Review Legend of Zelda – Breath of the Wild: Kualitas Legendaris!
Ketika Logika Bekerja

Satu hal yang membuat kami jatuh hati pada Breath of the Wild adalah fakta bahwa game ini dibangun atas satu pondasi yang solid – yakin Logika. Bahwa berbeda dengan sebagian besar game pada umumnya yang menghadirkan kepada Anda satu masalah spesifik yang hanya bisa diselesaikan dengan satu solusi yang disiapkan oleh developer, Breath of the Wild memberikan kebebasan solusi tersebut pada kreativitas Anda, dengan phsyics sebagai pondasi. Hasilnya adalah begitu banyak point yang berakhir mengejutkan, sebuah pendekatan yang jarang dilakukan sebuah video game. Bahwa ide gila yang Anda suntikkan untuk mencapai satu solusi tertentu, bisa saja berakhir dilakukan dan berhasil.
Dari hal yang sederhana, seperti memasak misalnya. Dengan keterbatasan api unggun, kami yang berangkat dengan jumlah hati yang tinggal sedikit harus berhadapan dengan maut yang kian dekat. Untungnya, ada beberapa onggok daging mentah hasil berburu yang masih tersedia di kantong. Dengan posisi yang dekat dengan gunung berapi di sekitar desa Goron, kami tentu ingin memastikan setiap onggok ini bisa dimasak. Apa yang kami lakukan? Menjatuhkan daging-daging ini begitu saja di dekat lava, dan voila! ia jadi daging panggang sempurna. Hal sama juga sempat kami lakukan dengan buah apel yang juga bisa dibakar untuk ekstra kematangan dan pemulihan. Dengan menggunakan torch yang masih digenggam di tangan, kami malas untuk memasaknya di pot. Yang kami lakukan? Mendekatkan torch tersebut di bawah buah apel yang masih tergantung di pohon? Dan, dia benar-benar bisa dimasak dengan cara seperti ini!


Menariknya lagi? Logika seperti ini tak hanya bisa Anda lakukan dar sisi eksplorasi saja, tetapi juga ketika menyelesaikan puzzle di Breath of the Wild. Seperti saat salah satu misi meminta kami dengan motion control yang ada, membawa sebuah bola melewati maze layaknya mainan anak kecil di masa lalu. Bahwa Anda harus menggerakannya dengan perlahan melewati beragam lubang jebakan yang siap membuang bola keluar dan menuntut Anda memulai segala sesuatunya dari awal. Melakukannya selama tak lebih dari 20 menit dan gagal, otak kami yang frustrasi mulai mencari solusi lain. Bagaimana jika kami membalik maze ini dan membuat bola tersebut bermanuver di atas permukaan rata yang menjadi pondasinya? Percaya atau tidak, Anda bisa melakukannya.
Sementara di Shrine yang lain, kami bertemu dengan puzzle yang semuanya berbagi satu tema yang sama, yakni Listrik. Bahwa untuk membuka pintu yang ada, kami harus memastikan setiap sudut-sudut saklar listrik ini terhubung satu sama lain. Shrine ini sendiri menyediakan dua alternatif solusi yang bisa digunakan – tong besi dan sebuah kubus raksasa besi yang secara logika, tentu saja berfungsi sebagai konduktor listrik yang optimal untuk menyelesaikan puzzle yang satu ini. Lalu, ide kami tiba-tiba tercetus dan kembali mengingat bahwa kami punya beberapa pedang berbahan metalik yang juga seharusnya, efektif untuk konduktor. Apa yang kami lakukan? Menghubungkan saklar-saklar tersebut dengan pedang kami, mengacuhkan tong yang seharusnya solusi, dan menyelesaikan Shrine tersebut dengan mudah.


Fakta bahwa mekanik dasar yang ia tawarkan memfasilitasi proses penyelesaian masalah di luar dari apa yang mereka persiapkan tak hanya membuka ruang kreativitas yang membuat Breath of the Wild terasa istimewa saja, tetapi juga menjadi testimoni yang kuat bahwa bagaimana setiap dari mereka dibangun dengan kualitas yang memperhitungkan celah-celah tersebut. Namun tak hanya soal misi saja. Salah satu hal fantastis lain yang diimplementasikan Breath of the Wild berbasis logika adalah tingkah laku NPC yang penuh detail dan hidup. Setiap mereka akan punya reaksi yang berbeda-beda tergantung aksi Anda. Jika Anda menanggalkan semua pakaian Anda dan membangunkan penduduk di malam hari, di rumah mereka, Anda akan langsung disebut sebagai orang aneh. Di kala hujan di tengah jalan hutan atau padang rumput misalnya, Anda akan sering bertemu dengan NPC yang berlari dengan tangan mereka yang berfungsi sebagai payung sementara untuk mencari tempat teduh, sekaligus mengeringkan tubuh di sana. Kerennya lagi? Jika Anda berusaha melompat ke sungai dari sebuah jembatan dengan NPC yang tak sengaja melihat Anda misalnya, Anda akan diminta untuk tidak terjun dan kemudian berakhir dinasehati soal nilai-nilai hidup, seolah-olah Anda hendak bunuh diri. Wow!

Seberapa bebaskah game ini secara logis? Cukup untuk membuat Nintendo mendesain garis cerita utama yang ada dengan gaya yang juga tak kalah bebas. Bahwa Anda hanya diberi satu tugas utama untuk menyelesaikan game yang satu ini – mengalahkan Ganon. Bagaimana caranya? Kebebasan tersebut dikembalikan kepada Anda, yang secara logis, memang seharusnya demikian. Apakah Anda bisa langsung bergerak ke kastil Ganon dan bertarung dengannya setelah Anda menyelesaikan 4 buah Shrine wajib di awal permainan dan mendapatkan gliding? Jawabannya, bisa. Hal inilah yang membuat Breath of the Wild bisa diselesaikan dalam waktu sedikit di atas 1 jam oleh para speedrunner yang berpengalaman. Kebebasan nyaris “mutlak” ini menjadi daya tarik sekaligus sumber ketakutan tersendiri bagi kita, gamer-gamer yang pergerakannya sudah terbiasa “dikunci” oleh mekanik game yang lain. Adalah sesuatu yang menyegarkan ketika Anda bertemu dengan sebuah game yang memberikan ruang bagi Anda untuk menciptakan solusi Anda sendiri jika dimungkinkan.
Zelda, Sang Puteri

Kami memang bukan gamer yang bisa dibilang familiar dengan franchise Legend of Zelda, terlepas dari eksistensinya sejak puluhan tahun yang lalu. Selain seri klasik yang tak pernah kami selesaikan, Zelda: Windwaker menjadi seri Zelda terakhir kami yag juga berakhir tak kami mainkan sampai tamat karena keterlambatan memiliki Nintendo Wii U di kala itu. Jadi Breath of the Wild bisa dibilang sebagai “pintu gerbang” pertama kami yang sesungguhnya untuk masuk ke dalam franchise yang sudah bisa dibilang tua ini. Kami sudah mengerti soal gameplay seperti apa yang ia tawarkan dan cukup optimis bahwa ia akan berakhir jadi game open-world yang luar biasa. Yang kami khawatirkan? Justru cerita utamanya sendiri.
Karena pada akhirnya, di atas kertas, Anda sepertinya bertemu dengan sebuah formula cerita yang mulai terasa seperti sebuah kaset rusak yang memuntahkan bunyi atau alunan yang sepertinya sudah sering Anda dengar. Seorang kesatria yang ditugaskan menyelamatkan seorang putri? Apakah cerita seperti ini masih terhitung relevan di industri game modern saat ini, yang bahkann berakhir menjadi media cerita untuk kisah yang lebih kompleks dengan isu moral yang bahkan cukup untuk membuat hati Anda retak. Mampukah cerita sekedar “menyelamatkan Zelda” ini terbayarkan manis? Percaya atau tidak, Nintendo mengeksekusinya dengan manis.


Ini memang sebuah cerita klise dengan ending yang sudah bisa Anda tebak, namun ia dipresentasikan dengan cara yang cerdas. Alih-alih menyuguhkan begitu saja kepada Anda apa yang terjadi di 100 tahun yang lalu, mengingat cerita membuat Link yang Anda gunakan saat ini berada dalam posisi kehilangan ingatan, Breath of the Wild memecahnya ke dalam potongan-potongan memori yang harus Anda jelajahi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Setiap potongan yang Anda dapatkan ini akan memberikan sedikit gambaran apa yang terjadi pada petualangan masa lampau Anda, terutama untuk konflik yang dihadapi oleh Zelda yang mengemban tugas begitu berat.

Pada akhirnya, kisah menyelamatkan seorang puteri ini berakhir jauh lebih emosional daripada yang kami bayangkan. Bahwa ia berhasil membuat Zelda terasa seperti seorang putri yang tegar, tetapi juga rapuh di saat yang sama. Menemukannya sebagai kekuatan di balik keselamatan Hyrule selama 100 tahun terakhir dengan harapan untuk melihat kembali Link, membuat dinamika keduanya berakhir punya kedalaman sendiri. Satu hal yang kami benci dari sosok Zelda sejauh ini? Hanya kualitas Voice Actress bahasa Inggris-nya yang berakhir terdengar seperti suara waria. Seriously, Nintendo?