Review Hellblade – Senua’s Sacrifice: Lebih dari Sebuah Game Action!
Butuh Headset!
Hellblade memang bukan sebuah game action biasa, sesuatu yang akan kami bicarakan di sesi selanjutnya. Setelah berbicara soal presentasi visual dan bagaimana ia memanfaatkan kemampuan Unreal Engine 4 dengan optimal untuk tidak hanya menghasilkan game yang indah saja, tetapi juga punya bobot emosional di dalamnya, Hellblade juga memuat desain audio yang di mata kami, pantas mendapatkan apresiasi tersendiri. Dan tidak, kami tidak berbicara sekedar soal musik epik mengalun yang akna menemani perjalanan Anda untuk masuk melewati pintu neraka demi sang sumber cinta. Kita berbicara soal kondisi yang harus dilalui oleh Senua.
Seperti yang kita tahu, berdasarkan informasi yang sudah disebarkan Ninja Theory sejak awal proses pengembangan game yang satu ini, Hellblade memang menjadikan masalah psikologi – dalam hal ini psikosis sebagai daya tarik utama. Bahwa tidak seperti kebanyakan karakter utama yang sempurna secara fisik, mental, dan moral, Senua harus berhadapan dengan “kegelapan” di dalam dirinya sendiri – dalam hal ini, psikosis yang ia alami. Salah satu hal yang harus dihadapi oleh penderita psikosis adalah halusinasi suara yang akan terus berbicara di telinga Anda seolah-olah Anda selalu ditemani oleh 4-5 orang di setiap aktivitas Anda, sesuatu yang tak bisa Anda hentikan begitu saja. Sesuatu yang juga diwakili oleh Hellblade ini dengan sangat baik.
Untuk bisa mendapatkan sensasi menjadi seorang Senua yang sesungguhnya, ini mungkin satu-satunya game yang sejauh ini kami rekomendasikan untuk dimainkan dengan menggunakan headset terbaik Anda dan bukannya sekedar menggunakan speaker. Tentu saja bukan untuk sekedar menangkap detail audio Hellblade dari sisi lingkungan yang keren, tetapi juga merasakan simulasi psikosis Senua secara optimal. Menggunakan headset yang baik akan mampu membuat suara-suara di dalam kepala Senua ini terasa terperangkap di dalam kepala Anda sendiri. Didukung dengan efek 3D Audio yang ada, Anda akan bisa merasakan seberapa kompleks dan tidak normalnya isi kepala prajurit wanita yang satu ini.
Namun di luar itu, desain audio di luar isi kepala psikosis Senua juga pantas diacungi jempol. Ada beberapa musik dengan chanting yang siap untuk membuat bulu kuduk Anda merinding ketika tengah berusaha membunuh para dewa dan makhluk mitologi di bawahnya, hingga sekedar mendengar detail suara burung gagak yang sepertinya tak pernah berhenti mengikuti jejak langkah Senua. Untuk sebuah game dengan penanganan audio sebaik ini, tidak menggunakan headset terbaik Anda akan jadi salah satu kesalahan terbesar yang mungkin membuat Anda tak mampu mengapresiasi game ini dengan seharusnya. Lagipula, psikosis yang dialami Senua ini memang jadi daya tarik utama.
Memahami Senua
SPOILERS AHEAD!
UNTUK ANDA YANG BENCI DENGAN SPOILER DAN BERENCANA UNTUK MEMAINKAN HELLBLADE, HARAP TIDAK MEMBACA SESI INI LEBIH LANJUT!
Apa yang membuat Hellblade begitu istimewa? Tentu saja, karena kondisi psikologis yang harus dihadapi oleh Senua – si karakter utama. Bahwa tidak seperti game kebanyakan yang memosisikan karakter utamanya sebagai karakter yang tangguh, tanpa celah, dan sempurna, Senua adalah pengidap psikosis. Lantas, mengapa ia begitu istimewa?
Ini mungkin pertanyaan yang secara normal, akan Anda lontarkan. Sangat bisa dimengerti mengingat kesadaran dan pengetahuan soal penyakit mental di Indonesia memang sangat terbatas. Kita bahkan tidak mendapatkan informasi yang kita butuhkan untuk memahaminya di tingkat sekolah tinggi hingga universitas, kecuali Anda menjadikan Psikologi sebagai jurusan Anda. Padahal di sisi lain, pengetahuan mendasar soal apa yang terjadi pada Senua adalah langkah awal untuk mengapresiasi apa yang berusaha ditawarkan oleh Ninja Theory dengannnya. Sesuatu yang berusaha kami bahas di sini.
Senua mengidap psikosis. Secara sederhana, psikosis adalah kondisi dimana sang penderita akan sangat sulit untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak. Penderita psikosis biasanya hadir dengan dua simtom utama: delusi dan halusinasi. Halusinasi berarti mereka mendapatkan stimulus / rangsangan tidak nyata, yang mereka persepsikan sangat nyata. Ini berarti, mereka melihat, mendengar, mengecap, merasakan, hingga mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada, namun terasa begitu realistis untuk mereka. Semua rangsangan yang tidak nyata ini masuk ke dalam hidup mereka dan sulit untuk dibedakan dengan mana yang benar-benar nyata. Sebagai contoh? Anda sering mendengar kasus “orang gila” di Indonesia yang suka berbicara sendiri? Ini bukan karena mereka senang berbicara sendiri. Yang terjadi adalah mereka berusaha menjawab atau merespon suara / pembicaraan dari halusinasinya, seperti yang terjadi dengan Senua di Hellblade ini.
Penderita psikosis juga mengalami Delusi. Delusi adalah kondisi dimana seseorang sangat mempercayai sesuatu bahwa sesuatu akan / telah / sedang terjadi pada dirinya, padahal semua fakta di dunia nyata sama sekali tidak membuktikan hal tersebut. Mereka seringkali menganggap bahwa hal-hal tidak signifikan di dunia ini berakhir sebagai pesan tersembunyi atau misi yang harus mereka emban. Salah satu contoh terbaik? Kasus yang terjadi pada John Nash di film “A BEAUTIFUL MIND” yang memang terinspirasi dari kisah dunia nyata. Delusi Nash membuat dirinya merasa bahwa ia adalah agen rahasia yang pesan-pesan misinya semuanya tercermin dalam bacaan koran sehari-hari. Bahwa setiap koran punya pesan yang ditujukan khusus untuknya dan harus ia jalani, sesuatu yang harus ia pecahkan. Delusi membuat Nash mempercayai, menyakini, dan membuatnya sulit untuk tidak percaya bahwa itu tidak nyata.
Psikosis adalah bagian dari hidup Senua. Kami sendiri yakin Anda sudah mengerti apa yang terjadi di sini. Benar sekali, bahwa semua hal yang terjadi pada misinya untuk menyelamatkan Dillion dari Helheim dan tangan sang dewi menyeramkan – Hela tidak lebih dari pikiran psikosis milik Senua. Bahwa tidak ada satupun hal ini yang terjadi, dan halusinasi Senua membuat perjalanan epik ini adalah “realita” yang kini menemaninya. Lewat cerita yang mengalun dan terkadang memperlihatkan sosok Senua yang “sebenarnya”, Anda bisa melihat bahwa ia hanyalah korban dari peradaban masa lampau yang tidak punya pengetahuan medis memadai terkait kondisi psikologi ini. Ia dikurung, disiksa oleh ayahnya, disebut sebagai pengidap kutukan oleh sukunya, hingga diasingkan. Dillion menjadi sosok signifikan karena ia hadir sebagai “cahaya” yang sepertinya mengerti kondisi Senua. Sekarang bayangkan jika satu-satunya jembatan Anda pada realita tersebut berakhir tewas disiksa. Maka yang Anda temukan adalah “dunia penuh mitologi” yang berusaha dihadapi Senua, lengkap dengan halusinasi suara yang terus berbicara dengannya.
Mengapa signifikan untuk mengerti hal ini? Karena lewatnya, Anda akan bisa mulai memahami Hellblade dan daya tariknya di level yang lebih dalam. Ketika Senua berada di akhir permainan dengan penuh luka di wajahnya, maka Anda memahami bahwa ini adalah tidak lebih dari tanda bahwa Senua sudah berada di tahap melukai dirinya sendiri. Bahwa dengan pedang kecil yang sempat ia bawa dan terlihat di salah satu realitanya, ia menorehkan luka-luka dalam itu beberapa kali di wajahnya sembari berusaha merasionalisasi kematian Dillion yang ia cintai. Ia tidak pernah bertarung, ia tidak pernah membunuh dewa manapun, ia melukai dirinya sendiri.
Sama seperti sebuah level puzzle yang Anda hadapi pula. Bahwa seperti kasus psikosis yang menimpa Nash, Senua juga berusaha mencari hubungan-hubungan tidak rasional bahwa dunia menyimpan rahasia dan misi untuk ia selesaikan dan emban. Jika Nash berkaca pada “pesan rahasia di dalam koran”, maka Senua memproyeksikannya lewat “kunci pintu dengan simbol” yang berusaha ia temukan lewat bentuk-bentuk beragam objek di sekitarnya. Apakah rasional menurut Anda bahwa sebuah pintu akan terbuka jika Anda menemukan sebuah pohon berbentuk “P” misalnya? Tidak bagi kita, tetapi rasional untuk dunia yang diracik oleh otak Senua itu sendiri.
Jika berkaca pada kasus psikosis milik Senua dan pengetahuan dasar kami soal psikologi dan beberapa penelitian kasus yang lain, kami sendiri memiliki kritik tersendiri pada halusinasi suara yang dimiliki Senua. Hampir semua suara yang bertebaran di kepalanya, sayangnya, menurut kami terlalu “halus” dan “konformis” dibandingkan dengan kasus psikosis yang terjadi di dunia nyata. Seperti simulasi yang kami sertakan lewat format video di atas, penderita psikosis biasanya berhadapan dengan nada dan pesan yang lebih keras, gelap, dan menentang. Bahwa selalu ada suara yang menolak dan mengkritik apapun yang Anda lakukan, selalu ada suara yang merekomendasikan Anda untuk menghabisi diri Anda sendiri, hingga suara yang terus menghasilkan topik berbeda untuk mengalihkan perhatian Anda. Sementara di kasus Senua, suara-suara ini terlalu lembut dan mengikuti apa yang ia inginkan.
Maka dengan memahami apa itu psikosis dan kondisi yang dihadapi oleh Senua, Anda akan menikmati Hellblade dari kacamata yang berbeda. Bukan sebuah kisah epik mitologi ala God of War yang menuntut Anda untuk membunuh dewa dan menyelamatkan kekasih Anda darinya, tetapi lebih mengikuti sebuah formula serupa dengan apa yang sempat disuntikkan Yager Development di Spec Ops: The Line. Sebuah “realita” yang diciptakan oleh otak Senua itu sendiri.