Review Death Stranding: Batas Tipis Gila dan Jenius!
Hideo Kojima harus diakui merupakan salah satu sosok developer paling ikonik dan populer di industri game saat ini. Walaupun tidak semua game yang ia racik bisa dibilang sempurna, terutama karena pendekatannya pada sisi cerita dengan begitu banyaknya cut-scene sinematik yang membuat beberapa gamer berakhir menyerah, namun ide dan pendekatan kreatifnya selalu pantas untuk dirayakan. Beberapa datang sebagai gimmick, namun tidak sedikit pula yang diimplementasikan manis ke dalam gameplay yang berujung berbeda dengan game kebanyakan. Tidak heran bagi gamer yang sempat mengenal produknya di masa lalu, game-game Hideo Kojima begitu diantisipasi. Mengapa? Karena jelas, kita tidak pernah tahu pengalaman seperti apa yang akan kita dapatkan. Sesuatu yang bisa berakhir buruk, sesuatu yang bisa berakhir memesona, sesuatu yang tidak akan pernah kita tahu kemana ia akan mengarah sebelum kita menjajalnya.
Sepeninggal dari Konami, usaha Hideo Kojima membangun studio indie-nya sendiri – Kojima Productions memang berbuah manis. Hanya dalam waktu beberapa tahun saja, bersama dengan dukungan beberapa developer yang berdiri di bawah bendera raksasa Sony, ia berhasil memperkenalkan, membangun, dan siap untuk melepas game terbarunya – Death Stranding ke pasaran. Sebuah waktu yang terhitung singkat mengingat di proyeknya yang lawas, ia biasanya butuh waktu panjang. Bersama dengan implementasi ide yang sudah lama berada di benaknya, Kojima juga berhasil mengajak beberapa talenta Hollywood untuk ikut bergabung di dalam game ambisius yang satu ini.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Death Stranding? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah game yang berada dalam batas tipis antara gila dan jenius? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Salah satu hal yang paling mengundang rasa penasaran banyak gamer dari Death Stranding tentu saja garis cerita yang ia usung. Karena harus diakui, terlepas dari begitu banyaknya screenshot dan trailer yang sudah dilepas ke pasaran, garis cerita jelas untuknya memang belum terungkap. Namun setidaknya, Anda tidak akan kesulitan untuk memahami pondasi cerita yang ia usung.
Anda tengah berhadapan dengan Amerika Serikat yang berusaha bertahan setelah sebuah fenomena misterius nan destruktif bernama “Death Stranding” tiba-tiba muncul ke permukaan. Entitas misterius bernama “Beached Things (BT)” tiba-tiba muncul tanpa alasan. Ancaman tidak sekedar datang dari invasi mereka pada makhluk hidup saja, tetapi juga efek “Voidout” yang bisa mereka hasilkan jika berhasil mengunci dan menelan mayat-mayat yang ada. Voidout sendiri adalah sebuah ledakan super masif yang bahkan mampu meratakan sebuah kota metropolitan secara instan tanpa kesulitan. Death Stranding berhasil membuat Amerika Serikat berantakan, yang kini bahkan dipenuhi lubang-lubang menganga karena voidout.
Di tengah kondisi tanpa penjelasan seperti ini, menjadi sebuah hal yang instingtif bagi manusia untuk mulai mencari cara bertahan hidup. Cara yang paling rasional? Membangun sebuah infrastruktur tempat tinggal yang terkunci rapat dari dunia luar, meminimalisir ancaman yang mungkin terjadi. Di dunia dimana manusia takut untuk “keluar rumah”, kunci bertahan hidup kini hanya tertinggal pada Porter – mereka-mereka yang masih cukup berani untuk menjelajahi keras dan berbahayanya dunia pasca-Death Stranding, untuk mengirim atau mengambil paket apapun yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Sebuah profesi dengan nyawa sebagai taruhan.
Anda berperan sebagai seorang Porter bernama Sam Brigdes yang berdiri di bawah sebuah perusahaan ekspedisi bernama Bridges. Sam yang secara aktif terus menjelajahi Amerika Serikat yang kini sudah berganti nama menjadi United Cities of America (UCA) ternyata bukan sosok sembarangan. Bersama dengan Amelie, Sam adalah anggota keluarga dari Presiden Bridget yang saat ini tengah kritis karena penyakit kanker yang ia alami. Bridget meminta Sam, dalam proses pekerjaannya sebagai seorang Porter, juga mulai menghubungkan kembali Amerika Serikat melalui teknologi yang disebut Chiral Network. Bridget percaya bahwa hal ini esensial untuk menjaga rasa manusia tetap bisa bertahan hidup di tengah ancaman BT dan Death Stranding.
Namun sebelumnya, Sam juga harus mengambil kembali Amelie yang diculik oleh anggota separatis yang lebih menginginkan UCA untuk tetap terpecah belah – Homo Demens yang dikepalai oleh sosok misterius bertopeng emas bernama Higgs. Amelie sendiri ditawan di tepi barat UCA, yang notabene berada di sisi sebaliknya dari Sam. Walaupun ia sempat menolak di awal, namun hubungan dekat persaudaraan yang dibangun Amelie dengan Sam membuatnya mau tidak mau, harus menerima tugas dan tanggung jawab yang satu ini.
Untuk membantu perjalanannya, Sam menggunakan sebuah teknologi yang disebut sebagai Bridge Baby (BB) yang berwujud seorang bayi dalam pod. Para “BB” ini merupakan teknologi rekayasa manusia, yang eksistensinya diambil dari ibu-ibu yang berakhir mati suri setelah melahirkan, membuat bayi-bayi imut ini memiliki koneksi yang kuat antara dunia orang hidup dan dunia orang mati. Koneksi dengan dunia orang mati inilah yang kemudian membuat BB esensial untuk mengetahui dan mengenali posisi para BT. Yang kemudian diterjemahkan ke dalam sebuah alat bak tangan yang berada di pundak Sam bernama Odradek. Lewat gerak dan kelap-kelip Odradek, Sam bisa mengenali ancaman BT yang memang baginya, tidak kasat mata.
Lantas, mampukah Sam menghubungkan kembali United Cities of America? Mampukah dirinya menyelamatkan Amelie dari tangan Higgs? Ancaman seperti apa yang harus ia hadapi? Apakah ia akan mampu membuka tabir misteri soal Death Stranding dan para BTs? Apa pula visualisasi pantai yang sering ia lihat di dalam mimpinya? Semua jawaban dari misteri-misteri ini tentu saja bisa Anda dapatkan dengan memainkan Death Stranding.