Review Battlefield V: Mudah Terlupakan!
Battlefield adalah salah satu franchise FPS terbesar di industri game, sebuah fakta yang tidak lagi terbantahkan. Setelah tenggelam dalam perang masa kini untuk setidaknya tiga seri yang sekaligus menjadi bukti betapa mumpuninya Frostbite Engine sebagai basis, Battlefield akhirnya kembali ke perang klasik. Pengumuman dan trailer perdana yang fantastis langsung membuat popularitas Battlefield 1 di kala itu melejit, berbanding terbalik dengan sang kompetitor utama – Call of Duty yang bersikukuh dengan tema perang futuristiknya yang tidak populer. Tren tersebut berusaha dilanjutkan dengan Battlefield V dengan tema perang dunia kedua, namun resepsi gamer dan fans ternyata tidak sekuat yang dibayangkan.
Selain karena tanggal rilis yang begitu padat dengan game-game raksasa di bulan yang sama, cara DICE menangani kritik di trailer perdana yang mengomentari masalah akurasi sejarah di dalam gameplay memang cukup disayangkan. Rasa skeptis ini kian diperkuat dengan fakta bahwa masa betanya mengusung beberapa pendekatan gameplay yang justru memperburuk pace yang seharusnya fantastis, membuat pertarungan terasa lambat.
Untungnya, Anda yang sudah membaca artikel preview kami sebelumnya sepertinya sudah mendapatkan sedikit gambaran soal apa yang berusaha ditawarkan oleh DICE di Battlefield V itu sendiri. Salah satu hal positif yang kami bicarakan adalah fakta bahwa sensasinya sudah jauh lebih disempurnakan dibandingkan versi beta dan juga teknologi RTX dari Nvidia yang membuatnya terasa lebih memesona. Pertanyaannya kini, apakah kedua hal tersebut sudah cukup?
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Battlefield V? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah game yang mudah terlupakan? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
DICE dan Battlefield V seharusnya berada di atas angin untuk persaingan game FPS di tahun 2018 ini. Mengapa? Karena berbeda dengan sang kompetitor utama – Black Ops 4 yang memutuskan untuk menawarkan mode multiplayer saja, DICE tetap menyuntikkan mode single player untuk Battlefield V itu sendiri. Mode campaign ini ditawarkan dengan gaya Battlefield 1, dimana alih-alih sebuah cerita berkesinambungan disuntikkan, Battlefield V akan membawa Anda ke 4 medan pertempuran yang berbeda di event perang dunia yang sama.
Ada empat buah skenario yang bisa Anda tempuh, dari memainkan pasukan Senegal yang melibatkan diri secara aktif untuk membela Perancis demi kesetaraan derajat dan pengakuan, ada skenario yang meminta Anda untuk berperan sebagai tentara Nazi dengan tank Tiger terakhir mereka, hingga misi sejenis Under the Flag – yang memosisikan Anda sebagai anggota pasukan Inggris yang berusaha menginfiltrasi markas Nazi di beragam lokasi berbeda. Seperti yang bisa Anda prediksi, pendekatan cerita dan karakter yang berbeda ini bisa berujung membuat Anda memiliki skenario favorit Anda sendiri. Karena harus diakui, tidak kesemuanya punya kualitas yang sama, baik dari sisi gameplay maupun cerita yang ada.
Percaya atau tidak, jumlah empat skenario yang ia usung tidak membuat Battlefield V punya mode campaign yang bisa terbilang panjang. Anda bisa menyelesaikan kesemuanya dalam waktu sekitar 3-4 jam tergantung tingkat kesulitan, yang biasanya berakhir dengan setiap skenario hanya memuat sekitar 2-3 lokasi berbeda. Sebagian besar skenario juga kini menekankan gameplay ala Far Cry dimana Anda akan disuguhkan level cukup terbuka, teropong untuk memeriksa lokasi dan menandai musuh yang ada, dan mendorong Anda untuk menyelesaikannya secara stealth dengan sebaik mungkin. Dengan tingkat kesulitan cukup tinggi karena karakter yang rentan di level Normal sekalipun, ini jadi opsi yang paling rasional. Sisanya? Menikmati potongan cerita dalam bentuk cut-scene untuk merampungkan setiap skenario yang ada.
Lantas, tantangan seperti apa yang harus dilewati oleh masing-masing karakter? Skenario perang dunia kedua seperti apa pula yang mewarnai motivasi mereka terlibat dalam perang besar yang satu ini? Anda bisa mendapatkan jawaban tersebut dengan memainkan mode campaign Battlefield V ini.