri. Jelas bahwa ada sejarah super panjang yang mengitari Euchronia sebelum event yang meliputi karakter utama Anda terjadi. Anda bisa merasakannya sejak awal.
Yang menjadi permasalahan di mata kami adalah satu: bahwa Studio Zero dan ATLUS terhitung “gagal” untuk mempresentasikan tersebut dengan baik di dunia Metaphor: ReFantazio itu sendiri. Entah karena alasan untuk membuka potensi seri sekuel di masa depan atau memang dianggap tidak terlalu penting, Anda tidak akan diberikan ruang untuk mengenal setiap ras yang Anda temui ini dengan lebih mendalam. Padahal setiap ras ini diposisikan sedemikian rupa sehingga ia akan menjadi bagian dari anggota party Anda, memberikan sinyal persatuan untuk satu tujuan mulia yang sama. Dari semua ras yang ada, hanya ras Mustari saja yang mendapatkan kedalaman ini. Sementara ras lain? Ia seolah sudah dihitung dan didefinisikan “melebur” ke dalam tatanan sosial kerajaan ini hingga tak banyak dibahas. Memang ada punya menu Glossary tersendiri jika Anda terjun, namun bagi kami yang menikmati JRPG dan pakem-pakemnya, akankah jauh lebih menarik untuk mengeksplorasi budaya tiap dari mereka dengan mata kepala kita sendiri.
Kekecewaan lain juga datang dari minimnya upaya untuk memperkenalkan para pesaing Anda untuk tahta kerajaan dengan cara yang lebih baik dan detail. Satu-satunya kompetitor untuk urusan tahtai ini yang diceritakan mendalam hanyalah Catherina saja, itupun karena ia merupakan bagian dari companion sosial yang bisa Anda dekat. Sementara kandidat lain yang notabene punya kontribusi tersendiri untuk membuat persaingan Anda memanas? Selain satu atau dua pertarungan karena Gauntlet Runner Anda kebetulan mendekati Gauntlet Runner mereka, Studio Zero tak banyak mengeksplorasi opsi ini. Anda memang bisa mencoba mendengar argumen mereka lewat panggung orasi yang tersedia di beberapa kota. Namun isinya? Hanya soal motivasi mereka yang seringkali dangkal alih-alih sesuatu yang cukup untuk membuat Anda memahami setiap dari mereka.



Tidak hanya itu saja, proses eksplorasi yang ditawarkan oleh Metaphor: ReFantazio juga tidak seperti yang Anda bayangkan. Memang seperti game ATLUS sebelumnya, alih-alih eksplorasi bebas dalam dunia terbuka, pergantian wilayah akan disajikan dalam bentuk point dalam peta yang bisa Anda pilih. Permasalahannya? Selain beberapa hub utama yang diposisikan sebagai kota atau desa dimana memang bisa bergerak dan berinteraksi, hampir sebagian besar wilayah lain yang Anda temui hanyalah berbentuk artwork dengan sekadar menu pilihan saja, dengan sedikit eksposisi soal latar belakang di sana. Hal yang sama juga terjadi di ragam landmark super indah dan super keren yang kesemuanya disajikan dengan cara sama. Ia disajikan hanya dalam bentuk satu artwork dimana party Anda akan berdiri dan berbincang lalu selesai. Tidak ada sisi eksplorasi di sana. Tidak ada cara untuk melihatnya dengan perspektif yang seharusnya.
Keputusan untuk menghadirkan situasi ini dimana hanya ada hub spesifik yang kesemuanya berbentuk kota besar atau desa saja yang bisa Anda jelajahi dengan bebas, dengan ekstra dungeon dan padang pasir yang bisa Anda masuki, menjadi sesuatu yang mengecewakan di mata kami. Karena perlahan tapi pasti, setelah belasan jam permainan di awal, Anda akan paham bahwa Anda tidak akan pernah menjelajahi dan mengenal Euchronia dengan semestinya. Ia akan terasa seperti dunia fantasi yang disia-siakan.