JagatPlay: Menjajal Sekiro – Shadows Die Twice – 2 Jam Pertama!

Reading time:
March 7, 2019

Sengoku dan Atmosfer yang Fantastis

Sekiro 30
Menyegarkan melihat From Software akhirnya beralih dari arsitektur barat nan gothic ke budaya timur.

Salah satu daya tarik game racikan From Software, terutama yang hadir dari genre Souls, adalah kemampuan mereka untuk meracik dunia dengan atmosfer yang mengagumkan. Game seperti Dark Souls dan Bloodborne misalnya menawarkan kesan misteri yang kuat lewat tema gothic yang fantastis, terutama untuk Bloodborne. Sekiro menawarkan kualitas serupa yang bisa Anda antisipasi, namun kini dengan tema yang tentu saja jauh berbeda. Anda kini akan terperangkap di era Sengoku Jepang yang direpresentasikan lewat arsitektur dan keseluruhan atmosfer yang tentu saja, terasa jauh berbeda.

Melompat dari pohon ke pohon yang lain, melihat bagaimana salju yang sudah terkumpul di ranting terjatuh ke tanah, dengan bunga yang mekar memesona, sebelum Anda masuk ke dalam sebuah istana besar yang dibangun dari kayu-kayu berukuran besar sembari memerhatikan para patung dewa-dewi di sana membuat Sekiro tampil sebagai sebuah game action RPG yang secara visual, memanjakan mata. Ada apresiasi ekstra yang pantas diberikan pada kemampuan From Software untuk meracik dunia indah seperti ini, namun juga menawarkan banyak misteri yang bahkan siap untuk membuat bulu kuduk Anda bergidik. Salah satunya adalah para musuh monk / biksu yang siap memerangi Anda dengan kemampuan bela diri tangan kosong mereka. Kehadiran mereka juga selalu diikuti dengan chanting doa yang terus mereka lakukan di sepanjang perjalanan. Pelan tapi pasti, doa yang indah tersebut akan asosiasikan sebagai sebuah ancaman yang pantas untuk Anda waspadai.

Sekiro 32
Kualitas visualnya akan siap membuat Anda jatuh hati.

Visualisasi keren yang sama juga memancar lewat desain musuh (yang sekali lagi) tidak pernah mengecewakan dari From Software dan efek visual yang ia tawarkan. Sebagian besar musuh yang Anda lawan memang berujung para tentara bayaran dengan ragam senjata yang mereka usung. Namun From Software tentu tidak berusaha memotret era Sengoku secara realistis. Di tengah dunia penuh magis dan makhluk aneh ini, Sekiro menawarkan ancaman yang lebih besar. Anda akan melawan dari seekor ayam hitam raksasa yang berteriak kencang saat Anda dekati, Ogre yang besar dan terikat dengan jurus bantingan sebagai andalan, samurai berpakaian lengkap dengan katana yang terlihat mengancam, ular berukuran raksasa, hingga seorang Shogun yang melawan Anda di atas kudanya yang begitu lincah dan kuat. Era Sengoku tidak membatasi From Software untuk urusan desain, tetapi justru malah mendorong mereka untuk mengimplementasikan desain keren yang akan membuat Anda jatuh hati pada pandangan pertama.

Apresiasi ekstra juga pantas diarahkan pada ragam efek visual yang Anda temui di sepanjang perjalanan. Efek kecil seperti salju yang jatuh dari pohon, seperti yang sempat kami bicarakan sebelumnya, meninggalkan kesan dramatis tersendiri terutama saat si Shinobi bergerak cepat menggunakan grappling hook yang ia miliki. Detail efek visual lain yang dikombinasikan dengan audio yang fantastis memperkuat kesan ini, seperti saat Anda menikmati “pertarungan” pedang melawan musuh misalnya. Setiap dentingan yang muncul pada saat Anda menyerang ataupun bertahan hadir dengan akurasi yang memuaskan. Bagian terbaik yang kami cintai? Cipratan darah yang terjadi pada saat Anda berhasil melakukan stealth kill misalnya, yang memuncrat “indah” dengan bunyi yang terdengar begitu merdu saat berhasil dilakukan. Mengingatkan Anda pada film-film samurai klasik dari Akira Kurosawa di masa lampau. Cipratan darah yang tidak bisa lagi lebih cocok untuk Sekiro: Shadows Die Twice.

Sekiro 29
Cipratan air mancur darah dan bunyi merdunya ala film Akira Kurosawa.

Presentasi fantastis dengan atmosfer Sengoku inilah yang membuat Sekiro: Shadows Die Twice bahkan tampil lebih memesona dibandingkan apa yang kami prediksikan sebelumnya. Mereka tidak berusaha menawarkan sesuatu yang realistis di sini, tetapi menjadi masa brutal ini sebagai pondasi untuk menawarkan cita rasa desain khas From Software yang penuh misteri dan makhluk-makhluk brutal yang siap untuk membunuh Anda dengan cepat. Anda bisa bertarung melawan ayam raksasa? Apa lagi yang Anda butuhkan.

Kebebasan Eksplorasi yang Mengejutkan

Sekiro 34
Sesi media preview ini membuka mata kami pada daya tarik Sekiro yang lain.

Lewat serangkaian trailer dan screenshot, sekaligus demo yang sempat kami jajal di ajang TGS 2018 yang lalu, Anda sepertinya sudah punya gambaran apa yang hendak ditawarkan oleh Sekiro: Shadows Die Twice ini. Kami selalu menyebutnya sebagai game yang punya identitas Souls, terutama lewat tingkat kesulitan yang ditawarkan, namun mengusung identitas unik yang membuatnya terasa berbeda. Hal tersebut mengemuka dari mekanik seperti grappling hook yang kini memungkinkan Anda untuk bergerak secara vertikal dengan bebas yang juga diakomodir oleh desain level dengan bangunan tinggi dan pepohonan. Anda juga tentu sudah familiar, yang seperti namanya, memungkinkan Anda untuk mati dan bangkit 1 kali saat melawan musuh yang sama. Kemampuan resureksi ini memang menjadi hal yang membuatnya terasa berbeda dengan seri Souls.

Salah satu mekanik unik lain adalah hilangnya sistem Stamina dan sistem damage yang kini didasarkan pada satu hal bernama “Posture”. Secara sederhana, Anda bisa melihat Posture tak ubahnya “armor” Anda dan musuh yang Anda hadapi. Begitu bar Posture penuh, baik ketika Anda terkena serangan ataupun sekedar menangkis, karakter akan jatuh pada kondisi rentan yang memungkinkan gerakan pemungkas untuk dieksekusi. Untuk karakter boss ataupun mini-boss yang Anda hadapi, mereka biasanya punya “ekstra lapisan darah” yang dipresentasikan oleh jumlah wajik di atas bar HP mereka. Jumlahnya menunjukkan berapa kali Anda harus mengeksekusi mereka dengan animasi pemungkas tersebut.

Anda yang sudah mengikuti informasi Sekiro tentu tidak asing lagi dengan mekanik yang sebenarnya, sudah dibicarakan oleh begitu banyak media selama setidaknya satu tahun terakhir ini. Anda juga tentu sudah mengetahui soal eksistensi Prosthetic Arms milik Sang Shinobi yang juga bisa berubah menjadi banyak senjata sekunder yang lain, seperti kapak hingga flamethrower, hingga Shuriken atas nama serangan range. Semua hal ini adalah bagian dari mekanik utama dari Sekiro. Di media preview yang kami lalui, kami akan membicarakan sesuatu yang baru dan mengejutkan, yang membuat kami bahkan menyukai game ini lebih jauh.

Pertama, adalah motivasi untuk bertarung. Seperti yang kita tahu, Sekiro menjadikan mode stealth sebagai bagian yang cukup penting. Dengannya Anda bisa membunuh banyak musuh dengan resiko yang minim, dalam hal ini – bertarung sampai mati melawan AI yang bahkan di level kroco sekalipun punya kemampuan bertahan dan menyerang yang siap membuat Anda kelimpungan. Dengan mempelajari dimana tata letak musuh dan selalu waspada, apalagi mengingat beberapa warna utama musuh yang Anda temui terkadang terasa “berkamuflase” dengan dunia yang Anda hadapi, steatlh akan jadi solusi mumpuni. Namun pertarungan di Sekiro tidak lagi sekedar sebatas para kroco saja. Anda juga akan berhadapan dengan varian musuh lebih kuat, yang membutuhkan 2-3 kali animasi pemungkas untuk dibunuh. Mereka biasanya hadir dengan desain tangguh yang seperti bisa diprediksi, tak sulit untuk membuat Anda terkapar tewas, bahkan dengan kemampuan resureksi sekalipun.

Sekiro 28
Banyak “mini-boss” yang menunggu Anda. Kematian mereka bersifat permanen dengan reward sepadan untuk dikejar.

Yang berhasil dilakukan oleh Sekiro adalah melahirkan motivasi Anda untuk alasan yang absurd, melibatkan Anda dalam pertarungan sulit melawan para musuh yang sepertinya pantas disebut sebagai “mini-boss” ini. Pertama, tipe-tipe musuh ini tidak akan “kembali”. Anda yang sempat mencicipi seri Souls tentu memahami konsep Bonfire yang di Sekiro ini disebut sebagai Idols. Dengan mengaktifkan Idols dan beristirahat di sana, Anda bisa memulihkan HP sang karakter utama dan mengisi ulang item penyembuh Anda yang di sini disebut sebagai “Healing Gourd”. Namun konsekuensinya ia akan me-reset arena pertempuran di sekitar, dimana musuh yang sudah Anda bunuh akan hidup kembali dan berpatroli di tempat yang sama. Mini-mini boss yang kami bicarakan di atas akan tewas secara permanen, dan tidak akan lagi menyibukkan dan menyulitkan perjalanan Anda. Sebuah konsep yang sebenarnya tidak asing di seri Dark Souls dan Bloodborne.

Motivasi kedua yang bisa Anda dapatkan adalah fakta bahwa mereka menjatuhkan reward yang memang pantas dikejar. Kami lupa mencatat apa nama tepatnya, namun setiap mini boss ini akan menjatuhkan sebuah fragment untuk proses upgrade yang akan memperkuat si Shinobi di akhir. Ini berarti Anda harus mengalahkan beberapa mini-boss untuk mendapatkan item / upgrade utuh tersebut, membangun reward yang menggoda berbanding rasa frustrasi dan kesal yang bisa muncul. Untuk menyeimbangkan sistem EXP yang juga diusung oleh Sekiro mengingat ada kemungkinan Anda akan tewas berkali-kali di sebuah area yang sama, mereka juga memperkenalkan sebuah mekanik baru bernama “Rot Essence”. Intinya? Jika Anda sering mati dan essence ini menghantui Anda, jumlah EXP yang Anda dapatkan akan berakhir hanya setengah saja.

Kedua dan yang paling gila? Bahwa kini ia menawarkan konsep eksplorasi yang lebih terbuka dibandingkan seri Souls ataupun Bloodborne sekalipun. Bahwa bergantung pada seberapa niat dan giat Anda untuk menjelajahi setiap sudut arena yang ditawarkan oleh Sekiro, Anda akan membuka kesempatan untuk mendapatkan reward sepadan yang mungkin membantu perjalanan Anda di kemudian hari. Kita tidak sekedar berbicara soal item “murahan” seperti penyembuh atau regen dan sejenisnya, tetapi yang selevel Prosthetic Arms yang bisa digunakan oleh si Shinobi. Benar sekali, Anda bisa melewatkannya!

Maka lahirlah proses komparasi antara proses playthrough demo yang kami mainkan sendiri melawan playthrough salah satu “veteran” seri Souls dari media Singapura yang juga menjadi teman kami di sana. Seolah tidak banyak mengindahkan soal batas waktu permainan untuk sesi demo 1,5 jam ini, ia memainkannya dengan gaya bermain yang “normal”. Normal dalam pengertian ia melakukan proses eksplorasi menyeluruh, terlibat dalam beragam skenario pertempuran dengan mini-boss yang unik, dan mendapatkan reward menggoda. Ia menjelajahi dunia Sekiro dalam kapasitas yang seharusnya. Pada akhirnya, saat Sony “menutup sesi demo” yang ada, ia sudah mendapatkan 3 Prosthetic Weapons: shuriken, kapak dan flamethrower milik Shinobi serta mendapatkan ekstra 2 buah Healing Gourd permanen untuk digunakan. Namun ia tidak pernah sampai bertemu dengan boss pertama.

Berbanding dengan kami pribadi yang justru penasaran dengan desain dunia dan pertarungan boss seperti apa yang dijanjikan. Tidak seperti media Singapura yang kami bicarakan sebelumnya, kami lebih memilih untuk bergerak lurus melewati beragam alternatif jalan via grappling hook yang notabene tidak kami ketahui apakah memang berada di jalan yang benar atau tidak. Proses ini juga ditempuh dengan berupaya menghabisi beberapa mini-boss yang terlihat dan memutuskan untuk lari dari situasi yang tidak menguntungkan jika aksi stealth ternyata gagal. Secara mengejutkan, dalam waktu 1,5 jam ini, kami berhasil bertemu dengan boss besar pertama Sekiro – seorang Shogun dengan kuda yang punya senjata tombak yang mampu memanjang dalam waktu terbatas ini. Dan Anda tetap didorong untuk melawannya. Namun mengingat kami tidak melakukan banyak aksi eksplorasi, Shinobi kami hanya diperkuat 1 Prosthetic Weapon yakni Shuriken dan hanya 1 buah ekstra Healing Gourd saja.

Sekiro 35
Kebebasan eksplorasi-lah yang membuat kami semakin terpukau pada Sekiro. Menyibukkan diri Anda akan memberikan Anda ragam reward yang akan mempermudah perjalanan.
Sekiro 31
Ketinggalan dan melewatkan Prosthetic Weapons? Bisa saja!

Anda bisa melihat dua pendekatan gameplay yang benar-benar berbeda di sini. Sekiro ternyata mengakomodasi gaya bermain seperti apapun yang dilemparkan padanya, baik ala teman kami yang menginvetasikan waktu untuk proses eksplorasi dan mendapatkan lebih banyak Prosthetic Weapons dan Healing Groud, ataupun seperti kami yang bergerak membabi buta dan bertemu dengan boss dengan persenjataan seadanya. Seberapa rajin proses eksplorasi yang Anda lakukan tentu akan berkontribusi pada seberapa siap Shinobi Anda untuk berhadapan dengan setiap ancaman yang ada. Konsep seperti ini memang bukan hal baru di seri Souls, namun dengan dunia yang lebih terbuka, besar secara horizontal dan vertikal, Sekiro hadir dengan resiko lebih tinggi. Pada akhirnya, jika Anda tidak siap, pertarungan boss seperti yang terjadi pada kami tentu akan berakhir jauh lebih sulit. Ia akan menguji “Git Gud” Anda yang sebenarnya, membuat kami memahami pernyataan Miyazaki yang sempat berbicara bagaimana gamer Souls bisa mencicipi seri Sekiro ini seperti game Souls, namun akan kesulitan.

Percaya atau tidak, hingga pada batas gaya playthrough kami bahkan tidak membuka fitur skill tree yang seharusnya esensial untuk memperkuat Shinobi itu sendiri. Betapa kagetnya kami ketika menoleh ke layar Sekiro milik teman dari media Singapura ini dan menemukan bahwa ia tengah sibuk mendistribusikan Skill Points miliknya ke dalam sebuah garis Skill Tree yang tidak ada di playthrough kami terlepas dari fakta bahwa kami bertemu dengan boss pertama yang notabene, lebih jauh progress geraknya. Bayangkan juga betapa terkejutnya kami ketika menemukan bahwa di salah satu momen kami menoleh, kami menemukan ia tengah bermanuver dan bertempur di sebuah area yang justru gelap karena malam, sesuatu yang tidak kami temui sama sekali dalam aksi “kejar setoran” yang kami lakukan. Kondisi berujung membuat kami lebih terpukau lagi dengan Sekiro: Shadows Die Twice.

Salah satu bagian yang juga menurut kami pantas diapresiasi adalah bagaimana From Software berhasil membangun pertarungan pedang dengan sensasi memuaskan, di atas AI yang juga menguasai hal tersebut dengan begitu baik. Kami sempat merasa bahwa absennya mekanik Stamina tentu akan membuat Anda tidak sulit untuk menyerang musuh membabi buta dan kemudian, menghabisi mereka tanpa kesulitan layaknya game action. Namun proses balancing yang dilakukan From Software harus diakui, fantastis.

sekiro shadows die twice2
Tanpa stamina bukan berarti bisa bertarung membabi buta.

Dengan tidak adanya stamina, ada dua proses balancing yang terasa begitu efektif. Seperti yang kami bicarakan sebelumnya, AI. Jika Anda terus menyerang dan mengayunkan pedang Anda, mereka akan bertahan. Mereka akan berusaha masuk ketika Anda berhenti sepersekian detik saja dari ayunan tersebut dan memanfaatkan kelengahan Anda. Mereka tidak akan hanya diam dan membiarkan Anda melukai mereka begitu saja, secepat apapun Anda mengeksploitasi serangan-tanpa-stamina tersebut. Kedua? Stagger. Tidak semua serangan Shinobi, seberapa cepat pun itu, akan menghasilkan efek stagger. Ini berarti animasi apapun yang tengah diambil oleh musuh untuk menyerang Anda tetap akan berjalan dengan seharusnya, terutama untuk mini-boss yang Anda temui. Oleh karena itu, sama seperti seri Souls, ia tetap berujung meminta Anda belajar melakukan evade, mencari timing serangan balasan yang tepat, dan tidak pernah memandang musuh Anda – sekecil apapun – dengan sebelah mata.

Fakta bahwa kami berujung dilempar, dimatikan, dan dibumihanguskan oleh boss Shogun dengan kuda karena proses eksplorasi yang kami abaikan justru menumbuhkan rasa cinta yang lebih mendalam terhadap apa yang ditawarkan From Software dengan Sekiro: Shadows Die Twice. Ekstra alasannya? Karena percaya atau tidak, dengan semua limitasi tersebut, kami berhasil setidaknya menghabisi 1 dari 2 wajik lapisan darah yang ia miliki. Ini berarti, bahwa di tangan mereka yang benar-benar mampu (bukan kami), gaya bertarung dan strategi ala Souls terutama jika sudah menguasai timing Parry, tetap akan bisa menyelesaikan banyak permasalahan. Semuanya tetap mengarah pada satu kebijaksanaan tanpa cela – “GIT GUD”.

Pages: 1 2 3
Load Comments

JP on Facebook


PC Games

November 29, 2024 - 0

Palworld Dan Terraria Crossover Event Akan Hadir Pada 2025

Palworld dan Terraria umumkan event crossover yang akan digelar pada…
October 29, 2024 - 0

Review Call of Duty – Black Ops 6 (SP): Ternyata Keren!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh mode campaign / single-player Call…
July 3, 2024 - 0

Review Wuthering Waves: Penuh Pasang dan Surut!

Apa yang ditawarkan oleh Wuthering Waves? Mengapa kami menyebutnya sebagai…
June 28, 2024 - 0

Impresi Zenless Zone Zero (Build Terbaru): Lebih Cepat, Lebih Ketat!

Kami berkesempatan menjajal build terbaru Zenless Zone Zero. Apakah kami…

PlayStation

December 7, 2024 - 0

Preview Infinity Nikki: Game Indah Di Mana Baju Adalah Pedangmu

Kesan pertama kami setelah memainkan Infinity Nikki selama beberapa jam;…
November 15, 2024 - 0

Review LEGO Horizon Adventures: Kurang Kreatif!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh LEGO Horizon Adventures ini? Mengapa…
November 13, 2024 - 0

Review Dragon Age – The Veilguard: Seru Tanggung karena Canggung!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Dragon Age: The Veilguard ini?…
November 1, 2024 - 0

Preview Dragon Quest III HD-2D Remake: Sebuah Mesin Waktu!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Dragon Quest III HD-2D Remake?…

Nintendo

July 28, 2023 - 0

Review Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Tak Sesempurna yang Dibicarakan!

Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang tak sesempurna yang dibicarakan…
May 19, 2023 - 0

Preview Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Kian Menggila dengan Logika!

Apa yang ditawarkan oleh Legend of Zelda: Tears of the…
November 2, 2022 - 0

Review Bayonetta 3: Tak Cukup Satu Tante!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Bayonetta 3? Mengapa kami menyebutnya…
September 21, 2022 - 0

Review Xenoblade Chronicles 3: Salah Satu JRPG Terbaik Sepanjang Masa!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Xenoblade Chronicles 3? Mengapa kami…