Review Call of Duty – Modern Warfare Reboot: Pisau Tumpul Realita!
Berusaha Tampil Beda!

Salah satu berita terbaik dari kata “reboot” yang digunakan Infinity Ward untuk mendefinisikan seri COD tahun ini adalah fakta bahwa pendekatan baru yang mereka janjikan tidak hanya mengakar pada mode single-player saja tetapi juga mode multiplayer yang di beberapa region, terutama Amerika Serikat, memang menjadi nyawa franchise yang satu ini. Untuk pertama kalinya, dalam periode yang begitu lama, mode multiplayer Call of Duty akhirnya terasa berbeda atau setidaknya, berusaha untuk tampil beda. Kerennya lagi? Ia tidak sekedar mengakar pada perubahan mekanik seperti pengenalan sistem hero ala Black Ops 4 dengan kemampuan spesial mereka masing-masing. Perbedaan ini mengakar pada pengalaman klasik Call of Duty tanpa embel-embel wall running, double jump, serangan ultimate, dan sejenisnya.
Salah satu yang paling signifikan adalah sensasi pergerakan yang kini lebih lambat dan berat, terlepas dari jenis apapun senjata yang Anda bawa. Hal ini membuat dinamika pertempuran di mode multiplayer Call of Duty: Modern Warfare Reboot tidak lagi bisa mengandalkan kebiasaan “Run and Gun” di seri-seri sebelumnya. Bahwa strategi untuk terus bergerak dan berlari cepat dari satu target ke target lainnya saat ini justru membuat Anda semakin mudah terbunuh alih-alih menghasilkan performa memesona. Perubahan cita rasa gameplay yang juga didukung dengan perubahan gaya desain peta dan mekanik baru yang disuntikkan.
Berbeda dengan seri sebelumnya yang mengusung peta yang cukup terbuka hingga strategi “Run and Gun” bisa berjalan secara optimal, desain peta mode multiplayer seri teranyar ini, bahkan di mode Team Deathmatch sekalipun, kini dipenuhi dengan ragam objek di beragam sudut yang memang didesain untuk satu hal – bersembunyi. Hal ini membuat strategi camping menjadi jauh lebih efektif dengan kesempatan yang jauh lebih besar dibandingkan seri sebelumnya. Mekanik ekstra “Mount” dimana Anda bisa bersembunyi di sudut objek tertentu dan mengintip serta menembak menggunakan senjata Anda secara instan kian mendorong efektivitas strategi ini.


Perubahan yang satu ini tentu saja butuh waktu untuk membiasakan diri, apalagi jika Anda termasuk “veteran” seri-seri Call of Duty lawas. Strategi untuk sekedar berlari dan menembak sebelum bergerak ke target selanjutnya memang masih bisa dilakukan, namun tidak akan lagi punya banyak kesempatan untuk bisa terus dieksekusi. Perubahan yang diusung Modern Warfare Reboot kini membuat Anda harus mempertimbangkan opsi untuk berdiam diri di satu lokasi terlebih dahulu, mengamati situasi yang mungkin muncul, sebelum memutuskan untuk bergerak ke lokasi selanjutnya atau tidak. Situasi unik yang bahkan kini mulai terjadi di beberapa mode permainan yang selama ini terkenal cepat sekelas Team Deathmatch dan Domination sekalipun. Kami sendiri menyambut terbuka perubahan ini. Setidaknya untuk pertama kalinya, di luar sekedar menyuntikkan sistem berbasis hero ala Overwatch, sensasi multiplayer Call of Duty akhirnya mulai membentuk jati diri yang baru dan berbeda.
Walaupun demikian, memang harus diakui, ia masih butuh proses balancing lebih jauh, terutama untuk senjata sekelas Shotgun yang pada saat review ini ditulis, punya efektivitas yang bisa dibilang gila. Kesempatan untuk membunuh musuh dengan satu kali tembak, tidak lagi sekedar jarak dekat tetapi juga menengah, membuat Shotgun berakhir menjadi senjata-wajib-bawa di hampir semua situasi pertempuran, membuat Perk untuk membawa dua buah senjata Primary Weapon kini jauh lebih penting daripada sebelumnya. Dengan banyak ruang sempit, vertikal ataupun horizontal yang bisa dimasuki, dimana pertempuran jarak dekat pasti terjadi, shotgun selalu datang sebagai solusi. Memuaskan jika Anda yang menembakkannya, menyebalkan jika Anda menjadi pihak yang berada di ujung moncong-nya.


Sementara untuk sistem gameplay yang lain, ia masih mengusung sistem lama Call of Duty. Sistem level hadir untuk tidak hanya memperlihatkan seberapa besar pengalaman Anda di mode multiplayer, tetapi juga batu loncatan untuk membuka lebih banyak senjata dan equipment. Penguasaan terhadap senjata lewat frekuensi penggunaan juga akan membuka lebih banyak item dan equipment untuk membuatnya lebih mematikan, dari sekedar scope hingga grip, lengkap dengan item kosmetik yang ada. Bersama dengan ragam Killstreak yang bisa Anda eksekusi untuk pembunuhan beruntut yang berhasil Anda lakuan, Anda yang familiar dengan sistem COD lawas tetap akan merasa familiar dengan apa yang ia tawarkan.
Salah satu daya tarik utama, yang juga mendukung sensasi usaha untuk tampil berbeda, juga terletak ada ragam mode multiplayer yang ia usung. Selain mode pertempuran skala masif bernama Ground War yang akan kami bahas di sesi selanjutnya, ia hadir dengan banyak variasi yang menarik di luar pengalaman standar yang selama ini Anda kenal. Bagi kami? Primadonanya memang terletak pada dua mode – Gunfight dan Night Playlist.
Lebih ringkas dan lebih padat daripada Team Deathmatch sekalipun, Gunfight merupakan mode pertempuran 2 VS 2 yang dibagi ke dalam beberapa babak. Inti permainan tetap berkisar pada usaha untuk menghabisi tim lawan secepat mungkin, yang posisinya memang akan langsung berhadapan satu sama lain dengan begitu banyak objek untuk bersembunyi di area tengah. Senjata disediakan dan akan berganti setiap 2 ronde sekali, menghasilkan sensasi pertempuran yang cukup dinamis. Dibandingkan dengan Team Deathmatch, Gunfight memang menawarkan pengalaman yang lebih intens. Memutar strategi, ofensif tetapi tetap berusaha bermain aman sepertinya solusi terbaik. Salah langkah? Anda akan langsung berakhir kalah dengan kesempatan yang kecil untuk meraih balik skor jika tetap berupaya menempuh hal yang sama.


Sementara Night Playlist adalah setting malam untuk ragam peta Modern Warfare Reboot yang kesemuanya didesain dengan pondasi yang sama – untuk memanfaatkan NVG sebagai inti permainan. Mengejar realisme dengan tidak menyajikan HUD sama sekali kecuali ikon kecil untuk membantu Anda mengetahui karakter mana saja yang berada di dalam satu tim, ini adalah mode yang memang super seru. Apalagi NVG tidak hanya membantu Anda melihat di dalam gelap, tetapi juga mengenali garis tipis laser yang muncul dari moncong senjata lawan ketika ia tengah membidik target tertentu. Perang psikologis untuk bergerak sehati-hati mungkin, memerhatikan lingkungan sekitar dengan saksama, serta berusaha bereaksi secepat yang Anda bisa menghasilkan pengalaman bertempur yang intens. Walaupun tidak “segila” TDM atau DOM, namun kehadiran gameplay NVG ini memang menawarkan sesuatu yang baru dan berbeda di sebuah seri Call of Duty.

Call of Duty: Modern Warfare Reboot juga menyediakan sebuah mode kooperatif bernama Spec Ops yang juga dibalut dengan garis ceritanya sendiri. Kami harus mengakui bahwa kami bukan fans berat mode yang satu ini. Sempat menjajalnya dalam proses matchmaking, Spec Ops adalah mode brutal yang akan secara konsisten melemparkan Anda gelombang demi gelombang musuh yang berusaha menghabisi dan mengacaukan objektif Anda. Berita buruknya? Mereka datang dari hampir segala penjuru dan menembak Anda dengan akurasi maha dahsyat. Berita lebih buruknya lagi? Kondisi seperti ini membuat komunikasi aktif menjadi esensial, hingga matchmaking tidak terdengar seperti solusi yang rasional. Menjajalnya satu kali dan kami tidak pernah menyentuhnya lagi, bisa jadi karena tingkat kesulitan, preferensi, atau karena fakta bahwa mode lain yang ia tawarkan, memang lebih menggoda.
Maka lewat sensasi pergerakan lebih lambat, desain level dan mekanik baru yang memang lebih mendorong aksi camping daripada “Run and Gun” seperti masa lampau, serta kombinasi beberapa mode yang terhitung inovatif memang membuat pengalaman multiplayer di COD: MW Reboot ini terasa sedikit berbeda. Namun puncaknya? Tentu saja terletak di mode baru bernama Ground War.
Ground War – Sang “Battlefield” Call of Duty

Berapa banyak dari Anda yang sempat memainkan seri Battlefield di masa lalu dan berharap bahwa Call of Duty di satu titik akan mengekor hal yang sama? Bahwa tidak lagi terbatas pada arena pertempuran sempit nan terbatas yang terkunci pada pertempuran jarak dekat, gamer Call of Duty akhirnya bisa menikmati perang dalam skala luas yang epik lengkap dengan kesempatan untuk menggunakan beragam kendaraan perang berbeda. Berita baiknya? Hal tersebut akhirnya diwujudkan oleh Infinity Ward dalam sebuah mode yang disebut Ground War – mode perang yang bisa memuat 32vs32 dalam mode Domination 5 bendera di peta yang luas, secara horizontal ataupun vertikal.
Sebagai usaha perdana untuk mempresentasikan perang dalam skala lebih luas, Ground War memang terasa seperti sebuah seri “Battlefield” namun dengan keluwesan gerak dan sistem recoil Call of Duty yang familiar. Bedanya? Alih-alih meniru dan menyalin semua hal yang berhasil dilakukan DICE dengan Battlefield, Infinity Ward memutuskan untuk mempertahankan jati diri seri Call of Duty di dalamnya.
Pertama? Ia tidak punya sistem peran layaknya Battlefield. Walaupun Anda akan otomatis bergabung dalam tim 4 orang untuk kerjasama lebih baik dan pada akhirnya, beacon respawn yang lebih efektif untuk merebut titik point yang ada, tidak ada pembagian peran di sini. Tidak ada Medic untuk proses healing dan revive, tidak ada pula Engineer untuk proses perbaikan kendaraan perang misalnya. “Peran” dan efektivitas Anda sepenuhnya bergantung pada Loadout seperti apa yang Anda bawa, yang untungnya tetap bebas dan bisa Anda gonta-ganti kapanpun Anda menunggu waktu respawn yang tersedia.


Kedua? Tidak ada level kehancuran bangunan seperti Battlefield. Ini berarti Anda tidak akan bisa menembakkan meriam tank ke sebuah bangunan dengan harapan tim musuh akan kehilangan tempat untuk camping para sniper, misalnya. Semua senjata yang harusnya destruktif, dari granat hingga RPG sekalipun memang memicu physics yang biasanya berkisar pada gerak benda-benda kecil seperti batu atau meja yang sekedar terlempar. Namun struktur bangunan-nya sendiri akan selalu utuh. Ketiga? Terlepas dari tank dan helikopter yang Anda gunakan, tidak ada pertempuran udara super epik dengan pesawat misalnya.
Namun tentu saja menilai Call of Duty dan membandingkannya dengan Battlefield dari sisi fitur dan gameplay bukanlah sebuah tindakan yang bijak. Karena harus diakui, jika hanya menilai Ground War sebagai “inovasi” yang disuntikkan Infinity Ward untuk akhirnya membawa pengalaman multiplayer Call of Duty ke level yang tinggi, ia berhasil melakukan tugas tersebut dengan baik. Terus bertempur memperebutkan satu point demi yang lain, lari dari kejaran tank yang tak sulit membidik dan memburu Anda, hingga memainkan level vertikalitas dari begitu banyak bangunan yang bisa disinggahi untuk keuntungan strategis, memang menghasilkan pengalaman yang belum pernah Anda temui di Call of Duty manapun.
Apakah pengalaman ini akan sempurna jika ia berakhir mengakomodasi sistem peran dan kehacnruan Battlefield? Ataukah posisinya sebagai sebuah perang skala masif untuk Call of Duty dengan cita rasa familiar sudah cukup untk mendefinisikan Ground War itu sendiri? Jawaban dari pertanyaan ini sepertinya akan sangat bergantung pada preferensi game FPS Anda selama ini. Tapi terlepas dari apapun jawaban yang mengemuka, kami pribadi selalu menyambut tangan terbuka lebih banyak opsi mode permainan. Punya mode Ground War selalu lebih baik daripada tidak punya mode Ground War sama sekali.