Review Call of Duty – Black Ops 3: Pantas Dilirik!
Bukan Manusia Biasa!

Dari tema yang ia usung, Call of Duty: Black Ops 3 tampaknya pantas menyandang predikat sebagai seri Call of Duty paling futuristik saat ini. Ia terlihat tak lagi peduli pada apa yang bisa / tidak bisa dicapai dengan teknologi manusia saat ini dan langsung meleburkan diri pada cita rasa sci-fi, dimana sensasi fiksi yang lebih kentara jadi daya tarik utama. Kita tidak hanya membicarakan fakta bahwa Anda akan berhadapan dengan Droid dan Drones yang semuanya bergerak secara otomatis, tetapi juga serangkaian kemampuan berperang yang kian mengukuhkan posisi Anda sebagai karakter yang tak lagi “sekedar” manusia.
Secara mendasar, COD: Black Ops 3 tetaplah sebuah seri game FPS mainstream yang selama ini kita kenal. Bahwa sebagian besar misi Anda akan berakhir dengan bergerak dari satu titik ke titik lainnya, membunuh musuh manapun yang Anda temui, bertahan hidup, dan mengulang proses yang sama berulang kali hingga cerita selesai. Di beberapa titik Anda akan berhadapan dengan konsep rail-shooter untuk ekstra dramatisasi, sebuah formula yang sebenarnya sudah melekat kuat di COD sebagai sebuah franchise. Yang membuatnya sedikit berbeda hanyalah fakta bahwa Anda kini punya kebebasan mutlak untuk melakukan kustomisasi karakter sebelum misi dimulai. Ini berarti, Anda bisa memilih kombinasi senjata seperti apa yang hendak Anda bawa ke medan pertempuran.



Walaupun demikian, bukan berarti Black Ops 3 tidak hadir dengan inovasi gameplay sama sekali. Suntikan DNI memungkinkan karakter utama Anda untuk melakukan banyak hal daripada sekedar mengangkat senjata dan menembak apapun yang bergerak di depan mata. Karakter Anda punya sejenis skill tree bernama Cyber Cores yang bisa diakses berdasarkan tiga kategori utama: Chaos, Control, dan Martial. Seperti namanya, Chaos didesain untuk menimbulkan kekacauan, Control untuk memaksimalkan eksistensi beragam teknologi robotik di sekitar, dan Martial untuk serangan cepat dan mematikan ke arah musuh. Anda hanya bisa memilih satu Cyber Cores dan mengakses skill tree yang ia usung per misi. Ini berarti, Anda tidak bisa mengganti elemen utama Cores Anda kapanpun di dalam permainan.
Lantas, apa implikasinya? Sebuah mekanisme gameplay yang berbeda. Anda bisa menyederhanakan Core-Core ini sebagai kekuatan pembantu yang akan memudahkan perjalanan Anda. Namun di sisi lain, eksistensinya yang berbeda membuka peluang untuk gaya permainan yang lebih bebas dan unik satu sama lainnya. Sebagai contoh, gamer yang berfokus pada Cores Martial, misalnya, akan menempuh gaya menyelesaikan level yang berbeda dengan mereka yang menjadikan Cores Control sebagai daya tarik utama. Selalu ada cara baru untuk menghabisi tantangan yang muncul, apalagi mengingat jumlah musuh yang terhitung menggila di seri ini, jauh lebih banyak dari seri-seri COD sebelumnya. Namun tentu saja, Anda tak akan bisa menggunakan kekuatan spesial ini secara terus-menerus. Bergantung pada kemampuan yang Anda pilih, ia akan dibatasi dengan waktu cooldown sebelum bisa digunakan kembali.


Kami sendiri menjadikan Control sebagai elemen Cores utama. Sama seperti deskripsi yang sempat kami sebutkan, Cores ini memang tidak dirancang untuk memberikan keuntungan yang lebih optimal ketika berhadapan dengan musuh manusia dan lebih ketika berhadapan dengan para Drones dan Droids. Di kondisi yang genting dimana robot raksasa menguasai jalannya pertempuran, Control seringkali berakhir menyelamatkan jiwa dan memudahkan perjalanan. Salah satu kekuatan yang jadi favorit kami? Ketika Anda bisa menguasai beragam robot raksasa atau sekedar drone di angkasa untuk Anda kendalikan secara langsung. Ada sedikit kepuasan melihat senjata yang didesain untuk membunuh Anda dengan cepat justru jadi senjata makan tuan yang mampu memusnahkan pasukan musuh dengan lebih efektif.
Namun sayangnya, terlepas dari implementasi fungsi Core ini, COD: Black Ops 3, terutama di mode campaign single player tak menawarkan sensasi yang baru. Pada akhirnya, ia berakhir jadi sebuah game FPS mainstream yang menawarkan varian musuh baru yang semuanya bisa diselesaikan dengan lebih banyak muntahan peluru dan ledakan roket.


Setidaknya, ada satu hal yang kami cukup apresiasi di sini. Terlepas dari fakta bahwa Anda harus berhadapan dengan begitu banyak teknologi militer raksasa, dari pesawat hingga mecha, tak ada yang berakhir jadi “sekedar” QTE belaka seperti kebanyakan game action saat ini. Semua “pertempuran boss” ini menuntut Anda untuk benar-benar mengangkat senjata dan mulai menembak sebaik mungkin sembari menghindari serangan mereka yang mematikan. Sebuah langkah yang pantas untuk diacungi jempol.
4 Player Co-Op yang Seru

Salah satu daya tarik yang hendak ditawarkan Treyarch di Call of Duty: Black Ops 3 adalah salah satu fitur yang sebenarnya sudah sempat mereka suntikkan di era World at Ward beberapa tahun yang lalu. Benar sekali, kita membicarakan mode kooperatif hingga 4 player untuk menyelesaikan mode campaign yang ada. Walaupun cukup skeptis bahwa ia bisa menawarkan sesuatu yang baru dan lebih terasa seperti sebuah gimmick saja, namun pengalaman bermain kami terhadap mode ini ternyata luar biasa positif. Anda seperti berhadapan dengan potensi, apa jadinya jika Call of Duty, berakhir dengan gameplay ala Destiny namun dalam mekanik yang lebih sederhana.
Treyarch jelas memfasilitasi bahwa COD: Black Ops 3 memang lebih optimal untuk dinikmati bersama dengan gamer lain. Walaupun Anda tetap akan difasilitasi oleh AI yang cerdas dan lumayan efektif di single player offline, namun keseruan game ini memang terletak di sensasi multiplayer kooperatifnya. Anda bisa melihatnya jelas dari desain karakter yang kini lebih menuju kepada identitas personal dan tak lagi memerankan karakter tertentu seperti seri-seri COD sebelumnya. Fakta bahwa Anda juga bisa mengkustomisasi banyak hal, terutama dari pilihan senjata dan perlengkapan serta Cores yang digunakan juga sebenarnya mendorong sebuah gameplay yang berfokus pada kolaborasi, daripada dinikmati sendiri.


Untuk memastikan bahwa semua user bisa menikmati “keseruan” mode campaign yang ada, Black Ops 3 memang menawarkan varian musuh dari sisi kualitas dan kuantitas yang jauh lebih banyak daripada seri-seri Call of Duty sebelumnya. Dari segi kuantitas, Anda benar-benar bertemu dengan jumlah musuh yang jauh lebih banyak dari satu area kecil ke area selanjutnya. Menyerang dari segala arah, kesulitan yang Anda temukan di mode SP offline ini mulai terasa lebih rasional ketika mencicipinya bersama dengan 3 player yang lain. Bahwa jelas, semua jumlah musuh yang dihadirkan ini memang untuk memastikan bahwa semua gamer yang memutuskan untuk bermain secara co-op akan bisa mendapatkan porsi aksinya sendiri.


Begitu juga dengan kualitas musuh yang harus Anda hadapi. Tidak sedikit momen berakhir dengan fakta bahwa Anda harus menunjukkan varian musuh yang didesain bisa menerima terjangan peluru, bahkan roket dalam jumlah yang sangat banyak sebelum berakhir tunduk. Pertarungan melawan varian musuh seperti ini juga kian memperkuat sedikit sensasi bahwa memang ia didesain untuk memfasilitasi pertempuran 4 orang, layaknya sebuah mini boss. Ada rasa yang berbeda ketika Anda berhadapan dengan mereka seorang diri + AI atau bersama 3 orang lainnya, terutama dari fakta seberapa cepat Anda bisa menyelesaikan misi tersebut. Dari semua jumlah dan desain musuh seperti inilah, Treyarch pantas mendapatkan acungan jempol karena keberhasilan meramu sebuah mode campaign yang tetap seru, baik jika dimainkan seorang diri ataupun secara kooperatif.
Keputusan untuk membedakan progress cerita antara mode campaign di single player dan multiplayer juga menghasilkan implikasi positif dan negatif tersendiri. Negatifnya? Anda tak bisa serta merta berpindah ke mode kooperatif ketika Anda bosan dan berniat untuk melanjutkan cerita yang sudah Anda lalui bersama dengan teman yang lain. Anda dipaksa untuk mengulang segala sesuatunya kembali dari awal, yang tentu saja, cukup menjengkelkan jika Anda sekedar butuh mengalihkan gameplay yang mulai terasa repetitif. Positifnya? Ini berarti kesempatan Anda untuk menjajal gaya permainan yang lain, terutama dari pilihan Cores yang digunakan sebagai bagian utama. Jika di SP offline Anda bermain dengan Martial misalnya, mungkin mode Co-op campaign ini bisa digunakan untuk mencicipi Chaos atau Control untuk sensasi pengalaman berbeda.


Intinya, mode kooperatif yang ditawarkan oleh COD: Black Ops 3 berujung bukanlah sekedar gimmick belaka. Ada keseruan tersendiri bertempur melawan puluhan pasukan musuh apalagi di tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Berita baiknya? Ia juga memaksa Anda untuk lebih peka terhadap posisi dan kondisi teman Anda yang lain. Karena begitu satu saja player yang berakhir tewas tanpa dihidupkan kembali oleh temannya yang lain, maka permainan akan berakhir dan Anda harus mengulang segala sesuatunya lagi dari checkpoint terakhir.