Review The Witcher 3: Pengalaman RPG Tanpa Banding!
Ketika Pilihan Menjadi Begitu Kabur

Seperti layaknya sebuah game open-world action RPG Barat pada umumnya yang membuka ruang bagi gamer untuk menentukan responnya sendiri dan menghadapi konsekuensi cerita yang ada, The Witcher 3 juga melakukan hal yang sama. Beragam momen di dalam main-quest atau side-quest memancing Anda untuk harus melemparkan satu dari begitu banyak pilihan respon yang ada, yang tentu saja, mengarah pada konsekuensi unik yang berbeda satu sama lain. Sederhana bukan? Sangat. Untuk yang familiar dengan konsep seperti ini, tidak pernah ada konsekuensi “fatal” yang bisa terjadi di tengah permainan. Biasanya, hanya pilihan-pilihan di akhir permainan yang akan menentukan akhir cerita seperti apa yang Anda dapatkan jika ia memuat multiple endings sebagai salah satu nilai jual utama. Namun Anda berharap hal ini juga terjadi di The Witcher 3? Bukan, The Witcher 3 bukanlah game RPG yang selama ini Anda kenal.
Hampir sebagian besar game action RPG dengan multiple endings selalu berakhir dengan konsep seperti ini. Pilihan di tengah cerita hanyalah sekedar pemanis saja, sementara pilihan paling krusial biasanya termuat dalam sekuens-sekuens ending, seperti menjawab sebuah persoalan pilihan ganda. Bagian terburuknya? Bisa jadi semua pilihan ini berakhir sekedar sebagai ilusi bahwa Anda yang menentukan nasib akhir, namun nyatanya, cerita ini berakhir linear – satu arah, terlepas dari apapun pilihan Anda. Namun CD Projekt berusaha menawarkan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang membuat waktu hampir 200 jam permainan kami berakhir menjadi sebuah “Bad Ending”. Benci dengan spoiler dan berusaha menghindarinya selama mencicipi The Witcher 3 ini, membaca walkthrough di dunia maya benar-benar membuat kami terkejut.


Alih-alih terjebak dengan konsep game action RPG pada umumnya yang memadatkan semua ilusi pilihan tersebut di akhir permainan, The Witcher 3 menyebarkannya di sepanjang permainan dengan Ciri sebagai fokus utama. Respon yang Anda pilih untuk aksi dan permintaan yang ia lontarkan akan menentukan ending seperti apa yang Anda dapatkan. The Witcher 3 sendiri menyediakan tiga ending utama, dengan lebih dari 30 variasi mengikutinya. Ini berarti, akan ada tiga ending untuk cerita utama, sementara ending lainya menjadi konklusi dari karakter pendukung yang juga ikut memainkan perang yang krusial.

Menariknya lagi? Ia terasa sangat tidak signifikan dan tidak pernah Anda prediksi sebelumnya akan berpengaruh pada hasil akhir game. Semua momen yang menentukan ending tersebut mengakar pada banyak hal remeh-temeh yang mungkin Anda “sekedar” pilih dan anggap lalu. Benar sekali, bahkan pada opsi “sekecil” memilih antara minum bersama atau bermain salju di luar bisa menentukan. Sekecil dan sekabur itu. Agak sedikit terasa curang memang bahwa di akhir Anda harus bertemu dengan akhir yang tidak Anda inginkan, namun apa yang dilakukan CD Projekt ini seperti menampar Anda di wajah tentang konsep role-playing yang sesungguhnya. Bahwa Anda di sini berperan sebagai Geralt yang mau tidak mau, harus berhadapan dengan konsekuensi dari perjalanan yang ia hadapi. Bahwa mustahil bagi Geralt sendiri untuk melihat masa depan dan mempersiapkan diri.
Musik yang Memanjakan Telinga

The Witcher 3 adalah sebuah game yang nyaris tanpa cacat, ini mungkin kesan yang Anda dapatkan ketika mulai menjajal game ini. Anda jatuh hati di beberapa jam pertama, tidak bisa lepas di belasan jam kemudian, dan mulai terserap pada kisah perjalanan Geralt di seratus jam berikutnya. Bukan perkara mudah memang untuk memastikan gamer tidak bosan dengan dunia yang ditawarkan oleh CD Projekt Red. Dari sisi desain dunia, atmosfer, dan gameplay, mereka sudah melakukan tugas yang sangat baik. Namun tidak berhenti di sana, mereka melakukan pencapaian yang bahkan lebih luar biasa. Menyuntikkan musik yang akan membuat telinga Anda termanjakan, tanpa sedikit pun merasa bosan.
Mengacu pada musik folk di daerah Skandinavia, The Witcher 3 terasa seperti sebuah mahakarya yang berhasil melebur semua elemen tersebut dengan sangat sempura. Pertempuran terasa jauh lebih epik dengan setiap musik yang mengalun di belakangnya. Hebatnya lagi, mereka juga menyertakan sebuah CD Soundtrack orisinil berisikan 31 track dari dalam game di dalam paket penjualan untuk Anda yang membeli versi fisiknya. Pertempuran melawan para serigala dan drowner terasa seperti sebuah pertarungan yang menentukan nasib dunia ketika musik seperti “Silver for Monsters” mengalun di belakang, seperti menyemangati Anda untuk terus mengayunkan pedang tanpa ampun. Atau bulu kuduk Anda yang merinding ketika “Eyes of the Wolf” mengalun bak ucapan mantra, atau “Cloak and Dagger” yang menghanyutkan.
Tidak hanya soundtrack yang mengalun di belakang, The Witcher 3 juga menyuntikkan sebuah lagu yang siap menyayat hati Anda – “Wolven Storm” atau yang lebih dikenal sebagai Priscilla’s Song – seorang Bard manis yang akan Anda temui di jalan cerita utama. Alunan lirik bak puisi ini menceritakan kisah cinta the “Wolf” atau Geralt of Rivia dan Yennefer yang selalu hadir dengan parfum khasnya – beraroma lilac dan gooseberry. Kisah keduanya yang terpisah cukup lama namun terus menginginkan satu sama lain, memperkuat aroma romansa antara keduanya. Kerennya lagi? Lagu ini tidak hanya tersedia dalam bahasa Inggris. Tergantung pada bahasa utama yang Anda pilih, Priscilla akan menyanyikan lagu ini dalam bahasa yang berbeda. Luar biasa!












