Review Overwatch: Eksekusi Konsep yang Luar Biasa!
Casual Shooter

Anda yang sempat membaca impresi beta kami beberapa waktu yang lalu sepertinya sudah sangat mengenal apa itu Overwatch dan gameplay seperti apa yang ia tawarkan. Masa beta tersebut berhasil membuat kami menyadari bahwa game ini bukanlah game yang menjadikan MOBA sebagai genre utama dengan sedikit elemen FPS di dalamnya, sepertinya Battleborn. Overwatch justru bisa dilihat sebagai sebuah game yang lebih menawarkan sensasi shooter sebagai elemen lebih dominan dengan sedikit sentuhan MOBA di dalamnya. Hasilnya? Anda bertemu dengan sebuah game FPS super casual yang bisa dikuasai oleh semua gamer ketika mereka pertama kali menjajalnya. Yang butuh Anda pikirkan hanyalah barisan skill dan peran tiap karakter yang ada, dan Anda pun siap untuk “memanen” pengalaman penuh dari game ini langsung.
Menariknya lagi? Semuanya bisa ditawarkan Blizzard tanpa harus membuat Anda berpikir keras dan terperangkap dalam sebuah gameplay yang kompleks. Overwatch tak butuh Anda untuk melakukan perhitungan mental soal resource yang harus diatur, “Mana” yang harus tersisa untuk mengakses skill tertentu, ataupun item yang harus Anda beli untuk memperkuat karakter Anda. Tak ada sistem level untuk karakter, tak ada perhitungan soal K/D di akhir match, tidak ada kebutuhan untuk tahu soal strategi build dan semacamnya. Yang perlu Anda lakukan hanyalah beradaptasi dengan apa yang dibutuhkan oleh tim saat ini dan memilih karakter sesuai peran dan berusaha memenangkan pertempuran. Sensasi sebuah game FPS yang casual pun menyeruak kuat dari desain gameplay seperti ini, apalagi Anda tak perlu mengukur soal jarak, recoil, dan sejenisnya. Tembakan senjata akan punya jarak, sifat, dan ritme yang konsisten.


Hasilnya? Yang perlu Anda khawatirkan hanyalah dua: memanfaatkan karakter Anda dengan sebaik mungkin untuk berkontribusi di dalam pertempuran dan bersenang-senang. Sistem skill berbasis cooldown memungkinkan Anda untuk menggunakannya dalam frekuensi yang cukup sering sehingga menghasilkan pertempuran yang terasa lebih dinamis. Setiap karakter punya skill yang berbeda-beda dan unik satu sama lain dengan jumlah yang bahkan berbeda. Beberapa karakter punya varian alternatif bentuk tembakan untuk senjata biasa yang ia miliki, karakter lain punya jumlah skill aktif yang lebih banyak, sementara tak sedikit karakter yang serangan Ultimate-nya lebih efektif untuk membasmi tim musuh secara instan. Butuh sedikit waktu untuk mempelajari siapa saja karakter ini dan apa saja yang merkea lakukan, namun tak akan berakhir jadi proses sekompleks Anda belajar sebuah game MOBA dengan lusinan mekanik gameplay yang harus diakui.
Step selanjutnya? Anda hanya tinggal bersenang-senang. Mengapa? Karena Blizzard pantas diacungi jempol karena keberhasilan mereka untuk merangkai sebuah atmosfer yang kompetitif, tetapi juga menyenangkan di saat yang sama, seperti yang kami sempat bicarakan di awal artikel ini. Hampir sebagian besar mode permainanan yang ada, walaupun sangat terbatas, berpusat pada misi yang akan memaksa Anda untuk lebih berfokus untuk mencapai objektif yang ada daripada mengejar keunggulan pribadi Anda sendiri. Untuk sementara desain seperti ini membuat Overwatch menawarkan hanya tiga mode saja – Assault yang meminta Anda untuk menguasai titik yang harus diperebutkan dengan tim lawan, Escort yang meminta Anda untuk mengawal objek dalam waktu terbatas hingga sampai tujuan, dan juga Control yang meminta Anda menguasai dan menjaga area tertentu. Anda bisa menangkap tema utama dari mode seperti ini, bahwa objektif lebih penting. Overwatch tak menyediakan mode seperti “Team Deathmatch” ala game FPS konvensional yang memberikan penghargaan khusus untuk mereka yang berhasil membunuh pasukan musuh paling banyak.


Konsekuensi dari pemilihan model gameplay seperti inilah yang membuat Overwatch bersinar. Fokus untuk mencapai objektif utama dan bukannya mengejar kill membuat karakter apapun yang Anda ambil punya kesempatan untuk berperan besar dalam pertempuran. Bermain sebagai support misalnya seperti Mercy yang lebih difokuskan untuk memberikan buff attack power atau healing via tongkat beam-nya, Anda juga tetap bisa berperan untuk membuat tim Anda menang. Bayangkan apa yang terjadi jika mode gameplay seperti “Team Deathmatch” dipaksakan ke dalam game seperti ini. Maka dengan ego masing-masing player untuk jadi yang terbaik, bisa dipastikan tak akan ada yang tertarik untuk menggunakan karakter support yang hanya bertugas di belakang tanpa berperan terlalu banyak untuk mencabut nyawa tim musuh. Efek lainnya adalah fleksibilitas gaya bermain. Anda yang tengah lelah untuk bermain begitu intens sebagai karakter penyerang, bisa memainkan karakter yang sifatnya lebih pasif.


Untuk urusan yang terakhir ini, alih-alih seperti MOBA yang meminta Anda untuk memilih hanya satu karakter dan bertahan hingga akhir permainan, Overwatch memungkinkan Anda untuk berganti karakter manapun kapanpun Anda inginkan. Keputusan untuk menyuntikkan sistem yang mungkin aneh di awal ini berhasil menciptakan sebuah skenario pertempuran yang hampir bisa disebut, tak bisa diprediksi. Anda yang berada dalam kondisi terjepit sekalipun bisa menyerang balik dan menang jika pada akhirnya komposisi tim Anda berjalan lebih efektif ketika bertahan, ataupun sebaliknya. Hal ini juga membuat hampir mustahil bagi satu user untuk terus menggunakan satu karakter yang sama dengan berulang kali dan berharap akan terus mendulang hal yang sama. Anda baru saja membunuh 5 tim lawan dengan Bastion? Hanya tinggal waktu hingga salah satu dari mereka berganti karakter menjadi Genji yang punya kemampuan menangkis peluru untuk menjadikan Anda sebagai target utama. Pada akhirnya, Anda juga harus memikirkan siapa karakter yang pantas untuk dipilih untuk melawan Genji atau tetap bertahan dengan Bastion, namun kini mencari tempat yang lebih aman. Kondisi pertempuran di Overwatch, apapun modenya, akan selalu berubah.
Seperti yang kami sebut di impresi awal kami di masa beta kemarin pula, keputusan untuk membuat masa penantian yang begitu pendek dari satu pertempuran ke pertempuran lainnya membuat sensasi adiksi Overwatch justru semakin kuat. Sebelum Anda sempat berpikir dan menimbang untuk terus berlanjut atau tidak memainkannya, Anda sudah disuguhi dengan sebuah peta baru dan mode permainan berbeda untuk membuat mata Anda tak bisa berpaling dari layar televisi begitu saja. Anda terus bermain dan bermain, apalagi dengan sensasi kompetitifnya yang fun, hingga Anda melupakan waktu. Strategi yang sempat diterapkan oleh Psyonix di Rocket League ini juga sama efektifnya di Overwatch. Sisi buruknya? Karena sistemnya sebagai sebuah game berbasis multiplayer online, Anda yang punya internet tak stabil akan disarankan untuk menjauhinya. Hal ini juga membuat kesempatan bermain Anda akan sangat bergantung pada kestabilan server Blizzard itu sendiri, yang untungnya sejauh kami mencicipinya tak memperlihatkan masalah sama sekali.
Presentasi yang “Menyenangkan”

Maka seperti apa yang sempat kami bicarakan sebelumnya, desain karakter di Overwatch juga benar-benar pantas untuk diacungi jempol. Ingat, kami tak berbicara soal desain karakter wanitanya yang dibalut dengan pakaian super ketat, tetapi kemampuan Blizzard untuk membangun 21 karakter utama yang bisa digunakan di Overwatch. Daya tarik komunitas untuk “mengeksploitasi” desain karakter wanita Overwatch lebih jauh, bahkan menghasilkan film nakal dengan Source Filmmaker sendiri hanyalah “bonus” dari keberhasilan Blizzard ini. Percaya atau tidak, kami melihat bahwa ketertarikan kuat komunitas untuk terus membicarakan karakter-karakter Overwatch adalah bentuk sebuah pujian tidak langsung bahwa Blizzard memang berhasil membangun karakter yang menarik, secara fisik ataupun dari karakteristik kepribadian itu sendiri. Jika tidak menarik, tak akan ada gamer yang cukup tertarik untuk terus membicarakannya, sebelum rilis dan jauh setelah rilis.


Dari sisi gameplay, variasi karakter ini adalah salah satu yang pantas untuk dijadikan fokus pujian. Untuk sebuah game cepat dengan gameplay yang intens, karakter yang “hidup” dengan membangun Turret, memasang perangkap, atau sekedar punya kemampuan untuk membangun tembok es ternyata bisa saling bekerjasama untuk menghasilkan kombo yang mematikan dan mencapai objektif yang sama. Kerennya lagi? Blizzard tak membuka semua hal yang bisa Anda lakukan begitu saja sejak awal. Seiring dengan berjalannya permainan, Anda akan menemukan beberapa kejutan strategi yang bisa dicapai seperti menggunakan tembok es milik Mei untuk naik ke tempat lebih tinggi atau menggunakan ranjau milik Junkrat untuk akses vertikal lebih baik, sesuatu yang kurang dari kedua karakter ini. Sederhana, lugas, tetapi juga punya lapisan kompleksitas strategi di dalamnya, karakter dari sisi gameplay Overwatch memang bersinar.


Ketika masuk ke dalam desain, ia bahkan lebih memesona. Lupakan sementara desain karakter wanita dengan lekuk tubuh menggoda berbasis latex seperti Widowmaker atau D.Va, misalnya karena Blizzard memastikan bahwa semua karakter ini tak hanya bisa dikenali dari tampilan visualnya saja, tetapi juga bunyi aksi yang mereka hasilkan. Tiap karakter yang menggunakan serangan ultimate akan meneriakkan satu kalimat tertentu untuk membuat Anda yang waspada bisa menghindar atau menempuh strategi baru, atau sekedar mengenali siapa yang menyerang Anda dari sekedar bunyi tembakan yang ia hasilkan atau bunyi derap kaki yang muncul di sekitar Anda. Pengenalan lewat suara juga menjadikan Overwatch menarik. Namun kekuatan desain yang membuat tiap karakter bisa terlihat jelas berasal dari beragam negara berbeda hanya dari sekedar aksen atau kalimat yang mereka ucapkan tetaplah sesuatu yang pantas untuk diacungi jempol. D.Va jelas berasal dari Korea Selatan karena clue seperti iklannya di pamflet soju salah satu level dan “Annyeong” sebagai kata sapa menguatkan hal tersebut, sementara Hanzo dengan teriakan ultimate khasnya – “Ryuu ga waga teki wo kurau!” tentu berasal dari Jepang. Ada sensasi kuat bahwa tiap karakter ini memang berbagi latar belakang yang berbeda.


Atmosfer permainan yang fun juga dibangun dari pemilihan Blizzard untuk gaya visual yang mengingatkan Anda pada sebuah film Pixar. Dunianya dihiasi warna, penuh detail dengan begitu banyak konten yang memperkaya seperti sekedar poster, mesin arcade, hingga film lepas bioskop yang tengah dipromosikan untuk menggambarkan dunia yang hidup. Keputusan ini menurut kami, adalah pilihan yang tepat. Mengapa? Karena jika Blizzard cukup “gila” untuk membangun Overwatch dengan tema yang terlalu gelap dan serius, dengan karakter yang mengakar terlalu realistis dan dingin, kami yakin ia tak akan mampu mencapai kesuksesan seperti saat ini. Kombinasi inilah yang membuat Overwatch terasa begitu spesial.